Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menteri LH Hanif Nilai Indonesia Belum Siap Hadapi Krisis Iklim, Sibuk Cari Cara Turunkan Emisi

Kompas.com, 2 Desember 2025, 20:35 WIB
Manda Firmansyah,
Ni Nyoman Wira Widyanti

Tim Redaksi


JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Lingkungan Hidup (LH), Hanif Faisol Nurofiq menilai, saat ini Indonesia masih sibuk mendesain aksi mitigasi krisis iklim dan terlalu fokus menyusun strategi untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK).

Padahal, saat ini Indonesia juga dihadapkan dengan ancaman peningkatan kasus bencana hidrometeorologi yang dipicu krisis iklim.

Baca juga: 

"Kita masih sibuk melakukan langkah-langkah mitigasi krisis iklim. Sementara di depan kita, bencana hidrometeorologi menghampiri kita maka (perlu pula) melakukan adaptasi (krisis iklim) dengan sangat serius," ujar Hanif di Jakarta, Selasa (2/12/2025).

Menteri LH Hanif nilai Indonesia belum siap hadapi krisis iklim

Ketidaksiapan terlihat dari penanganan bencana

Indonesia saat ini dinilai belum siap menghadapi krisis iklim yang memperparah bencana hidrometeorologi.

Ketidaksiapan Indonesia tercermin dari penanganan beberapa bencana hidrometeorologi yang terjadi sepanjang tahun 2025. Di antaranya, banjir di Jabodetabek pada Maret 2025, banjir di Bali pada September 2025, dan banjir di Sumatera pada November 2025.

Baca juga: Kerugian Banjir Sumatera Capai Rp 68 T, Celios Desak Moratorium Tambang dan Sawit

Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol, ditemui di Jakarta Selatan, Selasa (28/10/2025). KOMPAS.com/ZINTAN Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol, ditemui di Jakarta Selatan, Selasa (28/10/2025).

Hanif menggarisbawahi adanya kerusakan daerah aliran sungai (DAS) di balik setiap banjir bandang. Menurut Hanif, banjir bandang bukan sekadar disebabkan curah hujan yang tinggi. Misalnya, kerusakan DAS Batang Toru akibat alihfungsi lahan untuk hutan tanaman industri (HTI) dan perkebunan sawit mengakibatkan daya dukung lingkungannya berkurang.

Saat ini, wilayah hulu dari DAS Batang Toru dengan luas 340.000 hektar telah banyak dialihfungsikan untuk pertanian dengan tanaman yang membutuhkan sedikit atau banyak air. Yang tersisa hanya hutan pada kawasan hilir dari DAS Batang Toru.

Imbasnya, daerah-daerah di sekitar DAS Batang Toru menjadi rawan banjir bandang saat hujan mengguyur dengan intensitas sangat tinggi.

Baca juga: Kemenhut Bantah Tudingan Bupati Tapsel soal Beri Izin Penebangan Hutan Sebelum Banjir

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melaporkan, curah hujan beberapa wilayah di Sumatera Utara sekitar 300-400 milimeter per hari selama kejadian banjir bandang.

"Kita coba bayangkan apa yang terjadi kalau di lereng-lerengnya tidak ada lagi hutan," ucap Hanif.

Upaya reboisasi atau penghijauan kembali hutan gundul di berbagai DAS membutuhkan waktu sekitar lima sampai 10 tahun. Di sisi lain, BMKG memprediksi curah hujan yang relatif tinggi akan terus mengguyur.

"Mari kita segera rumuskan langkah-langkah adaptasi apa yang tidak mengorbankan lagi orang-orang yang tidak mampu, tidak berdaya di negara kita ini karena keteteran kita bersama," tutur Hanif.

Baca juga: 

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
BRIN Fokus Riset Pengelolaan Sampah, Dukung Pertumbuhan Ekonomi dan Transisi Energi
BRIN Fokus Riset Pengelolaan Sampah, Dukung Pertumbuhan Ekonomi dan Transisi Energi
Pemerintah
Menteri LH Hanif Nilai Indonesia Belum Siap Hadapi Krisis Iklim, Sibuk Cari Cara Turunkan Emisi
Menteri LH Hanif Nilai Indonesia Belum Siap Hadapi Krisis Iklim, Sibuk Cari Cara Turunkan Emisi
Pemerintah
Kerugian Banjir Sumatera Capai Rp 68 T, Celios Desak Moratorium Tambang dan Sawit
Kerugian Banjir Sumatera Capai Rp 68 T, Celios Desak Moratorium Tambang dan Sawit
LSM/Figur
Menteri LH Hanif Soal COP30, Negara Dunia Masih Berdebat dan Krisis Iklim Terabaikan
Menteri LH Hanif Soal COP30, Negara Dunia Masih Berdebat dan Krisis Iklim Terabaikan
Pemerintah
Ketika Alam Dirusak, Jangan Salahkan Alam
Ketika Alam Dirusak, Jangan Salahkan Alam
Pemerintah
Perluasan Kota Ancam Akses Air Bersih pada 2050, Ini Studinya
Perluasan Kota Ancam Akses Air Bersih pada 2050, Ini Studinya
Swasta
Ratusan Ilmuwan Tandatangani Deklarasi Dartington, Desak Pemimpin Dunia Atasi Perubahan Iklim
Ratusan Ilmuwan Tandatangani Deklarasi Dartington, Desak Pemimpin Dunia Atasi Perubahan Iklim
Pemerintah
Tak Lepas dari Ancaman, Bahan Kimia Abadi Ditemukan di Hewan Laut
Tak Lepas dari Ancaman, Bahan Kimia Abadi Ditemukan di Hewan Laut
LSM/Figur
Kemenhut Bantah Tudingan Bupati Tapsel soal Beri Izin Penebangan Hutan Sebelum Banjir
Kemenhut Bantah Tudingan Bupati Tapsel soal Beri Izin Penebangan Hutan Sebelum Banjir
Pemerintah
SCG Pangkas Emisi lewat Semen Rendah Karbon dan Efisiensi Energi
SCG Pangkas Emisi lewat Semen Rendah Karbon dan Efisiensi Energi
Swasta
Banjir Sumatera Dipicu Deforestasi, Mayoritas Daerah Aliran Sungai Kritis
Banjir Sumatera Dipicu Deforestasi, Mayoritas Daerah Aliran Sungai Kritis
LSM/Figur
Industri Manufaktur Sumbang 17 Persen PDB, Kemenperin Kembangkan Industri Hijau
Industri Manufaktur Sumbang 17 Persen PDB, Kemenperin Kembangkan Industri Hijau
Pemerintah
UNDP: Kesenjangan Pembangunan Antarnegara Bisa Melebar akibat AI
UNDP: Kesenjangan Pembangunan Antarnegara Bisa Melebar akibat AI
Pemerintah
Banjir, Illegal Logging, dan Hak Publik atas Lingkungan yang Aman
Banjir, Illegal Logging, dan Hak Publik atas Lingkungan yang Aman
Pemerintah
Bencana Sumatera: Refleksi Kolektif untuk Taubat Ekologis
Bencana Sumatera: Refleksi Kolektif untuk Taubat Ekologis
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Memuat pilihan harga...
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau