JAKARTA, KOMPAS.com - Hampir seluruh bagian sorgum (Sorghum bicolor) bisa dimanfaatkan. Nira batang sorgum, misalnya, tinggi gula sehingga bisa jadi bahan baku bioetanol.
Biji sorgum bisa dimanfaatkan untuk bahan pangan pengganti beras atau terigu yang bebas gulten, sedangkan ampas batang sorgum dan daunnya bisa digunakan sebagai pakan ternak atau biomassa.
Baca juga:
Dari segi potensi persaingan kepentingan antara pangan dengan energi atau bioetanol, potensi sorgum disebut lebih bagus dibanding tebu dan singkong. Kepentingan bioetanol dari tebu bersaing dengan kebutuhan pangan, seperti gula.
Bahkan, kepentingan bioetanol dari singkong harus berbagai produk pangan turunannya, khususnya tapioka.
"Sorgum itu hampir tidak ada persaingan, kecuali nanti kalau pangan kita kurang," ujar peneliti dari Pusat Studi Energi UGM, Irham di Jakarta, Senin (8/12/2025).
Bulir sorgum. Dari segi persaingan kepentingan antara pangan dengan bioetanol, potensi sorgum cukup bagus. Namun, masih ada kesenjangan pengetahuan tentang sorgum.Ketika ketersediaan pangan di Indonesia terjaga, potensi sorgum dapat diarahkan untuk bioetanol. Dari nira batang sorgum dapat menghasilkan sekitar 2.300 liter etanol/hektar per musim tanam, sedangkan dari biji sorgum sekitar 1.800 liter etanol/hektar per musim tanam.
Beberapa penelitian menunjukkan potensi hasil etanol dari sorgum manis per hektar sebenarnya bisa lebih banyak, tergantung varietasnya.
Misalnya, varietas unggul bioguma (agritan) bisa menghasilkan 2.000-4.000 liter etanol/hektar dengan kadar gula kurang dari 15,5 persen, termasuk potensi biomassa mencapai 46-50 ton/hektar.
"Pangan kita sebenarnya sudah oke maka sorgum bisa kita konsentrasikan ke bioetanol, sorgum manis itu konversi ke bioetanol besar itu. Sorgum ini kan bisa dipakai untuk pangan juga dan nanti bio product-nya bisa untuk pakan ternak. Jadi, ternak dapat, manusianya dapat, bioetanol, energinya dapat," jelas Irham.
Biji sorgum dapat diolah menjadi tepung dan beras untuk makanan pokok. Sebagai pangan alternatif, biji sorgum bisa menggantikan gandum dan beras untuk mendukung diversifikasi dan ketahanan pangan nasional.
Selain itu, bagase atau ampas batang sorgum setelah diperas dapat dimanfaatkan sebagai pakan sapi, kambing, dan unggas. Limbah terbesar dari pengelolaan sorgum tersebut kaya serat dan sangat potensial untuk mendukung ketahanan pakan nasional.
Limbah dari pengelolaan sorgum juga bisa dimanfaatkan untuk pupuk organik atau biomassa. Limbah sorgum yang dikembalikan ke lahan pertanian dapat menutup siklus hara dan mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia.
Baca juga:
Batang sorgum yang baru dipanen di Bangka Belitung. Dari segi persaingan kepentingan antara pangan dengan bioetanol, potensi sorgum cukup bagus. Namun, masih ada kesenjangan pengetahuan tentang sorgum.Di sisi lain, tanaman sorgum lebih toleran terhadap kekeringan dan lahan kritis, seperti tanah masam atau salinitas, dibandingkan komoditas utama seperti padi atau jagung.
Dengan demikian, penanaman sorgum memungkinkan dengan pemanfaatan lahan-lahan tidur yang kurang produktif.
Sorgum memiliki siklus panen yang relatif pendek atau sektiar tiga sampai bulan. Sorgum juga mampu ratoon atau tumbuh kembali setelah panen tanpa menanam ulang dua sampai tiga kali, dengan memastikan ketersediaan bahan baku yang kontinu bagi industri.
Sinergi dari hulu ke hilir dalam mengoptimalkan potensi sorgum dapat meningkatkan produktivitas bahan baku etanol, sekaligus memperkuat ketahanan pangan dan pakan ternak. Sinergi tersebut juga berpotensi meningkatkan pendapatan petani.
Namun, kesenjangan pengetahuan petani dalam mengoptimalkan budi daya dan pemanfaatan potensi sorgum lebih parah daripada tanaman lain, seperti singkong dan tebu.
"Kenapa, karena petani tidak pernah di-upgrade, kalau tidak pernah di-upgrade ya susah, gap knowledge (kesenjangan pengetahuan) di tebu dan singkong besar, apalagi di sorgum, karena petani sudah berhenti puluhan tahun, petani masih menanam pada 1970-1980-an masih marak, karena (saat itu masih menjadi) produk alternatif pangan yang bisa menggantikan beras," jelasnya.
Baca juga:
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya