JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Tropenbos Indonesia, Edi Purwanto, mengatakan agroforestri karet di Simpang Dua, Kalimantan Barat, kian tergerus lantaran petani lebih memilih lahannya dikonversi menjadi sawit. Dalam 10 tahun terakhir, hutan karet pun berkurang seiring menurunnya produksi dan harga jual yang rendah di pasar internasional.
"Karena petani mengubah agroforestri berbasis karet yang sangat bagus secara ekologis menjadi sawit, ini dikhawatirkan nanti akan diubah menjadi sawit semua," kata Edi di sela Lokakarya Nasional di Jakarta Selatan, Selasa (9/12/2025).
Edi menyebut hilangnya agroforestri karet mengancam ekosistem. Pasalnya, kebun karet menjaga tutupan lahan dan memberikan diversifikasi hasil bagi petani.
Baca juga: Industri Karet di Kalbar Bertahan dari Krisis Iklim dan Kepungan Sawit
Untuk menahan laju konversi lahan, pihaknya melakukan intervensi dengan memperbaiki tata kelola rantai pasok karet. Tropenbos membentuk Unit Pengolahan dan Pemasaran Bokar (UPPB) yang melibatkan kelompok tani dari empat desa yakni Mekaraya, Batudaya, Kamora, dan Gema.
UPPB membali karet yang dipanen petani, lalu dijual ke PT Bintang Borneo Perkasa di Pontianak. Sehingga, petani tak perlu lagi menjual murah karet mereka ke tengkulak.
"Perubahan lahan agroforestri menjadi sawit itu sudah wajar di mana-mana. Tropenbos datang ke sana, datang ke Simpang Dua untuk memperbaiki melalui penyuluhan bagaimana mengolah karet dan sebagainya," jelas dia.
Saat ini, UPPB binaan Tropenbos telah melibatkan sekitar 100-121 petani. Selain karet, unit tersebut mulai memasarkan produk kopi, tangkawang, jengkol, petai, hingga kepahyang.
Baca juga: Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Dalam kesempatan itu, dia menyoroti tantangan implementasi agroforestri di dalam negeri antara lain terbatasnya unit produksi, penyuluhan, serta akses tanah. Lalu ekosistem bisnis, dan minimnya kurangnya dukungan multi-sektor terhadap agroforestri.
"Oleh karena itu hari ini kami membahas tentang bagaimana membangun dukungan kebijakan multi-sektor terhadap agroforestry intensif," papar Edi.
"Tujuannya adalah untuk membuat, menyusun sebuah legal drafting, bagaimana nanti kita membangun sebuah kebijakan multi-sektor yang mendukung adanya intensif agroforestri," imbuh dia.
Sebagai informasi, agroforestri intensif mengombinasikan tanaman tahunan dan tanaman pangan. Sistem ini dinilai dapat menjaga cadangan karbon sekaligus meningkatkan ketahanan pangan dan kesejahteraan petani.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya