JAKARTA, KOMPAS.com - Gelondongan kayu terdampar di berbagai tempat usai terbawa arus banjir bandang yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.
Terbaru, di tengah situasi itu, kayu gelondongan sebanyak 4.800 meter kubik terdampar di bibir Pantai Tanjung Setia, Kabupaten Pesisir Barat.
Di bagian bekas pemotongan kayu gelondongan tersebut, tertera barcode berwarna kuning dengan kop 'Kementerian Kehutnan Republik Indonesia' dan nama perusahaannya.
Baca juga: Hadapi Regulasi Anti-Deforestasi UE, Sawit dan Kayu Indonesia Dilacak hingga ke Kebunnya
Tepat di bawah barcode, tertampang tulisan SVLK atau singkatan dari sistem verifikasi legalitas kayu, yang merupakan mekanisme untuk memastikan produk kayu berasal dari sumber yang legal.
Namun, aktivitas penebangan pohon, secara legal maupun ilegal, berkontribusi terhadap banjir bandang di Sumatera. Ini mengingat tingkat pembukaan tutupan hutan sudah melampaui ambang batas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup (D3TLH).
Luasnya pembukaan hutan disebabkan terlalu banyak penerbitan izin-izin untuk kegiatan ekstraktif seperti pertambangan, perkebunan sawit, dan hutan tanaman industri (HTI), yang menganggu D3TLH.
Di sisi lain, penerbitan izin-izin tersebut juga menurunkan atau mendegradasi fungsi hutan. Misalnya, jika fungsi hutan dalam daerah aliran sungai (DAS) berjalan dengan baik, kawasan hulu maupun hilir akan terlindungi.
Namun, kalau sudah terdegradasi fungsi hutannya, maka ekosistem dalam DAS tidak akan mampu menahan air hujan agar meresap ke dalam tanah, serta mencegah erosi dan longsor.
Ketika siklon tropis Senyar datang, curah hujan ekstrem mengguyur daerah-daerah dengan D3TLH sudah menyusut, yang terjadi banjir bandang.
"Ketika siklon tropis yang juga berasal dari dampak aktivitas manusia yang mempengaruhi iklim global membawa curah hujan hampir 300 mm. Jadi, seperti hujan selama satu bulan itu dicurahkan dalam sehari di saat D3TLH sudah terbatas, sehingga (air) mengalir semua ke sungai," ujar Ketua Tim Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Arie Rompas kepada Kompas.com, Selasa (9/12/2025).
Topografi sungai-sungai di Sumatera umumnya pendek dan curam. Imbasnya, karakteristik banjir bandang di Sumatera biasanya membawa material tanah atau longsor, termasuk lumpur, sedimen, dan kayu.
Penebangan hutan secara legal pada masa Orde Baru disebut hak pengusahaan hutan (HPH). HPH diberikan kepada perusahaan yang mengambil kayu dengan menggunakan sistem tebang pilih.
HPH dengan sistem tebang pilih berskala besar telah mendegradasi fungsi hutan secara perlahan, yang pada akhirnya menggeser statusnya dari hutan primer ke hutan sekunder.
Setelah Orde Baru tumbang, HPH berubah menjadi izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu - hutan alam (IUPHHK-HA) dan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu - hutan tanaman (IUPHHK-HT).
"Izin-izin tersebut dikeluarkan oleh Kementerian Kehutanan dan itu legal. Itu dulu jutaan hektar izin dikeluarkan sejak zaman Soeharto sampai sekarang masih dikeluarkan izinnya. Tapi, memang banyak izin yang dikeluarkan memiliki masa hingga 50 tahunan," tutur Arie.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya