Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belajar dari Sulawesi Tengah, Membaca Peran Perempuan Ketika Bencana Menguji

Kompas.com, 12 Desember 2025, 23:18 WIB
Sri Noviyanti

Penulis

“Keterlambatan layanan reproduksi bukan hanya soal medis. Ini bisa menjadi bentuk kekerasan struktural,” ujarnya.

Pengalaman Sulawesi Tengah menunjukkan pola yang sama, sebelum tenda Kespro dan ruang ramah perempuan berdiri, perempuan terombang-ambing dalam ketidakpastian.

Karena sistem formal lambat, perempuan membangun perlindungan informal. Mereka membentuk kelompok penjaga, saling mengantar ke MCK, menjaga anak-anak, hingga saling memperingatkan jika ada orang mencurigakan.

Pelajaran dari Sulawesi Tengah

Menurut Dinar, pengalaman panjang perempuan di tengah krisis berlapis menjadi pengingat bahwa perlindungan perempuan tidak boleh dimulai saat bencana sudah terjadi.

Sebaliknya, rencana kesiapsiagaan harus memasukkan kebutuhan perempuan sejak awal, termasuk jalur evakuasi yang mempertimbangkan keselamatan perempuan dan anak, penerangan memadai di pengungsian, petugas terlatih perspektif gender, mekanisme pelaporan yang mudah diakses, hingga informasi layanan KBG yang ditempel di setiap tenda.

Regulasi sebenarnya sudah ada, yakni Peraturan Menteri (Permen) Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Nomor 8 Tahun 2024 tentang Pelindungan Perempuan dan Anak dari Kekerasan Berbasis Gender dalam Penanggulangan Bencana 2024 yang telah menetapkan standar minimal pencegahan dan penanganan kekerasan berbasis gender (PPKPG) dalam penanggulangan bencana, mulai dari layanan 24 jam hingga keberadaan ruang ramah perempuan. Namun, implementasinya belum merata.

Data Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) 2024 juga mengingatkan betapa gentingnya persoalan ini. Sebab, satu dari empat perempuan Indonesia usia 15–64 tahun pernah mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual.

Menurut Dinar, dinas kesehatan di setiap daerah sebenarnya memiliki Paket Pelayanan Awal Minimum (PPAM) untuk kondisi darurat, termasuk perlindungan dari kekerasan seksual. Namun, tanpa sosialisasi massif dan rutin, informasi ini jarang diketahui masyarakat.

“Padahal, nomor layanan yang di tempel di camp-camp pengungsian itu bisa menyelamatkan nyawa,” tegasnya.

Sayangnya, kata Dinar lagi, banyak pula perempuan tidak sadar bahwa yang mereka alami adalah kekerasan.

“Kalau pun sadar, mereka tidak tahu harus melapor ke mana. Itulah mengapa pemberdayaan bukan sekadar pelatihan, tetapi membangun kesadaran kritis,” ujarnya.

Dinar menyayangkan, norma kerap menempatkan perempuan sebagai pihak yang harus mengalah terhadap banyak hal. Terlebih, perempuan juga memiliki kecenderungan terlalu percaya kepada orang lain.

“Daya kritis mereka tak terasah dengan baik sehingga membuat mereka sulit mengenali risiko (saat dalam bahaya)," ujarnya.

Pada momen peringatan 16 HAKTP, Indonesia perlu belajar dari Sulawesi Tengah dengan memahami bahwa dalam negeri yang rawan bencana ini, kita tidak bisa lagi menempatkan perempuan di pinggir. Perempuan harus berada di pusat perencanaan, pusat pengambilan keputusan, dan pusat pemulihan.

Karena ketika perempuan dilindungi, komunitas selamat. Ketika perempuan diberdayakan, bencana bisa dihadapi dengan lebih manusiawi.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Menjaga Bumi Nusantara Melalui Kearifan Lokal
Menjaga Bumi Nusantara Melalui Kearifan Lokal
Pemerintah
Tingkatkan Produktivitas Lahan, IPB Latih Petani Kuasai Teknik Agroforestri
Tingkatkan Produktivitas Lahan, IPB Latih Petani Kuasai Teknik Agroforestri
Pemerintah
Desa Utak Atik di Serangan Bali Hadirkan Inovasi Lampu Nelayan hingga Teknologi Hijau
Desa Utak Atik di Serangan Bali Hadirkan Inovasi Lampu Nelayan hingga Teknologi Hijau
LSM/Figur
Pasca-Siklon Senyar, Ilmuwan Khawatir Populasi Orangutan Tapanuli Makin Terancam
Pasca-Siklon Senyar, Ilmuwan Khawatir Populasi Orangutan Tapanuli Makin Terancam
Pemerintah
Adaptasi Perubahan Iklim, Studi Temukan Beruang Kutub Kembangkan DNA Unik
Adaptasi Perubahan Iklim, Studi Temukan Beruang Kutub Kembangkan DNA Unik
Pemerintah
Permintaan Meningkat Tajam, PBB Peringatkan Potensi Krisis Air
Permintaan Meningkat Tajam, PBB Peringatkan Potensi Krisis Air
Pemerintah
Bibit Siklon Tropis Terpantau, Hujan Lebat Diprediksi Landa Sejumlah Wilayah
Bibit Siklon Tropis Terpantau, Hujan Lebat Diprediksi Landa Sejumlah Wilayah
Pemerintah
Masyarakat Adat Terdampak Ekspansi Sawit, Sulit Jalankan Tradisi hingga Alami Kekerasan
Masyarakat Adat Terdampak Ekspansi Sawit, Sulit Jalankan Tradisi hingga Alami Kekerasan
LSM/Figur
Limbah Cair Sawit dari RI Diterima sebagai Bahan Bakar Pesawat Berkelanjutan
Limbah Cair Sawit dari RI Diterima sebagai Bahan Bakar Pesawat Berkelanjutan
LSM/Figur
BRIN Catat Level Keasaman Laut Paparan Sunda 2 Kali Lebih Cepat
BRIN Catat Level Keasaman Laut Paparan Sunda 2 Kali Lebih Cepat
Pemerintah
Belajar dari Sulawesi Tengah, Membaca Peran Perempuan Ketika Bencana Menguji
Belajar dari Sulawesi Tengah, Membaca Peran Perempuan Ketika Bencana Menguji
LSM/Figur
ILO Dorong Literasi Keuangan Untuk Perkuat UMKM dan Pekerja Informal Indonesia
ILO Dorong Literasi Keuangan Untuk Perkuat UMKM dan Pekerja Informal Indonesia
Pemerintah
ULM dan Unmul Berkolaborasi Berdayakan Warga Desa Penggalaman lewat Program Kosabangsa
ULM dan Unmul Berkolaborasi Berdayakan Warga Desa Penggalaman lewat Program Kosabangsa
Pemerintah
PLTS 1 MW per Desa Bisa Buka Akses Energi Murah, tapi Berpotensi Terganjal Dana
PLTS 1 MW per Desa Bisa Buka Akses Energi Murah, tapi Berpotensi Terganjal Dana
LSM/Figur
Bulu Babi di Spanyol Terancam Punah akibat Penyakit Misterius
Bulu Babi di Spanyol Terancam Punah akibat Penyakit Misterius
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau