Saat ini, PT SKM sudah menyediakan lebih dari 20 persen luas hak guna usaha (HGU)-nya untuk perkebunan plasma bagi petani rakyat.
Dengan kemitraan satu atap, lahan perkebunan plasma petani sawit rakyat dikelola tenaga kerja profesional dengan menajemen budi daya PT SKM, yang menerapkan praktik pengelolaan terbaiknya (best management practices) secara konsisten.
Kesamaan perlakuan disebut akan menyebabkan kualitas dan kuantitas hasil panen petani sawit rakyat akan serupa dengan perkebunan inti atau milik PT SKM. Misalnya, memakai bibit dari varietas unggul, yang memungkinkan petani sawit rakyat bisa merasakan keuntungan lebih banyak selama 25 tahun ke depan sesuai siklus replanting.
Kemitraan satu atap juga memungkinkan petani sawit rakyat mengatasi berbagai kendala lain terkait keterbatasan modal, seperti kebutuhan pupuk, sampai infrastruktur pengelolaan dan pemasaran. Apalagi, biaya pembukaan lahan dapat mencapai Rp 60 juta per hektar.
"Sejak (penanaman kelapa sawit pada) 2017, beberapa tahun setelahnya produksinya itu (sebesar) 14 ton (pada 2022). Mungkin, kalau digarap sendiri oleh petani, bisa jadi hanya 40-50 persen saja (dari hasil tersebut)," ujar Syahrial.
Dalam model kemitraan ini, petani sawit rakyat disebut hanya terima "beres". Bahkan, petani sawit rakyat disebut bisa memperoleh penghasilan tambahan dengan menjadi tenaga kerja PT SKM, dengan syarat mengikuti prosedur operasional (SOP) perusahaan dalam mengelola perkebunan plasma.
Baca juga: Ada Penumpang Gelap di Balik Kebun Sawit yang Kepung Taman Nasional Tesso Nilo
Estate Manager PT SKM, Syahrial Purba mengatakan, tanaman penutup tanah atau legume cover crop (LCC) dapat mengurangi penggunaan herbisida karena menekan pertumbuhan gulma. LCC juga melindungi tanah dari penyinaran langsung sinar matahari lebih dari 80 persen. Saat tanaman kelapa sawit sudah berusia lebih dari 5 tahun, pelepah kelapa sawit akan menutupi sinar matahari dan LCC akan mati membusuk menjadi pupuk organik. Selain itu, LCC dipakai kebun plasma PT SKM untuk menjaga kelembaban tanah, melindungi tanah air hujan secara langsung, mengurangi aliran permukaan, serta meningkatkan kesuburan tanah.Selain pengelolaan area bernilai konservasi tinggi (HCV), melalui program TAP untuk Negeri juga mendukung kelompok tani peduli api (KTPA). PT SKM berupaya mengatasi permasalahan petani sawit rakyat yang membuka lahan dengan cara dibakar.
PT SKM perlu memitigasi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dengan mengajak masyarakat dari desa-desa setempat untuk menghindari kebiasaan tersebut.
"Karena api dari lahan petani dapat menjalar pula ke perkebunan perusahaan sehingga di desa-desa didorong untuk memiliki 'pemadam kebakaran'," ucapnya.
PT SKM melatih dan menyediaan sarana prasaran untuk mendukung program Desa Makmur Peduli Api (DMPA). PT SKM akan memberikan uang tunai senilai puluhan juta per desa untuk DMPA yang tidak ada pembakaran (zero fire).
Misalnya, PT SKM telah menyerahkan Rp 50 juta kepada dua desa pada 2024 lalu, yang dananya dimasukkan ke bumdes (badan usaha milik desa) agar bisa memutarkan perekonomian lokal. Salah satunya, dana tersebut digunakan untuk membuat peternakan ayam.
TAP untuk Negeri juga memilki program lain yang bergera di bidang pendidikan, kesehatan, konservasi, sampai sosial-ekonomi.
Baca juga: Di Balik Sunyi Rawa Gambut Ketapang: Perjuangan Warga Menantang Api Karhutla
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya