Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Interpol Sita 30.000 Satwa dan Tanaman Ilegal di 134 Negara, Perdagangan Daging Meningkat

Kompas.com, 15 Desember 2025, 19:16 WIB
Monika Novena,
Ni Nyoman Wira Widyanti

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Lebih dari 30.000 satwa hidup, serta tumbuhan dan kayu yang dilindungi, disita Interpol selama operasi penindakan global perdagangan satwa liar dan kehutanan ilegal.

Penyitaan dilakukan selama operasi terkoordinasi dari pertengahan September 2025 sampai pertengahan Oktober 2025, yang melibatkan polisi, bea cukai, petugas keamanan perbatasan, serta otoritas kehutanan dan satwa liar di 134 negara, dilansir dari Down to Earth, Senin (15/12/2025).

Baca juga: 

Operasi tersebut berhasil mengamankan ribuan hewan dan tumbuhan yang dilindungi, puluhan ribu meter kubik kayu yang ditebang secara ilegal, dan lebih dari 30 ton rempah-rempah yang terdaftar sebagai spesies yang terancam punah berdasarkan Konvensi Perdagangan Internasional Spesies Hewan dan Tumbuhan Liar yang Terancam Punah (CITES).

"Meskipun penyitaan satwa hidup mencapai rekor tertinggi tahun ini, didorong terutama oleh permintaan akan hewan peliharaan eksotis, sebagian besar perdagangan satwa liar melibatkan sisa-sisa hewan, bagian tubuh, dan produk turunannya, yang sering digunakan dalam obat tradisional atau makanan khusus," tulis pernyataan dari Interpol, dikutip dari AFP.

Perdagangan daging satwa liar yang ilegal meningkat

Interpol menyita lebih dari 30.000 satwa hidup, tanaman, dan kayu yang dilindungi dalam operasi global 2025. SHUTTERSTOCK/VOLODYMYR BURDIAK Interpol menyita lebih dari 30.000 satwa hidup, tanaman, dan kayu yang dilindungi dalam operasi global 2025.

Interpol menyatakan, operasi tersebut juga mengungkap peningkatan perdagangan ilegal daging hewan liar, khususnya dari daerah tropis.

Beberapa contohnya adalah otoritas Belgia mengamankan daging primata, otoritas Kenya menyita lebih dari 400 kilogram daging jerapah, serta penegak hukum Tanzania menyita daging dan kulit zebra ditambah antelop senilai 10.000 dollar Amerika Serikat (sekitar Rp 166,8 juta).

“Secara global, rekor 5,8 ton daging hewan liar disita, dengan peningkatan kasus yang signifikan dari Afrika ke Eropa,” bunyi keterangan dari Interpol.

Sebagai informasi, operasi ini bertujuan menyita dan membongkar perdagangan ilegal satwa liar serta produk hutan yang diperkirakan bernilai hingga 20 miliar dollar per tahun.

Pihak berwenang pun memperingatkan, skala perdagangan yang sesungguhnya kemungkinan lebih tinggi, mengingat sifatnya yang tersembunyi.

Baca juga: 4 Pemburu Satwa Liar di TN Merbabu Terancam 15 Tahun Penjara

Interpol menyita lebih dari 30.000 satwa hidup, tanaman, dan kayu yang dilindungi dalam operasi global 2025. SHUTTERSTOCK/Andrey Bocharov Interpol menyita lebih dari 30.000 satwa hidup, tanaman, dan kayu yang dilindungi dalam operasi global 2025.

Interpol menambahkan, operasi tersebut menyoroti ancaman yang semakin besar terhadap spesies yang lebih kecil dan tumbuhan. Secara khusus, terjadi peningkatan tajam dalam perdagangan arthropoda eksotis.

Contohnya, dalam operasi ini pihak berwenang di Indonesia menyita burung dan arthropoda, termasuk kupu-kupu, laba-laba, dan kelabang.

"Hampir 10.500 kupu-kupu, laba-laba, dan serangga, banyak yang dilindungi di bawah CITES disita di seluruh dunia," tulis pernyataan Interpol.

"Meskipun ukurannya kecil, makhluk-makhluk ini memainkan peran ekologis yang vital. Pengambilan mereka mengganggu rantai makanan dan memperkenalkan spesies invasif atau penyakit, menimbulkan risiko biosekuriti dan kesehatan masyarakat yang serius," tambah Interpol.

Baca juga: Pergerakan Manusia Melampaui Total Migrasi Satwa Liar, Apa Dampaknya?

Perdagangan tanaman ilegal capai rekor tertinggi

Interpol menyita lebih dari 30.000 satwa hidup, tanaman, dan kayu yang dilindungi dalam operasi global 2025. pixabay.com Interpol menyita lebih dari 30.000 satwa hidup, tanaman, dan kayu yang dilindungi dalam operasi global 2025.

Perdagangan tanaman ilegal juga mencapai rekor tertinggi pada tahun 2025. Lebih dari 10 ton tanaman hidup dan turunan tanaman disita, sebagian besar didorong oleh permintaan dari pasar hortikultura dan kolektor.

Penebangan ilegal tetap menjadi perhatian utama. Interpol menyampaikan, kayu ilegal diperkirakan mencapai antara 15 persen dan 30 persen dari seluruh kayu yang diperdagangkan secara global, dengan dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan yang signifikan.

Meskipun jumlah penyitaan hewan hidup meningkat tajam tahun ini karena tren hewan peliharaan eksotis, mayoritas perdagangan satwa liar ilegal masih berputar pada penjualan bagian-bagian hewan dan turunannya yang digunakan untuk tujuan pengobatan dan makanan.

Sekretaris Jenderal Interpol, Valdecy Urquiza mengatakan, operasi tersebut sekali lagi mengungkap skala dan kecanggihan jaringan kriminal di balik perdagangan ilegal satwa liar dan hasil hutan.

“Jaringan-jaringan ini semakin bersinggungan dengan bentuk-bentuk kejahatan serius lainnya, mulai dari perdagangan narkoba hingga eksploitasi manusia,” kata Urquiza.

“Mereka menargetkan spesies yang rentan, merusak supremasi hukum, dan membahayakan masyarakat di seluruh dunia,” tambahnya.

Baca juga: 

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Riset CELIOS: Lapangan Kerja dari Program MBG Terbatas dan Tak Merata
Riset CELIOS: Lapangan Kerja dari Program MBG Terbatas dan Tak Merata
LSM/Figur
Presiden Prabowo Beri 20.000 Hektar Lahan di Aceh untuk Gajah
Presiden Prabowo Beri 20.000 Hektar Lahan di Aceh untuk Gajah
Pemerintah
IWGFF: Bank Tak Ikut Tren Investasi Hijau, Risiko Reputasi akan Tinggi
IWGFF: Bank Tak Ikut Tren Investasi Hijau, Risiko Reputasi akan Tinggi
LSM/Figur
MBG Bikin Anak Lebih Aktif, Fokus, dan Rajin Belajar di Sekolah?, Riset Ini Ungkap Persepsi Orang Tua
MBG Bikin Anak Lebih Aktif, Fokus, dan Rajin Belajar di Sekolah?, Riset Ini Ungkap Persepsi Orang Tua
LSM/Figur
Mikroplastik Bisa Sebarkan Patogen Berbahaya, Ini Dampaknya untuk Kesehatan
Mikroplastik Bisa Sebarkan Patogen Berbahaya, Ini Dampaknya untuk Kesehatan
LSM/Figur
Greenpeace Soroti Krisis Iklim di Tengah Minimnya Ruang Aman Warga Jakarta
Greenpeace Soroti Krisis Iklim di Tengah Minimnya Ruang Aman Warga Jakarta
LSM/Figur
Interpol Sita 30.000 Satwa dan Tanaman Ilegal di 134 Negara, Perdagangan Daging Meningkat
Interpol Sita 30.000 Satwa dan Tanaman Ilegal di 134 Negara, Perdagangan Daging Meningkat
Pemerintah
PHE Konsisten Lestarikan Elang Jawa di Kamojang Jawa Barat
PHE Konsisten Lestarikan Elang Jawa di Kamojang Jawa Barat
Pemerintah
Indeks Investasi Hijau Ungkap Bank Nasional di Posisi Teratas Jalankan ESG
Indeks Investasi Hijau Ungkap Bank Nasional di Posisi Teratas Jalankan ESG
LSM/Figur
Korea Selatan Larang Label Plastik di Botol Air Minum per Januari 2026
Korea Selatan Larang Label Plastik di Botol Air Minum per Januari 2026
Pemerintah
Aturan Baru Uni Eropa, Wajibkan 25 Persen Plastik Daur Ulang di Mobil Baru
Aturan Baru Uni Eropa, Wajibkan 25 Persen Plastik Daur Ulang di Mobil Baru
Pemerintah
BRIN Soroti Banjir Sumatera, Indonesia Dinilai Tak Belajar dari Sejarah
BRIN Soroti Banjir Sumatera, Indonesia Dinilai Tak Belajar dari Sejarah
Pemerintah
KLH Periksa 8 Perusahaan Diduga Picu Banjir di Sumatera Utara
KLH Periksa 8 Perusahaan Diduga Picu Banjir di Sumatera Utara
Pemerintah
Banjir Sumatera, BMKG Dinilai Belum Serius Beri Peringatan Dini dan Dampaknya
Banjir Sumatera, BMKG Dinilai Belum Serius Beri Peringatan Dini dan Dampaknya
LSM/Figur
Mengenal Kemitraan Satu Atap Anak Usaha TAPG di Kalimantan Tengah, Apa Itu?
Mengenal Kemitraan Satu Atap Anak Usaha TAPG di Kalimantan Tengah, Apa Itu?
Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau