KOMPAS.com - Lebih dari 30.000 satwa hidup, serta tumbuhan dan kayu yang dilindungi, disita Interpol selama operasi penindakan global perdagangan satwa liar dan kehutanan ilegal.
Penyitaan dilakukan selama operasi terkoordinasi dari pertengahan September 2025 sampai pertengahan Oktober 2025, yang melibatkan polisi, bea cukai, petugas keamanan perbatasan, serta otoritas kehutanan dan satwa liar di 134 negara, dilansir dari Down to Earth, Senin (15/12/2025).
Baca juga:
Operasi tersebut berhasil mengamankan ribuan hewan dan tumbuhan yang dilindungi, puluhan ribu meter kubik kayu yang ditebang secara ilegal, dan lebih dari 30 ton rempah-rempah yang terdaftar sebagai spesies yang terancam punah berdasarkan Konvensi Perdagangan Internasional Spesies Hewan dan Tumbuhan Liar yang Terancam Punah (CITES).
"Meskipun penyitaan satwa hidup mencapai rekor tertinggi tahun ini, didorong terutama oleh permintaan akan hewan peliharaan eksotis, sebagian besar perdagangan satwa liar melibatkan sisa-sisa hewan, bagian tubuh, dan produk turunannya, yang sering digunakan dalam obat tradisional atau makanan khusus," tulis pernyataan dari Interpol, dikutip dari AFP.
Interpol menyita lebih dari 30.000 satwa hidup, tanaman, dan kayu yang dilindungi dalam operasi global 2025. Interpol menyatakan, operasi tersebut juga mengungkap peningkatan perdagangan ilegal daging hewan liar, khususnya dari daerah tropis.
Beberapa contohnya adalah otoritas Belgia mengamankan daging primata, otoritas Kenya menyita lebih dari 400 kilogram daging jerapah, serta penegak hukum Tanzania menyita daging dan kulit zebra ditambah antelop senilai 10.000 dollar Amerika Serikat (sekitar Rp 166,8 juta).
“Secara global, rekor 5,8 ton daging hewan liar disita, dengan peningkatan kasus yang signifikan dari Afrika ke Eropa,” bunyi keterangan dari Interpol.
Sebagai informasi, operasi ini bertujuan menyita dan membongkar perdagangan ilegal satwa liar serta produk hutan yang diperkirakan bernilai hingga 20 miliar dollar per tahun.
Pihak berwenang pun memperingatkan, skala perdagangan yang sesungguhnya kemungkinan lebih tinggi, mengingat sifatnya yang tersembunyi.
Baca juga: 4 Pemburu Satwa Liar di TN Merbabu Terancam 15 Tahun Penjara
Interpol menyita lebih dari 30.000 satwa hidup, tanaman, dan kayu yang dilindungi dalam operasi global 2025. Interpol menambahkan, operasi tersebut menyoroti ancaman yang semakin besar terhadap spesies yang lebih kecil dan tumbuhan. Secara khusus, terjadi peningkatan tajam dalam perdagangan arthropoda eksotis.
Contohnya, dalam operasi ini pihak berwenang di Indonesia menyita burung dan arthropoda, termasuk kupu-kupu, laba-laba, dan kelabang.
"Hampir 10.500 kupu-kupu, laba-laba, dan serangga, banyak yang dilindungi di bawah CITES disita di seluruh dunia," tulis pernyataan Interpol.
"Meskipun ukurannya kecil, makhluk-makhluk ini memainkan peran ekologis yang vital. Pengambilan mereka mengganggu rantai makanan dan memperkenalkan spesies invasif atau penyakit, menimbulkan risiko biosekuriti dan kesehatan masyarakat yang serius," tambah Interpol.
Baca juga: Pergerakan Manusia Melampaui Total Migrasi Satwa Liar, Apa Dampaknya?
Interpol menyita lebih dari 30.000 satwa hidup, tanaman, dan kayu yang dilindungi dalam operasi global 2025. Perdagangan tanaman ilegal juga mencapai rekor tertinggi pada tahun 2025. Lebih dari 10 ton tanaman hidup dan turunan tanaman disita, sebagian besar didorong oleh permintaan dari pasar hortikultura dan kolektor.
Penebangan ilegal tetap menjadi perhatian utama. Interpol menyampaikan, kayu ilegal diperkirakan mencapai antara 15 persen dan 30 persen dari seluruh kayu yang diperdagangkan secara global, dengan dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan yang signifikan.
Meskipun jumlah penyitaan hewan hidup meningkat tajam tahun ini karena tren hewan peliharaan eksotis, mayoritas perdagangan satwa liar ilegal masih berputar pada penjualan bagian-bagian hewan dan turunannya yang digunakan untuk tujuan pengobatan dan makanan.
Sekretaris Jenderal Interpol, Valdecy Urquiza mengatakan, operasi tersebut sekali lagi mengungkap skala dan kecanggihan jaringan kriminal di balik perdagangan ilegal satwa liar dan hasil hutan.
“Jaringan-jaringan ini semakin bersinggungan dengan bentuk-bentuk kejahatan serius lainnya, mulai dari perdagangan narkoba hingga eksploitasi manusia,” kata Urquiza.
“Mereka menargetkan spesies yang rentan, merusak supremasi hukum, dan membahayakan masyarakat di seluruh dunia,” tambahnya.
Baca juga:
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya