KOMPAS.com - Para ilmuwan memperingatkan, tanpa perubahan jadwal yang signifikan, panas ekstrem dapat membahayakan pemain dan penggemar Piala Dunia 2026.
Beberapa pihak pun berpendapat bahwa FIFA mungkin perlu mempertimbangkan penyesuaian kalender sepak bola untuk mengurangi risiko terkena penyakit terkait suhu panas.
"Seiring berjalannya waktu, risiko terkait panas ekstrem di Piala Dunia akan semakin besar. Untuk menghadapinya, diperlukan langkah drastis seperti memindahkan jadwal turnamen ke bulan-bulan musim dingin atau ke lokasi dengan iklim yang lebih dingin," papar Profesor Piers Forster, direktur Priestley Centre for Climate Futures di Leeds, Inggris, dikutip dari Euro News, Rabu (16/7/2025).
"Saya semakin khawatir tragedi di dunia olahraga akibat gelombang panas akan segera terjadi. Saya ingin melihat pengelola olahraga lebih serius memperhatikan pengetahuan iklim dan kesehatan," katanya lagi.
Tradisi menggelar turnamen sepak bola besar, termasuk Piala Dunia, di bulan Juni dan Juli sudah ada sejak Piala Dunia pertama tahun 1930.
Baca juga: Emisi Karbon Industri Sepak Bola Dunia Setara dengan Satu Negara
Namun sejak tahun 1930, musim panas di seluruh dunia sudah lebih panas 1,05 derajat Celsius, dan di Eropa bahkan naik 1,81 derajat Celsius. Peningkatan suhu ini makin cepat terjadi sejak tahun 1990-an.
Ilmuwan iklim pun menekankan pentingnya mempertimbangkan kenaikan suhu saat bermain olahraga luar ruangan berintensitas tinggi seperti sepak bola.
"Jika ingin bermain sepak bola selama 10 jam sehari, waktu tersebut harus pagi-pagi sekali dan sore hari. Kalau tidak pemain dan penonton bisa terkena dampak sengatan panas atau kelelahan akibat panas," kata ahli iklim Friederike Otto dari Imperial College, London.
Serikat pemain sepak bola global, FIFPRO, telah memperingatkan bahwa enam dari 16 kota tuan rumah Piala Dunia tahun depan berada pada "risiko sangat tinggi" terhadap tekanan panas.
Presiden FIFA Gianni Infantino menanggapi kekhawatiran tersebut dengan menyatakan bahwa stadion-stadion Piala Dunia yang tertutup akan dipakai untuk pertandingan siang hari tahun depan, sebagai solusi menghadapi cuaca panas.
Panas ekstrem juga dapat menjadi tantangan yang lebih besar lagi pada Piala Dunia berikutnya di tahun 2030, yang akan diselenggarakan bersama oleh Spanyol, Portugal, dan Maroko.
Meskipun pertandingan dijadwalkan sore dan malam di bulan Juni-Juli, ketiga negara ini sudah sering alami suhu di atas 40 derajat Celsius di musim panas.
Padahal bermain sepak bola penuh selama 90 menit di bawah terik matahari siang hari bisa sangat berbahaya dan berisiko menyebabkan hipertermia, kondisi suhu tubuh yang terlalu tinggi.
Baca juga: Bagaimana UEFA Membuat Sepak Bola Eropa Berkelanjutan?
"Ketika pemain mengalami hipertermia, mereka juga mengalami peningkatan tekanan kardiovaskular," kata Julien Périard dari Universitas Canberra.
"Jika suhu inti meningkat secara berlebihan, penyakit panas akibat aktivitas fisik dapat terjadi, yang menyebabkan kram otot, kelelahan akibat panas, dan bahkan serangan panas yang mengancam jiwa," ujarnya.
Namun, pertandingan Piala Dunia jarang dimulai pagi hari karena jadwalnya diatur agar sesuai dengan jam tayang penonton TV di Eropa.
FIFA juga akan sulit menghindari pertandingan Piala Dunia siang hari karena jadwalnya semakin padat dengan penambahan jumlah tim peserta menjadi 48 pada tahun 2026.
Sementara menggeser jadwal Piala Dunia itu susah karena akan mengganggu liga-liga besar di Eropa, termasuk Liga Champions dan liga domestik mereka, yang sedang berjalan.
Penentuan jadwal dan lokasi Piala Dunia serta acara olahraga outdoor lainnya pun akan makin rumit dan mendesak di masa depan karena suhu Bumi terus meningkat.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya