JAKARTA, KOMPAS.com — Upaya mengurangi sampah plastik bisa dilakukan dengan memanfaatkannya sebagai bahan campuran aspal.
Gagasan ini dinilai sebagai langkah yang tidak hanya menanggulangi limbah, tetapi juga mendorong praktik ekonomi sirkular yang lebih berkelanjutan.
Muslim Mahardika, Dosen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM), menjelaskan bahwa plastik, khususnya kantong kresek, memiliki potensi besar sebagai bahan campuran aspal karena asal-usulnya yang serupa.
“Kantong plastik berasal dari minyak bumi, sama seperti aspal yang merupakan residu pengolahan minyak,” ujar Muslim, sebagaimana dikutip dari keterangan tertulis di laman UGM, Kamis (16/7/2025).
Menurut Muslim, campuran plastik sebanyak 6 persen dalam aspal terbukti efektif, baik dari sisi kekuatan material maupun dampak pengurangan sampah plastik.
Baca juga: Dorong Daur Ulang Plastik di Sekolah, Mesin Penukar Sampah Pertama Hadir di Sukabumi
Terlebih, kantong plastik termasuk jenis limbah yang sulit didaur ulang dan kerap mencemari lingkungan, terutama laut.
Sejak 2019, tim UGM telah mengembangkan mesin pencacah plastik untuk mendukung inisiatif ini.
Mesin tersebut dirancang sesederhana mungkin agar bisa dioperasikan masyarakat umum tanpa pelatihan teknis yang rumit. Inovasi ini telah diterapkan di Kulon Progo melalui hibah mesin yang bekerja sama dengan PT Barata Indonesia.
Di sana, masyarakat mengumpulkan dan mencacah plastik kresek untuk kemudian dikirim ke Kementerian PUPR sebagai bahan campuran aspal.
Meski begitu, penggunaan mesin pencacah menghadapi sejumlah tantangan teknis. Beberapa limbah non-kresek seperti kerikil atau paku kerap terbawa masuk dan merusak mesin.
Baca juga: Ekonomi Global Kurang Sirkular Meski Upaya Daur Ulang Meningkat
Namun secara keseluruhan, pendekatan ini dinilai lebih ramah lingkungan dibanding membiarkan plastik mencemari ekosistem.
“Kalau tidak digunakan, plastik kresek justru lebih berbahaya bagi lingkungan,” tegas Muslim.
Ia meyakini, jika proyek ini diperluas, maka plastik yang selama ini dianggap limbah bisa berubah menjadi komoditas bernilai dalam sistem ekonomi sirkular untuk campuran aspal.
Maka dari itu, ia menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor. Perguruan tinggi bisa menyumbangkan inovasi, industri membantu penerapan teknologi, pemerintah daerah menetapkan regulasi, dan masyarakat berperan dalam memilah serta menyetorkan sampah ke bank sampah.
Dengan dukungan ekosistem yang saling terhubung, inisiatif ini berpeluang menjadi solusi yang berkelanjutan, baik untuk infrastruktur maupun lingkungan.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya