HALMAHERA SELATAN, KOMPAS.com - Pelaksanaan initial public offering (IPO) dengan nilai emisi besar selalu menyita perhatian publik.
Salah satunya adalah PT Trimegah Bangun Persada (TBP), entitas Harita Nickel Group. Perusahaan dengan kode saham NCKL ini merupakan entitas pertambangan dan hilirisasi terintegrasi.
TBP akan melepas sebanyak-banyaknya 12,1 lembar miliar saham atau setara dengan maksimal 18 persen dari modal ditempatkan dan disetor ke publik setelah IPO dengan nilai nominal Rp 1.250 per saham.
Penawaran awal atau book building saham ini dimulai pada 15-24 Maret 2023. Adapun pencatatan saham TBP di Bursa Efek Indonesia (BEI) ditargetkan terlaksana pada 12 April 2023.
Baca juga: Revisi Perpres Rencana Tata Ruang KPN di Kalimantan Harus Berwawasan Lingkungan
Presiden Direktur Trimegah Bangun Persada Roy A Arfandy mengatakan, lewat aksi korporasi itu perseroan berharap dapat meraup dana segar sekitar 650 juta dollar AS atau sekitar Rp 9,7 triliun.
"Untuk mendukung penyelesaian konstruksi proyek, menambah kapasitas produksi, melunasi sebagian pinjaman perseroan, serta tambahan modal kerja perseroan," katanya dalam siaran pers, Jumat (17/3/2023).
Roy menjelaskan, TBP merupakan perusahaan dengan kemampuan hulu dan hilir yang mumpuni dalam industri nikel, di mana perusahaan telah beroperasi 10 tahun di Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara.
Saat ini TBP mengoperasikan dua proyek pertambangan nikel laterit aktif seluas 5.523,99 hektar di Desa Kawasi, Halmahera Selatan, Maluku Utara melalui dua konsesi pertambangan.
Nah, tepat sebulan jelang IPO, TBP mendapatkan status "taat" pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Maluku Utara pada 12 Maret 2023.
Status "taat" ini disematkan berdasarkan hasil evaluasi terhadap Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL) dari usaha dan atau kegiatan.
Selain TBP, empat entitas Harita Group lainnya juga memeroleh penilaian sama, yakni PT Gane Permai Sentosa (PT GPS), PT Obi Anugerah Mineral (PT OAM), PT Budhi Jaya Mineral (PT BJM) dan PT Jikodolong Megah Pertiwi (PT JMP).
Harita dianggap memiliki komitmen penuh dalam pengelolaan lingkungan. Sesuai berita acara yang dibuat DLH Provinsi Maluku Utara, semua Izin Usaha Pertambangan (IUP) Harita, termasuk PT TPB memiliki perizinan lingkungan yang disyaratkan. Termasuk izin pengelolaan dan pemanfaatan limbah.
"Pengujian terhadap parameter baku mutu lingkungan hidup hasilnya tidak mengindikasikan adanya pelanggaran," ujar Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Maluku Utara Yusra Hi. Noho, dalam rilis yang diterima Kompas.com, Jumat (7/4/2023).
Evaluasi dilakukan terhadap emisi, udara ambien, kebisingan dan sejumlah titik pembuangan air limbah baik domestik maupun kegiatan tambang. Hasilnya, kelima entitas tersebut dinilai memenuhi Baku Mutu.
Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup (Permen LH) Nomor 9 Tahun 2006 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pertambangan Bijih Nikel, ada 11 parameter yang harus diukur.
Yusra menjelaskan, dari 11 parameter tersebut, Harita Nickel memenuhi standar baku mutu.
"Bahkan, PT TBP melakukan pemasangan alat SPARING atau pemantauan menerus dan Continuous Emission Monitoring System (CEMS) pada lokasi titik penaatan,” imbuhnya.
Corporate Affairs Manager Harita Nickel Anie Rahmi menuturkan, Perusahaan mengikuti semua arahan pengawas dan pembina.
Selain patuh pada RKL-RPL, sistem operasional penambangan yang dilakukan Harita Nickel juga senantiasa mengedepankan praktek penambangan terbaik dengan mengacu pada ISO 45001: 2018 dan sistem manajemen keselamatan penambangan (SMKP).
"Harita Nickel juga mengacu kepada Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) dari Kemenakertrans RI untuk seluruh fasilitas pengolahan dan pemurnian nikel," ungkap Anie.
Kewajiban konservasi Daerah Aliran Sungai (DAS) juga telah dilakukan perusahaan sebagai wujud komitmen perlindungan wilayah daratan.
Menurut Anie, DAS berperan penting dalam terbentuknya ekosistem vegetasi, tanah, air dan manusia. Salah satu wilayah yang menjadi area implementasi program rehabilitasi DAS adalah di desa Galala, Pulau Mandioli, Halmahera Selatan.
“Lokasi DAS di area tersebut telah kami serahkan peruntukannya kepada pemerintah karena dinilai telah sukses melakukan rehabilitasi DAS di area seluas 517 hektar," ucap Anie.
Penulis: Aprilia Ika
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya