Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

FAO: Ada 6.000 Tanaman Pangan, Mirisnya Kita Tergantung pada 9 Jenis

Kompas.com, 3 April 2025, 14:00 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Laporan Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) yang dipublikasikan 24 Maret 2025 lalu mengungkap potensi ancaman signifikan terhadap keanekaragaman sumber daya genetik tanaman pangan dan pertanian.

Menurut laporan itu, meski ada 6.000 spesies tanaman yang dibudidayakan, 60 persen produksi pangan dunia hanya bergantung pada sembilan jenis tanaman.

Sembilan tanaman pangan yang dimaksud adalah tebu, jagung, beras, gandum, kentang, kedelai, kelapa sawit, bit gula, dan singkong.

Artinya, berbagai tanaman yang bisa digunakan untuk makanan dan pertanian bisa semakin berkurang.

Selain itu, ketergantungan terhadap beberapa tanaman ini akan sangat berbahaya karena dapat mengganggu sistem pangan global.

Laporan Third Report on the State of the World’s Plant Genetic Resources for Food and Agriculture (SoW3) tersebut didasarkan pada informasi yang diberikan oleh 128 negara dan empat pusat penelitian regional serta 13 pusat penelitian internasional.

Baca juga: Studi: Mikroplastik Ancam Ketahanan Pangan Global

Melansir Down to Earth, Selasa (25/3/2025), dalam laporannya, FAO menunjukkan bahwa keanekaragaman varietas tanaman yang ditanam oleh petani atau farmer's varieties/landraces (FV/LR) di seluruh dunia sedang terancam.

Meskipun rata-rata ancamannya 6 persen, ada sembilan wilayah di mana ancamannya jauh lebih besar, mencapai 18 persen atau lebih.

Ini berarti di wilayah-wilayah tersebut, banyak jenis tanaman yang ditanam oleh petani berisiko hilang.

Persentase keanekaragaman hayati yang terancam tertinggi ditemukan di Afrika bagian selatan, diikuti oleh Karibia dan Asia Barat.

Sementara Asia Selatan bersama dengan Australia dan Selandia Baru memiliki keanekaragaman hayati varietas petani dan ras lokal yang paling tidak terancam.

Laporan tersebut juga menunjukkan bahwa selama periode pelaporan (2011-2022), cukup banyak lahan pertanian, yakni sekitar 35 juta hektar di 51 negara, yang digunakan untuk menanam varietas tanaman yang dikembangkan oleh petani secara tradisional (FV/LR).

Luas lahan ini mencakup hampir setengah dari total lahan pertanian di wilayah-wilayah yang kaya akan keanekaragaman tanaman.

Baca juga: Pakar Pertanian UGM Sebut Pemanasan Global Ancam Ketahanan Pangan Indonesia

Ini menunjukkan bahwa varietas tanaman petani masih penting dalam produksi pangan, terutama di wilayah-wilayah yang memiliki keanekaragaman tanaman yang tinggi.

Lebih lanjut, perubahan iklim juga bisa menjadi ancaman bagi keanekaragaman pangan.

Kendati demikian, laporan tersebut mencatat bahwa banyak negara melaporkan adanya kesenjangan dalam menilai dampak bencana terhadap keanekaragaman tanaman pangan.

“Banyak negara melaporkan adanya kesenjangan dalam menilai dampak bencana terhadap keanekaragaman tanaman pangan. Tantangan tambahan adalah identifikasi sumber bahan yang dapat diandalkan dan fakta bahwa plasma nutfah yang didistribusikan kepada petani setelah situasi bencana mungkin tidak selalu sepenuhnya beradaptasi dengan kondisi lokal atau lingkungan budaya,” tulis FAO dalam laporannya.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Menjaga Bumi Nusantara Melalui Kearifan Lokal
Menjaga Bumi Nusantara Melalui Kearifan Lokal
Pemerintah
Tingkatkan Produktivitas Lahan, IPB Latih Petani Kuasai Teknik Agroforestri
Tingkatkan Produktivitas Lahan, IPB Latih Petani Kuasai Teknik Agroforestri
Pemerintah
Desa Utak Atik di Serangan Bali Hadirkan Inovasi Lampu Nelayan hingga Teknologi Hijau
Desa Utak Atik di Serangan Bali Hadirkan Inovasi Lampu Nelayan hingga Teknologi Hijau
LSM/Figur
Pasca-Siklon Senyar, Ilmuwan Khawatir Populasi Orangutan Tapanuli Makin Terancam
Pasca-Siklon Senyar, Ilmuwan Khawatir Populasi Orangutan Tapanuli Makin Terancam
Pemerintah
Adaptasi Perubahan Iklim, Studi Temukan Beruang Kutub Kembangkan DNA Unik
Adaptasi Perubahan Iklim, Studi Temukan Beruang Kutub Kembangkan DNA Unik
Pemerintah
Permintaan Meningkat Tajam, PBB Peringatkan Potensi Krisis Air
Permintaan Meningkat Tajam, PBB Peringatkan Potensi Krisis Air
Pemerintah
Bibit Siklon Tropis Terpantau, Hujan Lebat Diprediksi Landa Sejumlah Wilayah
Bibit Siklon Tropis Terpantau, Hujan Lebat Diprediksi Landa Sejumlah Wilayah
Pemerintah
Masyarakat Adat Terdampak Ekspansi Sawit, Sulit Jalankan Tradisi hingga Alami Kekerasan
Masyarakat Adat Terdampak Ekspansi Sawit, Sulit Jalankan Tradisi hingga Alami Kekerasan
LSM/Figur
Limbah Cair Sawit dari RI Diterima sebagai Bahan Bakar Pesawat Berkelanjutan
Limbah Cair Sawit dari RI Diterima sebagai Bahan Bakar Pesawat Berkelanjutan
LSM/Figur
BRIN Catat Level Keasaman Laut Paparan Sunda 2 Kali Lebih Cepat
BRIN Catat Level Keasaman Laut Paparan Sunda 2 Kali Lebih Cepat
Pemerintah
Belajar dari Sulawesi Tengah, Membaca Peran Perempuan Ketika Bencana Menguji
Belajar dari Sulawesi Tengah, Membaca Peran Perempuan Ketika Bencana Menguji
LSM/Figur
ILO Dorong Literasi Keuangan Untuk Perkuat UMKM dan Pekerja Informal Indonesia
ILO Dorong Literasi Keuangan Untuk Perkuat UMKM dan Pekerja Informal Indonesia
Pemerintah
ULM dan Unmul Berkolaborasi Berdayakan Warga Desa Penggalaman lewat Program Kosabangsa
ULM dan Unmul Berkolaborasi Berdayakan Warga Desa Penggalaman lewat Program Kosabangsa
Pemerintah
PLTS 1 MW per Desa Bisa Buka Akses Energi Murah, tapi Berpotensi Terganjal Dana
PLTS 1 MW per Desa Bisa Buka Akses Energi Murah, tapi Berpotensi Terganjal Dana
LSM/Figur
Bulu Babi di Spanyol Terancam Punah akibat Penyakit Misterius
Bulu Babi di Spanyol Terancam Punah akibat Penyakit Misterius
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau