Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 31 Maret 2025, 17:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

KOMPAS.com - Penelitian yang dilakukan Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton) menemukan, ada kandungan mikroplastik pada lima merek teh celup di Indonesia.

Mikroplastik adalah partikel plastik berukuran kecil kurang dari lima milimeter. Paparan mikroplastik dapat menyebabkan dampak negatif baik jangka pendek maupun jangka panjang terhadap kesehatan.

Peneliti mikroplastik Ecoton Rafika Aprilianti menjelaskan, pengujian dilakukan dengan dua perlakuan yang berbeda terhadap sampel dari lima merek teh celup yang paling banyak diminati masyarakat Indonesia.

Baca juga: Studi: Kunyah Permen Karet Picu Pelepasan Mikroplastik di Mulut

Pengujian dilakukan dengan dua metode perlakuan, seperti kebiasaan masyarakat saat menyeduh teh celup.

Pertama, teh celup diletakkan pada air selama proses pemanasan hingga suhu 95 derajat celsius.

Kedua, dengan memasukkan teh celup setelah pemanasan air hingga suhu 95 derajat celsius lalu diaduk selama lima menit.

"Setiap merek dan perlakuan digunakan air sebanyak 200 ml," kata dia, dilansir dari pemberitaan Kompas.com, Kamis (27/3/2025).

Hasilnya, uji dengan metode pertama, masing-masing mengandung mikroplastik sebanyak 1.093 partikel, 1.077 partikel, 1.059 partikel, 1.013 partikel, dan1.1009 partikel.

Baca juga: Mikroplastik Hambat Fotosintesis Tanaman, Jutaan Orang Terancam Kelaparan

Sedangkan hasil uji dengan metode kedua, masing-masing merk teh celup menghasilkan mikroplastik 763 partikel, 720 partikel, 709 partikel, 692 partikel, dan 641 partikel.

Atas temuan tersebut, Rafika menjelaskan bahwa kebiasaan masyarakat mengonsumsi teh celup berkontribusi terhadap banyaknya mikroplastik yang masuk ke dalam tubuh.

Menurut peneliti Ecoton, saat diseduh dengan air panas, kantong teh celup bisa melepaskan mikroplastik ke dalam teh.

Hal ini dipengaruhi oleh jenis plastik yang digunakan, karena setiap plastik memiliki tingkat ketahanan berbeda terhadap faktor eksternal seperti suhu panas tinggi, paparan sinar UV, dan gesekan.

Semakin rendah ketahanannya, semakin mudah plastik tersebut terurai menjadi mikroplastik, sebagaimana dilansir Antara, Minggu (30/3/2025).

Baca juga: Masyarakat Terpapar Mikroplastik akibat TPA Open Dumping

Ketika dikonsumsi, mikroplastik tersebut akhirnya ikut masuk ke dalam tubuh, diserap saluran pencernaan, masuk ke darah, dan tersebar ke organ otot, hati, ginjal, jantung, sampai otak ketika teh dikonsumsi.

Tindak lanjut

Penelitian tersebut dilakukan setelah jurnal Environmental Science & Technology pada 2024 yang mengungkap bahwa masyarakat Indonesia tanpa sadar dapat menelan sekitar 15 gram mikroplastik setiap bulan. Jumlah ini setara dengan berat tiga kartu ATM.

Selain dari plastik sekali pakai yang digunakan untuk membungkus makanan dan minuman, kantong teh celup juga menjadi salah satu sumber utama paparan mikroplastik.

Beberapa efek dari paparan mikroplastik di antaranya adalah penurunan fungsi otak, stres, kematian sel (apoptosis), gangguan hormonal, dan peningkatan risiko kanker.

Para peneliti memperingatkan bahwa konsumsi teh celup dapat menjadi salah satu sumber paparan mikroplastik bagi masyarakat Indonesia.

Baca juga: Mikroplastik Jadi Tantangan Serius di Laut, Bisa Ancam Manusia

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Swasta
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Swasta
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Pemerintah
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
LSM/Figur
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Swasta
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
Pemerintah
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Pemerintah
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
BUMN
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
LSM/Figur
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Pemerintah
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Pemerintah
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau