KOMPAS.com – Usia pasien kanker paru di Indonesia 10 tahun lebih muda dibandingkan pasien di luar negeri.
Hal tersebut disampaikan Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Sita Laksmi Andarini.
Sita menuturkan, penyebab pasien kanker paru di Indonesia lebih muda dibandingkan luar negeri karena mereka mulai merokok di usia yang juga lebih muda.
Baca juga: Puntung Rokok Berpotensi Meracuni Lingkungan
Rokok merupakan salah satu faktor risiko kanker paru selain genetik, polusi udara, dan faktor-faktor lainnya, sebagaimana dilansir Antara, Rabu (31/5/2023).
“Kalau kita lihat data di luar negeri, (usia penderita) kanker paru itu di umur 68. Di Indonesia, usia tengah penderita kanker itu 58 tahun, 10 tahun lebih muda. Kenapa? Karena mulai merokok di Indonesia jauh lebih muda dibanding luar negeri,” ujar Sita di Jakarta, Rabu.
Selain itu, Sita mengatakan bahwa kesadaran masyarakat Indonesia tentang kanker paru juga terbilang masih rendah jika dibandingkan dengan kanker lainnya.
"Kanker payudara, mungkin setiap hari periksa payudara sendiri (Sadari). Tapi kanker paru, awareness-nya (baru) meningkat karena Covid-19,” tutur Sita.
Baca juga: Paparan Asap Rokok Bisa Sebabkan Balita Stunting
Menurut Global Adult Tobacco Survey (GATS), dalam kurun waktu 10 tahun terakhir terjadi peningkatan jumlah perokok dewasa yakni 60,3 juta pada 2011 menjadi 69,1 juta pada 2021.
Prevalensi perokok remaja usia 13-15 tahun pun tercatat meningkat sebesar 19,2 persen.
Sayangnya, kata Sita, 90 persen dari pasien kanker paru baru datang ke dokter setelah mereka memasuki stadium lanjut.
Pasalnya, kanker paru stadium awal umumnya tidak menunjukkan gejala khas dan mirip dengan penyakit umum lain seperti tuberculosis (TBC) atau efek dari kebiasaan merokok jangka panjang.
Baca juga: 5 Efek Samping Asap Paparan Rokok pada Perokok Pasif
Adapun gejala-gejala yang berhubungan dengan kanker paru, menurut Sita, di antaranya adalah batuk, sesak napas, batuk darah, dan nyeri dada.
Gejala lainnya adalah edema-SVCS karena pembesaran tumor yang menekan pembuluh darah.
Oleh karena itu, Sita mengingatkan pentingnya pencegahan kanker paru dengan menghindari rokok, serta melakukan skrining dan deteksi dini kanker paru.
Menurut dia, skrining sebaiknya dilakukan kepada orang dengan risiko tinggi yakni laki-laki, berusia di atas 40 tahun, memiliki riwayat merokok, memiliki keluarga dengan riwayat kanker, dan memiliki riwayat bekerja di lingkungan yang berisiko memicu kanker seperti pekerja tambang atau pekerja konstruksi.
Baca juga: Batuk dan Sesak, Waspadai Penyakit Paru Kronis karena Rokok
“Mereka diharapkan melakukan skrining yaitu foto toraks secara rutin dan low dose CT scan tanpa kontras,” ujar Sita.
Sedangkan deteksi dini, kata Sita, dianjurkan kepada orang-orang yang telah menunjukkan gejala kanker paru.
“Batuk lebih dari dua minggu tidak sembuh dengan pengobatan biasa, segera periksakan ke dokter,” tutur Sita.
Sedangkan skrining dan deteksi dini kanker paru, bertujuan agar penyakit kanker paru ditemukan lebih awal sehingga dapat diobati secara lebih maksimal.
Baca juga: 9 Kandungan Rokok Elektrik yang Membuatnya Berbahaya
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya