KOMPAS.com – Toilet pengompos atau toilet kering alias composting toilet adalah salah satu solusi penyediaan jamban di daerah yang rawan krisis air.
Pasalnya, toilet pengompos merupakan suatu sistem toilet sederhana yang hemat air dan tetap higienis, sebagaimana dilansir Conserve Energy Future.
Dalam toilet pengompos, kotoran manusia diubah menjadi kompos melalui proses biologis. Toilet pengompos terdapat bakteri dan jamur serta mikroorganisme lainnya untuk melakukan proses pengomposan.
Baca juga: Mengenal Toilet Pengompos, Jamban Ramah Lingkungan Hemat Air
Pada toilet pengompos terdiri dari dua bagian utama yaitu tempat untuk duduk atau jongkok dan bagian pengomposan.
Bagian pengomposan ini terdapat ruang pengomposan atau penyimpanan, ventilasi untuk mengeluarkan gas berbau, unit pengumpul dan pengalihan urin, dan akses keluar untuk hasil pengomposan.
Meski demikian, setiap alat pasti memiliki kelebihan dan kekurangan. Berikut kelebihan dan kekurangan toilet pengompos.
Baca juga: Ini Standar Toilet Umum yang Ramah Keluarga
Toilet pengompos adalah alat yang praktis dan dapat digunakan hampir di semua tempat.
Toilet pengompos mudah dipasang dan bisa disalurkan ke daerah terpencil atau daerah yang tidak memerlukan tempat tinggal permanen.
Toilet pengompos tidak membutuhkan air untuk pembilasan sehingga sangat menghemat air.
Oleh karena itu, toilet pengompos baik digunakan di daerah pedesaan atau di tempat-tempat yang rawan krisis air.
Toilet pengomposan tidak memerlukan penggunaan air atau sambungan ke septic tank atau saluran pembuangan.
Ini membuatnya membutuhkan sedikit alat, mudah dipasang, dan murah untuk dibeli.
Baca juga: Ini Standar Pembuatan Toilet Publik Ramah Penyandang Disabilitas
Dalam toilet pengompos, kotoran manusia diubah menjadi kompos melalui proses biologis. Kompos ini dijadikan pupuk untuk menyuburkan tanah dan perkebunan.
Di area perumahan, kompos ini bisa digunakan untuk berkebun rumah tangga seperti di pohon, bunga, atau tanaman lainnya.
Toilet pengomposan hanya membutuhkan instalasi dan sangat minim perawatan.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya