KOMPAS.com - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menerapkan praktik ekonomi sirkular sebagai strategi untuk mengelola sampah secara berkelanjutan.
Menteri LHK Siti Nurbaya di Jakarta, Senin (5/6/2023), mengatakan bahwa praktik ekonomi sirkular tidak sekadar daur ulang sampah.
"Ekonomi sirkular adalah konsep memaksimalkan nilai penggunaan suatu produk dan komponennya secara berulang, sehingga tidak ada sumber daya yang terbuang," ujarnya.
Baca juga: Mengenal Ekonomi Sirkular, Sistem Produksi Berkelanjutan yang Ramah Lingkungan
Berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional, pada 2022 Indonesia menghasilkan sekitar 68,5 juta ton sampah.
Dari jumlah tersebut, sekitar 18,5 persen di antaranya berupa sampah plastik, sebagaimana dilansir Antara.
Dia menuturkan, pergeseran pola hidup dan pola konsumsi masyarakat Indonesia, terkhusus penggunaan plastik sekali pakai, memberikan adil besar terhadap tumpukan sampah plastik.
Dinamika dan inisiatif di berbagai daerah melalui gerakan-gerakan untuk mengurangi sampah plastik, katanya, terus tumbuh di tengah masyarakat.
Dalam konteks pengelolaan sampah, imbuhnya, praktik ekonomi sirkular bisa diwujudkan melalui praktik pengurangan sampah, desain ulang, penggunaan kembali, produksi ulang, dan daur ulang secara langsung.
Praktik itu dapat dicapai melalui transfer teknologi dan penerapan model bisnis baru.
"Ekonomi sirkular pada tingkatan produsen telah dimulai dengan menerapkan tanggung jawab produsen yang diperluas atau extended producer responsibility (EPR)," kata Siti.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.