Beberapa brand fast fashion mampu merancang, memproduksi, dan mengirimkan produk baru dalam dua pekan hingga delapan pekan.
Jika industri fast fashion hanya membutuhkan waktu yang singkat dari desain hingga menjadi barang jadi yang dikirim, maka semakin besar dan cepat pula polutan yang mereka hasilkan.
Baca juga: LandX Dorong Ekspansi Bisnis Fast Fashion Retail Ximivogue
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, industri fesyen dan pakaian saja sudah berdampak buruk terhadap lingkungan dari limbah dan polutan yang dihasilkan.
Ditambah lagi, fast fashion yang makin menjadi gaya hidup membuat limbah dan polutan dari industri fesyen dan pakaian dikhawatirkan bakal berlipat ganda.
Masih dilansir dari Earth.org, berikut dampak buruk fast fashion terhadap lingkungan.
Fast fashion menyebabkan penipisan sumber daya tak terbarukan, menghasilkan emisi gas rumah kaca (GRK), dan memakai air serta energi dalam jumlah besar.
Industri fesyen adalah industri terbesar kedua di dunia yang mengonsumsi air. Industri ini membutuhkan sekitar 2.649 liter air untuk memproduksi satu kemeja katun dan 7.570 liter air untuk memproduksi celana jeans.
Business Insider juga memperingatkan bahwa pewarnaan tekstil adalah pencemar air terbesar kedua di dunia, karena sisa air dari proses pewarnaan sering dibuang ke selokan, sungai, atau sungai.
Baca juga: Kenakan Busana Fast Fashion, Tokoh Carrie Bradshaw Jadi Buah Bibir
Beberapa brand menggunakan serat sintetis seperti poliester, nilon, dan akrilik yang membutuhkan waktu ratusan tahun untuk terurai.
Sebuah laporan dari International Union for Conservation of Nature (IUCN) yang dirilis pada 2017 memperkirakan bahwa 35 persen dari semua mikroplastik di lautan berasal dari pencucian tekstil sintetis seperti poliester.
Menurut film dokumenter The True Cost yang dirilis pada 2015, ada sekitar 80 miliar potong pakaian baru terjual setiap tahunnya.
Baca juga: Jangan Cuma Belanja Pakaian, Ketahui Juga Dampak Fast Fashion pada Lingkungan
Produksi pembuatan serat plastik menjadi tekstil adalah proses yang membutuhkan banyak energi yang mengonsumsi minyak bumi dalam jumlah besar.
Proses ini melepaskan partikel yang mudah menguap dan asam seperti hidrogen klorida.
Selain itu, katun dalam jumlah besar yang merupakan produk fast fashion juga tidak ramah lingkungan untuk diproduksi.
Pestisida yang diperlukan bagi petani untuk membudidayakan kapas sebagai bahan baku katun menimbulkan risiko kesehatan bagi petani itu sendiri.
Baca juga: Fast Fashion, Tren Mode yang Lestarikan Sifat Konsumtif?
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya