JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Tim Kerja Penyakit Diabetes Melitus dan Gangguan Metabolik dr. Esti Widiastuti, MScPH mengatakan, salah satu faktor yang paling mempengaruhi seseorang menjadi obesitas adalah kurangnya aktivitas fisik.
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan angka nasional obesitas sekitar 21,8 persen. Angka ini berdasarkan pengukuran indeks massa tubuh. Riskesdas 2018 juga menunjukkan bahwa proporsi kurang aktivitas fisik cukup tinggi.
''Berbicara tentang obesitas itu berbicara bahwa apa yang masuk ke dalam tubuh dengan apa yang keluar. Tapi kalau apa yang masuk lebih banyak akhirnya menumpuk dan penumpukan kalori yang masuk itu akan menjadi lemak sehingga jadilah overweight dan obesitas,'' ujarnya, pada konferensi pers di gedung Kemenkes, Jakarta, Selasa (11/7/2023).
Baca juga: Waspada, Ini 4 Klasifikasi Tingkat Obesitas Beserta Dampaknya
Salah satu penyebab obesitas adalah aktivitas fisik yang kurang sementara asupan kalori cukup tinggi. Hal ini dipengaruhi salah satunya oleh penggunaan ponsel pintar yang tidak terkontrol yang menyebabkan penggunanya malas bergerak.
Kementerian Kesehatan memiliki strategi pencegahan melalui promosi kesehatan dan pengelolaan obesitas melalui pengendalian faktor risiko penyakit tidak menular (PTM).
Promosi kesehatan dilakukan di fasilitas kesehatan primer atau Puskesmas dengan deteksi dini pengukuran berat badan dan lingkar perut, mengimbau masyarakat memperbaiki gaya hidup seperti tidak merokok, perbanyak aktivitas fisik, dan perbanyak makan protein, buah, dan sayur.
Sementara pengendalian faktor risiko PTM dilakukan dengan penatalaksanaan kasus obesitas yang adekuat, terapi obesitas seperti diet sehat, latihan fisik, modifikasi prilaku, pendekatan medis, dan rujukan.
Plt Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak dr. Lovely Daisy MKM mengatakan, obesitas sangat berisiko pada anak. Bahkan, kasusnya 10 kali lipat meningkat selama empat dekade dari tahun 1975 hingga 2016 untuk usia 5 hingga 19 tahun.
Baca juga: Obesitas di Indonesia Melonjak 10 Tahun Terakhir, Ini Penyebabnya
''Anak usia 10 sampai 14 tahun itu yang kurang aktivitas sebanyak 64 persen. Ini sebenarnya nyambung kalau kita ngukur tingkat kebugaran anak-anak sekolah, sebagian besar tidak bugar. Artinya risiko tinggi apalagi ditambah dengan pola konsumsi anak-anak kita yang kurang baik,'' ucap dr. Lovely.
Obesitas juga erat kaitannya dengan banyaknya anak-anak yang tidak sarapan sebelum sekolah. Sebanyak 65 persen anak-anak tidak sarapan, sehingga mereka memilih jajan makanan di sekolah tanpa pengawasan orang tua.
Untuk itu, perlu dilakukan pemantauan pertumbuhan pada anak yang dilakukan setiap bulan. Hal ini penting untuk mendeteksi adanya gangguan pertumbuhan baik untuk kekurangan maupun kelebihan gizi sehingga intervensi bisa cepat dilakukan.
Baca juga: Obesitas Masuk Kategori Penyakit, Ini 3 Pilar Utama Penanggulangannya
Strategi pencegahan obesitas pada anak dapat dilakukan dengan pengaturan pola makan, yakni harus terjadwal, makan makanan pokok tiga kali sehari, dan makan makanan selingan dua kali sehari.
''Rutin melakukan aktivitas fisik dan orang tua harus menyediakan makanan yang bergizi seimbang dan membantu anak belajar lebih selektif dan sehat terhadap makanan yang dikonsumsi,'' tuntas dr. Lovely.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya