KOMPAS.com - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) optimistis bursa karbon dapat diluncurkan pada September 2023 melalui infrastruktur pasar modal.
Hal tersebut disampaikan Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi dalam focus group discusion (FGD) dengan redaktur dan redaktur pelaksana media massa, di Denpasar, Bali, Jumat (14/7/2023).
"Kami optimistis pada September sudah bisa live trading bursa karbon," kata Inarno, sebagaimana dilansir Antara.
Baca juga: Tak Terapkan Pajak Karbon, Produk Indonesia Bakal Sulit Bersaing
Inarno menyebutkan, saat ini sebagian dasar hukum adanya bursa karbon sudah ada. Sebagian masih dalam pembahasan yang diharapkan dapat segera dituntaskan.
Dia menyebutkan, sudah ada UU Nomor 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement yang menetapkan target penurunan emisi karbon nasional sebesar 29 persen dengan kemampuan sendiri dan 41 persen dengan bantuan internasional pada 2030.
Juga sudah ada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98 Tahun 2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon (NEK).
Dalam Perpres tersebut, menyebutkan bahwa perdagangan karbon dalam negeri dan atau luar negeri dilakukan dengan mekanisme pasar karbon melalui bursa karbon, dan atau perdagangan langsung.
Baca juga: Pemda Diminta Kawal Tata Kelola Lingkungan Guna Pelaksanaan Nilai Ekonomi Karbon
Sementara, itu Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 21 Tahun 2022 tentang Tata Laksana Penerapan NEK menyebutkan bahwa bursa karbon merupakan bursa efek atau penyelenggara perdagangan yang telah memperoleh izin usaha dari otoritas yang menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sistem jasa keuangan.
Inarno juga menyebutkan adanya Peraturan Menteri ESDM Nomor 16 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penyelenggaraan NEK Subsektor Pembangkit Tenaga Listrik.
Pada Januari 2023, juga telah disahkan UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Penguatan dan Pengembangan Sektor Keuangan (P2SK).
"Sesuai amanat UU ini, peraturan pemerintah (PP) sebagai pelaksanaan UU ini harus sudah selesai enam bulan setelah diundangkan atau pada Juli ini," kata Inarno.
Baca juga: Tiga Provinsi Jadi Model Pembangunan Rendah Karbon, Ini Daftarnya
Menurut dia, rancangan peraturan pemerintah (RPP) itu saat ini sedang digodok oleh pihak Kementerian Keuangan.
Ia menyebutkan berdasar UU P2SK, unit karbon merupakan efek. UU itu juga menyebutkan bursa karbon hanya dapat diselenggarakan oleh pihak yang telah memperoleh izin usaha dari OJK.
UU itu juga menyebutkan ketentuan lebih lanjut mengenai perdagangan karbon melalui bursa karbon diatur dalam Peraturan OJK setelah dikonsultasikan dengan DPR.
"Kami telah beberapa kali melakukan pertemuan dengan DPR terutama Komis XI DPR, mereka mendorong agar RPOJK ini cepat selesai," kata Inarno.
OJK berharap, penyusunan POJK itu dapat selesai pada Agustus 2023, sehingga pada September dapat diluncurkan bursa karbon.
Baca juga: Emisi Karbon Sektor Energi Baru Terpangkas 95 Juta Ton
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya