KOMPAS.com - Imunisasi dapat memutus rantai penularan penyakit berbahaya dan menciptakan herd immunity atau kekebalan kelompok.
Hal tersebt disampaikan dokter spesialis anak Universitas Indonesia Anton Dharma Saputra dalam diskusi kesehatan di Jakarta, Sabtu (29/7/2023), sebagaimana dilansir Antara.
"Dengan melakukan imunisasi bagi kita dan anak, kita bisa melindungi orang lain karena ada herd immunity dimana kita memutuskan penularan suatu penyakit dengan cara meningkatkan cakupan imunisasi," ucap Anton.
Baca juga: Kemenkes Canangkan Gerakan Nasional Imunisasi Polio Tipe 2 di Kabupaten Klaten
Akan tetapi, realita di lapangan menunjukkan bahwa masih ada anak yang belum mendapatkan imunisasi atau vaksin.
Menurut data WHO, masih ada satu dari lima anak di dunia belum mendapatkan vaksin. Setiap 20 detik, ada anak yang meninggal karena penyakit yang seharusnya bisa dicegah dengan imunisasi.
Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi mulai dari kanker hati, tuberkulosis (TBC) paru, tetanus, difteri, polio dengan kelumpuhan hingga kematian, campak, pertussis atau batuk rejan, rubela, dan radang selaput otak.
Anton mengatakan, di Indonesia secara keseluruhan ada 506 kasus anak dan dewasa yang terkena penyakit tetanus.
Baca juga: Puan Ungkap Alasan Pencanangan Imunisasi Polio Nasional Dipusatkan di Jawa Tengah
Dari jumlah tersebut, lima persen atau 25 kasus penyakit tetanus terjadi pada bayi baru lahir, menurut WHO tahun 2017.
“Namun angka mortalitas tetanus menurun jauh sejak dilakukan vaksinasi tetanus toksoid pada ibu hamil,” ungkapnya.
Selain itu, pertusis atau batuk rejan secara global juga masih menjadi ancaman bagi anak.
Data WHO mencatat, pada 2015 di luar negeri ada 24 juta kasus pertusis di mana 142.000 diantaranya meninggal.
Sementara itu, penyakit kulit kuning akibat virus hepatitis B masih ada sekitar 7,1 persen atau 18 juta kasus di dunia.
Baca juga: Jadwal, Usia, dan Jenis Vaksin Imunisasi Anak Rekomendasi IDAI 2023
Hepatitis B ditularkan dari ibu kepada anak pada saat melahirkan. Bayi yang ibunya mengidap hepatitis B sekitar 60-90 persennya bisa menyebabkan hepatitis kronik menahun hingga kanker hati.
Anton menjelaskan, cara kerja imunisasi adalah memberikan tubuh vaksinasi dengan memasukkan bakteri maupun virus hidup yang dilemahkan ke dalam tubuh.
Tujuannya agar anak mengenal bakteri tersebut sehingga tubuh membentuk sistem imun atau antibodi.
“Antibodi ini yang nantinya mengenali kuman atau virus dan melindungi tubuh suatu saat terpapar,” ucap Anton.
Baca juga: Capaian Imunisasi Masih Rendah, Kemenkes: Karena Isu Hoaks
Pada buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) terbaru tahun 2023, ada penambahan imunisasi wajib dari pemerintah yakni di usia dua bulan imuninsasi PCV pertama untuk cegah pneumonia.
Setelah itu, saat usia tiga bulan ada tambahan imunisasi PCV kedua dan imunisasi campak rubella usai sembilan bulan, dan rotavirus.
Penyakit lain yang juga bisa dicegah dengan imunisasi adalah polio dengan pemberian imunisasi polio tetes dan suntik.
Anton mengatakan, penyakit polio 72 persen tidak bergejala, namun tiap kali anak dengan polio buang air besar sembarangan, mereka bisa menjadi agen penularan dengan 24 persen gejalanya hanya selesma atau common cold biasa dan tidak bergejala lain.
Baca juga: Kemenkes Targetkan 100 Persen Bayi Dapat Imunisasi Dasar Lengkap Tahun Ini
Sedangkan 1 persen lainnya dapat mengalami kelumpuhan yang sifatnya permanen baik di lengan atau tungkai.
Dan dua sampai 10 persen diantara yang lumpuh akan meninggal karena menyerang ke otot pernapasan. Sampai saat ini tidak ada pengobatan yang dapat menyembuhkan polio.
“Pencegahannya diberikan vaksin tetes sebanyak 4 dosis, 2 dosis vaksin polio yang suntik, di 4 dan 9 bulan diberikan. Cuci tangan yang benar saat menggunakan toilet, pastikan makanan dimasak dengan baik dan airnya harus bersih,” ujar Anton.
Program imunisasi ini tidak hanya diberikan saat bayi namun terus berlanjut hingga anak menginjak usia sekolah dasar dengan program Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) yang digelar bulan Agustus untuk imunisasi MR dan November untuk imunisasi difteri.
Baca juga: Makam Bayi yang Meninggal Usai Imunisasi di Trenggalek Dibongkar untuk Proses Otopsi
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya