KOMPAS.com – Investasi hijau diprediksi akan menciptakan jutaan lapangan pekerjaan per tahunnya di masa depan.
Hal tersebut disampaikan Direktur Lingkungan Hidup Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Medrilzam dalam seminar bertajuk "Bridging the Cross-Sectoral Gap in Pursuing More Ambitious Climate Targets in Indonesia", Kamis (10/8/2023).
Seminar tersebut digelar oleh lembaga think tank energi Institute for Essential Services Reform (IESR).
Baca juga: Resep Sukses Stockholm, Kota Paling Hijau dan Berkelanjutan di Dunia
Medrilzam menyampaikan, potensi lapangan kerja yang tercipta dari investasi hijau adalah 1,66 juta lapangan kerja per tahun pada 2045.
Di sisi lain, dibutuhkan jumlah investasi rata-rata sebesar Rp 2,377 triliun rupiah per tahun dari 2025 hingga 2045.
“Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, diperlukan kebijakan yang mengarah pada penguatan pembiayaan inovatif hijau seperti blended finance, impact investment, carbon tax, dan lainnya,” kata Medrilzam dikutip dari siaran pers IESR.
Medrilzam menuturkan, intervensi ekonomi hijau dengan pembangunan rendah karbon akan meningkatkan daya dukung lingkungan.
Baca juga: Ekonomi Hijau Jadi Prioritas Kerja Sama Indonesia-Korea Selatan
Selain itu, pembangunan rendah karbon akan menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) seiring mendorong pertumbuhan PDB rata-rata Indonesia tahun 2022-2045 harus mencapai 6 sampai 7 persen.
Analisis Kebijakan Ahli Muda Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Ferike Indah Arika mengatakan, butuh pembiayaan inovatif selain APBN untuk mitigasi dan adaptasi iklim.
Dia mengutarakan, akumulasi pendanaan untuk mitigasi perubahan iklim yang diperlukan dalam rentang 2018 hingga 2030 mencapai Rp 4,002 triliun.
Jumlah tersebut masih jauh lebih kecil dari pada kebutuhan investasi untuk kebijakan ekonomi hijau.
“APBN yang dipantau alokasinya untuk kegiatan mitigasi dan adaptasi masih jauh antara dari yang kita punya dan yang dibutuhkan,” ujar Ferike.
Baca juga: PLTS Raksasa 2,6 GWp Dibangun di Australia, Produksi Hidrogen Hijau
“Ketimpangan kebutuhan pendanaan yang besar ini, tentu saja tidak bisa hanya dipenuhi oleh APBN yang terbatas,” sambungnya.
Sementara itu, Analis Kebijakan Ahli Madya Direktorat Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Nurcahyanto berucap, sektor energi berupaya memangkas emisi GRK.
Salah satu upaya mengurangi emisi GRK dari sektor energi adalah mengakhiri operasional pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara.
Nurcahyanto mengucapkan, rencananya ada 4,8 gigawatt (GW) PLTU batu bara yang dipensiunkan dini pada 2030.
Rencana tersebut tertuang dalam rancangan peta jalan dan disampaikan pada Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenkomarves), Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN, dan PT PLN untuk mendapatkan tanggapan.
Baca juga: Inisiatif Energi Hijau Semen Tonasa Dapat Apresiasi Internasional
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya