KOMPAS.com – Fenomena El Nino yang terjadi tahun ini berpotensi mengakibatkan bencana kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang lebih besar dibandingkan sebelumnya.
Hal tersebut disampaikan Koordinator Laboratorium Pengelolaan Teknologi Modifikasi Cuaca Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Budi Harsoyo dalam keterangan di Jakarta, Kamis (10/8/2023).
Salah satu upaya andalan dalam pengendalian karhutla di Indonesia selama beberapa tahun terakhir adalah operasi teknologi modifikasi cuaca.
Baca juga: El Nino Bikin Potensi Kebakaran Hutan Berlipatganda
“Sejak April, operasi teknologi modifikasi cuaca tahun ini dilakukan secara simultan di sejumlah provinsi rawan bencana karhutla, baik untuk tujuan pembasahan lahan gambut maupun memadamkan karhutla,” kata Budi, sebagaimana dilansir Antara.
Pemerintah mengatakan, sejauh ini ada tujuh provinsi yang telah menyatakan status siaga darurat terhadap karhutla.
Ketujuh provinsi tersebut adalah Riau, Sumatera Selatan, Jambi, Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan.
Operasi teknologi modifikasi cuaca untuk mendukung upaya penanggulangan karhutla tertuang dalam Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Karhutla.
Baca juga: Mitigasi Kebakaran Lahan Gambut, BRGM Gelar Sekolah Lapang Petani Gambut
BRIN bekerja sama dengan Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) melakukan upaya pembasahan lahan gambut di Indonesia. Saat ini operasi dilakukan di wilayah Kalimantan Tengah.
Pada awal Agustus 2023, fenomena El Nino yang semakin menguat dengan Indeks bernilai +1,04 menyebabkan kondisi cuaca relatif kering.
Kondisi itu berpotensi meningkatkan kemunculan titik panas yang menjadi asal bencana karhutla.
Pada Juli 2023, muncul setidaknya 121 titik panas dengan tingkat kepercayaan menengah hingga tinggi di atas 50 persen di Kalimantan Tengah.
Laporan tersebut berdasarkan data sebaran titik panas yang tertangkap satelit NASA-MODIS yang dipublikasikan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam situs SIPONGI.
Baca juga: Jadi Salah Satu Lumbung Pangan, Kalsel Didorong Antisipasi Dampak El Nino
Menurut pantauan Sistem Pemantau Air Lahan Gambut (Sipalaga) yang dipublikasikan BRGM, ada tujuh stasiun pemantauan tinggi muka air lahan gambut yang saat ini masih terhubung secara daring menunjukkan status rawan.
Itu artinya, sebagian besar lahan gambut yang ada di Kalimantan Tengah sudah mengering dan ketinggian air dalam tanah sudah lebih rendah dari 40 cm di bawah permukaan tanah.
Kepala Balai Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) Wilayah Kalimantan Yudho Sakti Mustika berharap operasi teknologi modifikasi cuaca bisa mengurangi jumlah karhurla di Kalimantan Tengah.
“Ada banyak titik panas yang harus terus dipantau mengingat area yang sulit dijangkau oleh tim darat,” papar Yudho.
“Semoga dengan adanya teknologi modifikasi cuaca dapat membuahkan hasil yang optimal, sehingga karhutla dapat terkendali dengan baik,” imbuhnya.
Baca juga: Hadapi El Nino, Kementerian PUPR Minta Kepala Balai Lebih Sensitif
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya