Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 19 Agustus 2023, 21:45 WIB
Heru Dahnur ,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

BANGKA, KOMPAS.com - Sebagai daerah dengan pertambangan yang dimulai sejak ratusan tahun lalu, Kepulauan Bangka Belitung menyisakan banyak lahan kritis.

Data terbaru mengungkapkan lahan kategori sangat kritis dan kritis mencapai 167.104 hektar.

Hal itu mengundang keprihatinan berbagai pihak. Untuk itu, Pemerintah diharapkan lebih selektif dalam menerbitkan izin usaha pertambangan.

Ketua Masyarakat Pecinta Alam (Maraspala) Bangka Belitung Sapta Qodriah mengatakan, kerusakan lahan pasca-tambang berimplikasi pada rusaknya ekosistem dan mengancam keselamatan jiwa manusia serta berbagai flora dan fauna.

Baca juga: Produk UMKM yang Fokus Isu Lingkungan Punya Pasar Luas

"Komitmen untuk reklamasi sangat penting. Jika dulunya hutan, maka harus ditanami lagi," kata Sapta kepada Kompas.com, Sabtu (19/8/2023).

Sapta mengingatkan, pertanggungjawaban lingkungan berlaku bagi setiap badan usaha yang melakukan penambangan.

Untuk itu pemerintah diharapkan lebih selektif dalam menerbitkan izin maupun rekomendasi usaha sektor tambang.

Khusus usaha pertambangan, kata Sapta, ada Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) yang harus dipenuhi pihak perusahaan.

Baca juga: Green Jobs, Bidang Pekerjaan Layak yang Menjawab Masalah Lingkungan

Dalam RKAB termuat gambaran kerja perusahaan mulai dari awal hingga akhir. Termasuk juga di dalamnya soal tanggungjawab sosial dan lingkungan.

"Artinya RKAB tak bisa dianggap enteng. Komitmen perusahaan terhadap nasib pekerjanya termasuk tanggungjawab lingkungan terlihat di sana," ujar Sapta.

Analis Dinas Energi Sumberdaya Mineral (ESDM) Bangka Belitung Ardianeka mengatakan, setiap akhir tahun, perusahaan tambang menyampaikan laporan RKAB sebagai bentuk pertanggungjawaban dan kewajibannya.

"Berisi kegiatan tambang tahun selanjutnya berdasarkan kegiatan tambang tahun berjalan, di antaranya dari luas Izin Usaha Penambangan (IUP) yang mereka punya, berapa banyak hasil eksplorasinya, berapa kemampuan perusahaan untuk menambangnya, berapa yang akan direklamasi," kata Eka.

Eka juga mengakui RKAB sebagai langkah awal dalam usaha maupun pertanggungjawabannya kemudian hari.
Dari RKAB bisa dilihat kemampuan perusahaan untuk bekerja sesuai regulasi yang ada.

Baca juga: Indonesia-Korsel Sepakat Mendukung Investasi Ramah Lingkungan

"RKAB tidak boleh sembarangan, tapi juga bukan berarti tidak boleh meleset hitungannya. Kan kondisi di lapangan pada saat proses penambangan terjadi banyak yang tidak terduga misal alat rusak, kondisi cuaca, masyarakat sekitar tambang," beber Eka.

"Dari hasil hitungan tersebut, di dalam RKAB lah disampaikan tahun berikutnya berapa CSR dan berapa PPM sebuah perusahaan tambang," tambah Eka.

Menurutnya, usaha tambang merupakan program usaha jangka panjang. Sehingga untuk IUP mineral logam eksplorasi diberikan waktu sampai tujuh tahun plus perpanjangan satu tahun atau total delapan tahun.

"Untuk mineral logam sendiri misalnya timah, makanya IUP Operasi Produksinya bisa berumur sampai 40 tahun. Eksplorasi saja lama, tentu produksi juga, sehingga RKAB tak bisa asal-asalan," pungkas Eka.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
AI Jadi Ancaman Jutaan Pekerjaan di Asia, Ini Peringatan PBB
AI Jadi Ancaman Jutaan Pekerjaan di Asia, Ini Peringatan PBB
Pemerintah
Asia Pasifik Diprediksi Makin Panas, Ancaman untuk Kesehatan dan Infrastruktur
Asia Pasifik Diprediksi Makin Panas, Ancaman untuk Kesehatan dan Infrastruktur
Pemerintah
Mikroplastik Cemari Pakan Ternak, Bisa Masuk ke Produk Susu dan Daging
Mikroplastik Cemari Pakan Ternak, Bisa Masuk ke Produk Susu dan Daging
LSM/Figur
Krisis Iklim Perparah Bencana di Asia Tenggara, Ketergantungan Energi Fosil Harus Dihentikan
Krisis Iklim Perparah Bencana di Asia Tenggara, Ketergantungan Energi Fosil Harus Dihentikan
LSM/Figur
Ada Perusahaan Sawit Diduga Beroperasi di Area Hutan dan Tak Lolos Verifikasi, Sertifikasi Dipertanyakan
Ada Perusahaan Sawit Diduga Beroperasi di Area Hutan dan Tak Lolos Verifikasi, Sertifikasi Dipertanyakan
Swasta
Emisi Kebakaran Hutan Global Jauh Lebih Tinggi dari Prediksi
Emisi Kebakaran Hutan Global Jauh Lebih Tinggi dari Prediksi
LSM/Figur
Indonesia Berpotensi Manfaatkan Panas Bumi Generasi Terbaru, Bisa Penuhi 90 Persen Kebutuhan Industri
Indonesia Berpotensi Manfaatkan Panas Bumi Generasi Terbaru, Bisa Penuhi 90 Persen Kebutuhan Industri
LSM/Figur
Banjir Ancam Kota Pesisir di Dunia, Risikonya Terus Meningkat
Banjir Ancam Kota Pesisir di Dunia, Risikonya Terus Meningkat
Pemerintah
Lubang Ozon di Antartika Menyusut, Tanda Bumi Mulai Pulih?
Lubang Ozon di Antartika Menyusut, Tanda Bumi Mulai Pulih?
Pemerintah
Tanah, Tangan, dan Tutur: Model Komunikasi Budaya Lokal Melawan Komodifikasi
Tanah, Tangan, dan Tutur: Model Komunikasi Budaya Lokal Melawan Komodifikasi
LSM/Figur
Penelitian Ungkap Kaitan Terumbu Karang dan Kenaikan Suhu Bumi
Penelitian Ungkap Kaitan Terumbu Karang dan Kenaikan Suhu Bumi
Swasta
Ekoteologi Didorong jadi Gerakan Pendidikan Nasional
Ekoteologi Didorong jadi Gerakan Pendidikan Nasional
Pemerintah
Lebih dari 70 Jenis Hiu Kini Dilindungi dan Diperketat Perdagangannya
Lebih dari 70 Jenis Hiu Kini Dilindungi dan Diperketat Perdagangannya
Pemerintah
Cuaca Ekstrem di Sumatera Dipicu Anomali Siklon Tropis, Ini Penjelasan Pakar
Cuaca Ekstrem di Sumatera Dipicu Anomali Siklon Tropis, Ini Penjelasan Pakar
LSM/Figur
6 Cara Sederhana Mengurangi Food Waste di Rumah
6 Cara Sederhana Mengurangi Food Waste di Rumah
Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau