Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 07/09/2023, 22:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com – Indonesia tengah menyambut diluncurkannya pasar perdagangan karbon yang sedianya bakal diluncurkan pada September ini.

Pada Agustus, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan aturan atau regulasi perdagangan karbon di Indonesia.

Regulasi tersebut tertuang dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 14 Tahun 2023 tentang Perdagangan Karbon Melalui Bursa Karbon atau POJK bursa karbon.

Saat Indonesia bersiap menyambut perdagangan karbon, pasar karbon sukarela di tataran global sedang gonjang-ganjing, sebagaimana dilansir Reuters, Jumat (1/9/2023).

Sejumlah perusahaan besar, termasuk raksasa Nestle dan Gucci, mulai mengurangi pembelian sertifikat karbon atau karbon kredit di pasar karbon sukarela.

Baca juga: Kejar Ekonomi Hijau, BI dan Pemerintah Godok Kalkulator Karbon untuk Industri

Pengurangan karbon kredit

Dalam penelitian menyebutkan, beberapa proyek perlindungan hutan sebagai basis sertifikat karbon atau karbon kredit yang mereka beli tidak menghasilkan penghematan emisi yang dijanjikan.

Penurunan pembelian atau karbon kredit oleh pemain besar tersebut merupakan berita buruk bagi negara-negara miskin.

Mereka akan mengalami kerugian jika aliran dana dari perusahaan multinasional dalam mendanai proyek mitigasi perubahan iklim melambat.

Kenya misalnya, berupaya menjadi salah satu negara utama yang menjual karbon kredit. Beberapa proyek yang digalakkan seperti penanaman pohon sebagai opsi penyeimbang emisi gas rumah kaca yang dihasilkan perusahaan besar melalui pasar karbon.

Gucci tidak memberikan rincian keuangan mengenai keterlibatannya dalam menyeimbangkan karbon alias carbon offset dalam pasar karbon sukarela.

Baca juga: 60.000 Hektare Lahan Mangrove Sulawesi Selatan Berpotensi Masuk Perdagangan Karbon Dunia

“Gucci sedang dalam proses meninjau strategi dan komitmen iklimnya dengan tujuan mencapai dampak paling positif secara keseluruhan,” kata juru bicara perusahaan dalam pernyataan email kepada Reuters.

Nestle juga enggan mengungkapkan pengeluarannya untuk karbon kredit. Perusahaan menyebutkan akan mencari cara lain untuk mencapai netralitas karbon alias jumlah karbon yang dihasilkan sama dengan yang diserap.

“Kami beralih dari investasi penyeimbangan karbon bagi merek-merek kami untuk berinvestasi dalam program dan praktik yang membantu mengurangi emisi gas rumah kaca dalam rantai pasokan dan operasi kami,” kata juru bicara Nestle dikutip dari Reuters.

Tiga sumber yang enggan disebutkan identitasnya mengatakan kepada Reuters, Gucci berhenti membeli karbon kredit melalui South Pole.

Baca juga: Perdagangan Karbon: Pengertian, Tujuan, dan Manfaat

CEO South Pole Renat Heuberger mengatakan kepada Reuters bahwa perusahaannya selalu mengikuti metodologi yang disetujui untuk proyek tersebut.

“Tidak ada cara lain untuk melakukan proyek deforestasi. Anda tidak bisa mengetahui 10 tahun sebelumnya berapa laju deforestasi,” kata Heuberger.

Ecosystem Marketplace, inisiator perlindungan lingkungan berbasis pendekatan pasar di ranah publik dan swasta, mengakui bahwa kualitas skema dalam perdagangan karbon sukarela adalah sebuah masalah tersendiri.

“Sejumlah studi negatif mengenai karbon kredit cukup menimbulkan kekhawatiran bagi beberapa perusahaan untuk menghentikan sementara pembelian dan menunggu panduan lebih lanjut mengenai jenis kredit apa yang harus mereka beli,” kata Direktur Pelaksana Ecosystem Marketplace Stephen Donofrio.

Baca juga: Perlunya Transparansi Radikal untuk Pasar Karbon Sukarela

“Perusahaan-perusahaan bergerak ke arah yang benar, dimana terdapat peningkatan preferensi terhadap kredit yang berkualitas lebih tinggi dan lebih mahal,” ujar Donofrio.

Studi yang diterbitkan pada Januari dan Maret menunjukkan bahwa pengembang proyek besar South Pole, bersama dengan pemberi sertifikasi kredit karbon Verra, terkait dengan kredit perlindungan hutan yang tidak menghasilkan penyerapan karbon yang dijanjikan.

Padahal, beberapa waktu belakangan, pasar karbon sukarela cukup berkembang karena semakin banyak perusahaan yang ditekan oleh pemegang saham untuk mengadopsi kebijakan netralitas karbon.

Akan tetapi, skema perdagangan karbon sejauh ini masih menimbulkan pro dan kontra. Dan kepercayaan dari perusahaan untuk membeli karbon kredit juga merupakan masalah lain.

Kelompok aktivis lingkungan hidup mengatakan, karbon kredit bisa menjadi potensi greenwashing bagi perusahaan untuk “terlihat” melakukan tindakan iklim. Padahal, kenyataannya mereka tidak mengurangi emisi gas rumah kaca.

Baca juga: Indonesia Minta ASEAN Bersatu dalam Perdagangan Karbon

Jangan bergantung karbon kredit

Terkait pasar karbon, permasalahan lainnya adalah regulator dan badan-badan penasihat pasar karbon membatasi cakupan penggunaannya oleh perusahaan.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Inisiatif Integritas Pasar Karbon Sukarela (VCMI) menyatakan bahwa perusahaan tidak boleh terlalu bergantung pada pembelian karbon kredit.

Parlemen Uni Eropa berencana untuk melarang penggunaan klaim lingkungan hidup yang hanya didasarkan pada skema perdagangan karbon mulai tahun depan.

Rancangan standar pelaporan karbon di Uni Eropa mengharuskan perusahaan untuk melaporkan jejak karbon mereka sebelum berencana mengurangi emisinya.

Baca juga: Upaya Jababeka Wujudkan Nol Emisi Karbon, Gaet 100 Tenant Tahun 2024

Konsultan Normative yang berbasis di Stockholm menyampaikan, beberapa klien menjadi waspada untuk ikut dalam pasar karbon.

“Mereka (perusahaan) tidak melihat karbon kredit sebagai pelengkap untuk mengurangi emisi mereka,” kata Kristian Ronn, salah satu pendiri Normative.

“Anda perlu mengurangi emisi dan itulah cara Anda dinilai di pasar ketika Anda mengungkapkan emisi karbon Anda,” sambungnya.

Maskapai penerbangan KLM menghadapi gugatan perdata di Pengadilan Belanda yang diajukan oleh kelompok lingkungan hidup.

Baca juga: Indonesia Andalkan Alam Kurangi Emisi Karbon

Gugatan tersebut sehubungan dengan iklan yang diduga menyesatkan konsumen tentang kredibilitas lingkungan hidup maskapai tersebut, termasuk melalui skema penyeimbangan karbon.

KLM mengatakan, pihaknya berharap dapat memperdebatkan kasusnya dan akan terus berupaya meningkatkan komunikasi dengan pelanggan.

Beberapa perusahaan seperti Tullow Oil memilih untuk mengembangkan proyek mereka sendiri daripada bergantung pada penyedia eksternal.

Perusahaan ini sedang mengerjakan proyek konservasi hutan di Ghana, dan diperkirakan akan mengambil keputusan investasi final pada tahun ini.

Baca juga: Langkah Praktis Mengurangi Jejak Karbon dalam Perjalanan

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau