KOMPAS.com - Indonesia tengah mengembangkan kalkulator karbon untuk menjadi acuan bagi sektor industri, khususnya sektor keuangan, dalam melakukan transisi ke ekonomi hijau.
Pengembangan kalkulator karbon tersebut melibatkan Bank Indonesia (BI), Kementerian Ekonomi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi.
Direktur Departemen Internasional BI Iss Savitri Hafid pada Rabu (6/9/2023) mengatakan, kalkulator karbon tersebut bertujuan untuk membantu perindustrian.
Baca juga: 60.000 Hektare Lahan Mangrove Sulawesi Selatan Berpotensi Masuk Perdagangan Karbon Dunia
"Khususnya sektor keuangan, dalam menyelaraskan model bisnis mereka saat transisi," kata Iss dalam dialog internasional bertajuk "Financing the Green Transition of Developing Countries" di Jakarta,
Iss menjelaskan, kalkulator karbon merupakan salah satu bentuk kolaborasi BI bersama pemerintah dalam mewujudkan transisi menuju netralitas karbon atau net zero emission (NZE).
Dia mengatakan, kalkulator karbon akan menjadi acuan bagi para pelaku industri dalam menyusun kebijakan finansial yang ramah lingkungan, sebagaimana dilansir Antara.
Selain mengembangkan kalkulator karbon, Iss memaparkan bahwa BI telah memberi insentif kepada perbankan untuk meningkatkan pinjaman mereka terhadap sektor hijau, seperti kendaraan listrik.
Baca juga: Perdagangan Karbon: Pengertian, Tujuan, dan Manfaat
"BI berkomitmen untuk mencapai NDC kita, yakni untuk mengurangi emisi rumah kaca sebesar 26 persen dengan usaha kita sendiri," kata Iss.
Kontribusi yang ditetapkan secara nasional atau nationally determined contribution (NDC) merupakan kontribusi tiap negara anggota PBB yang menandatangani Perjanjian Paris 2015 atau Paris Agreement dalam menurunkan emisi karbon.
Iss meyakini, sektor keuangan dapat memimpin transformasi industri menjadi lebih ramah lingkungan. Caranya adalah dengan memfasilitasi investasi ke arah nol emisi karbon.
Baca juga: Perlunya Transparansi Radikal untuk Pasar Karbon Sukarela
Sektor keuangan dapat mengarahkan para pelaku industri untuk mempertimbangkan peluang dan risiko iklim dalam proses pembuatan kebijakan.
Oleh karena itu, Iss mendorong kolaborasi antarlembanga untuk mengoptimalkan transisi ekonomi menuju nol emisi karbon.
"Kita harus memastikan sistem keuangan kita memiliki ketahanan terhadap perubahan iklim dan mendukung transisi menuju nol emisi karbon," kata Iss.
Baca juga: Indonesia Minta ASEAN Bersatu dalam Perdagangan Karbon
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya