KOMPAS.com – PT PLN telah membatalkan kontrak jual-beli listrik dengan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara berkapasitas total 1,3 gigawatt (GW).
Direktur Utama PT PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, penghentian kontrak jual-beli listrik dengan 1,3 GW PLTU batu bara itu setara dengan pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) lebih dari 150 juta ton karbon dioksida selama 25 tahun.
“Tiga tahun lalu ada 1,3 gigawatt PLTU batu bara yang sudah berkontrak dengan PLN berhasil dibatalkan,” ungkap Darmawan usai pembukaan PLN Nusantara Power Connect 2023 di Jakarta, Senin (11/9/2023).
Baca juga: PLTU Batu Bara Ditinggal, Penambahan Pembangkit Listrik Fokus ke EBT
Darmawan menyampaikan, upaya tersebut dilakukan sesuai arahan Presiden Joko Widodo untuk mengurangi emisi GRK dan menjadi pemimpin dalam mengurangi perubahan iklim.
Selain itu, PT PLN juga mengeliminasi recana pembangunan PLTU batu bara baru sebesar 13 GW dalam perubahan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) hingga 2040.
“Sudah ada 13 GW pembangkit listrik tenaga batu bara yang kita keluarkan dari fase perencanaan,” ujarnya, sebagaimana dilansir Antara.
Dieliminasinya rencana pembangunan 13 GW PLTU batu bara tersebut dapat mengurangi emisi GRK sebesar 1,8 miliar ton karbon dioksida selama 25 tahun.
Baca juga: Upaya Pengurangan Konsumsi Batu Bara PLTU Terkendala Ketersediaan Biomassa
Dalam perubahan RUPTL, sebagai ganti dibatalkannya rencana pembangunan 13 GW PLTU batu bara, PT PLN hendak mengembangkan 21 GW pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT).
Darmawan mengatakan, rencana tersebut membuat rancangan RUPTL kali ini menjadi paling hijau dalam sejarah PT PLN dan Indonesia.
“Ini yang paling hijau dalam sejarah PLN dan juga dalam sejarah Indonesia yaitu 51,6 persen penambahan kapasitasnya berbasis pada EBT,” kata Darmawan.
EBT yang akan dikembangan dalam rancangan RUPTL tersebut seperti pembangkit listrik tenaga air (PLTA), pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP), pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), hingga energi ombak hingga angin.
Baca juga: Penelitian: Co-firing Bukan Solusi Efektif Pangkas Emisi dan Polusi PLTU Batu Bara
Menurut Darmawan, semua sumber daya yang di Indonesia yang memiliki potensi besar untuk pembangkit listrik akan digunakan sebagai energi baru.
"Energi dari semua potensi di nusantara ini dari hidro (air) dari geotermal (panas bumi), dari wind (angin), dari solar (surya), dari ombak dan seluruh potensi di nusantara ini,” ujarnya.
Dalam rancangan RUPTL tersebut, penambahan pembangkit listrik berbasis EBT mencapai 75 persen dari total rencana.
Jumlah kapasitas terpasang pembangkit listrik berbasis EBT diproyeksikan akan bertambah 60 gigawatt (GW) hingga 2040.
Sementara sisanya, yakni 25 persen, akan berupa pembangunan pembangkit listrik tenaga gas (PLTG).
Baca juga: Mengenal Limbah PLTU Batu Bara yang Kini Jadi Media Tanam Kayu Putih
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya