Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penelitian: "Co-firing" Bukan Solusi Efektif Pangkas Emisi dan Polusi PLTU Batu Bara

Kompas.com - 08/08/2023, 15:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Pembakaran bersama alias co-firing biomassa di dalam pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara bukan merupakan solusi yang efektif terhadap pengurangan polusi dan emisi di Indonesia.

Hal tersebut diungkapkan dalam laporan berjudul "Health Benefits of Just Energy Transition and Coal Phase-out in Indonesia" yang diluncurkan pada 18 Juli 2023.

Laporan tersebut merupakan hasil penelitian dari Center for Research on Energy and Clean Air (CREA) dan Institute for Essential Services Reform (IESR).

Baca juga: Mengenal Limbah PLTU Batu Bara yang Kini Jadi Media Tanam Kayu Putih

Dalam laporan tersebut, peningkatan porsi co-firing hingga 20 persen hanya berdampak kecil terhadap pengurangan emisi dan polusi udara dari PLTU batu bara.

Polusi udara yang berbahaya dari PLTU batu bara contohnya adalah partikel debu, sulfur dioksida, nitrogen oksida, dan merkuri.

Jika campuran biomassa ditarget 10 persen dalam co-firing PLTU batu bara, polusi udara berbahaya hanya turun sedikit.

Contohnya, partikel debu turun 9 persen, nitrogen oksida turun 7 persen, dan sulfur dioksida turun 10 persen.

Baca juga: 10 Provinsi Paling Terdampak Emisi PLTU Batu Bara, Jawa Barat Tertinggi

"Efek pada emisi diturunkan dari banyak himpunan data yang terdiri dari ratusan pabrik pembakaran, membuatnya mewakili efek agregat, bahkan dengan mempertimbangkan variasi antara masing-masing pembangkit," tulis para peneliti dalam laporan tersebut.

Jika co-firing hanya dilakukan sebatas pada PLTU batu bara milik PLN, total emisi yang dapat diturunkan hanya berkisar antara 1,5 persen hingga 2,4 persen.

Sebaliknya, salah satu upaya paling efisien untuk menurunkan polusi udara yang berbahaya dari PLTU batu bara adalah dengan pemasangan teknologi pengendalian emisi yang efisien.

Berdasarkan perkiraan dalam penelitian tersebut, jika semua PLTU batu bara di Indonesia dipasangi pengendalian emisi, partikel debu turun 86 persen, nitrogen oksida turun 64 persen, sulfur dioksida turun 73 persen, dan merkuri turun 71 persen.

Baca juga: Mengenal Penggunaan Woodchips dalam Sistem Co-Firing PLTU Bangka

Pasokan

Selain hanya berdampak kecil terhadap emisi dan polusi udara, implementasi co-firing akan menghadapi tantangan ketersediaan pasokan dalam jangka panjang.

Sumber pasokan biomassa untuk co-firing PLTU batu bara dalam jangka panjang patut dipertanyakan.

Selain itu, harga bahan baku biomassa di dunia, khususnya wood chip atau pelet kayu, semakin tinggi.

Saat ini, harga jual bahan baku untuk co-firing dibatasi sekitar Rp 1 juta per ton. Di sisi lain, harganya bisa mencapai Rp 3,6 juta per ton jika dijual ke Jepang atau Korea.

Baca juga: Daftar PLTU Batu Bara dengan Dampak Biaya Kesehatan Tertinggi

Ilustrasi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU)KOMPAS/HERU SRI KUMORO Ilustrasi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU)

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau