JAKARTA, KOMPAS.com - Pengembangan ekosistem kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) menjadi salah satu fokus kebijakan Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Kebijakan ini juga sejalan dengan upaya industrialisasi berbasis hilirisasi sumber daya alam mineral.
Peningkatan nilai tambah nikel sebagai salah satu komoditas mineral dapat mencapai 19 kali apabila diolah menjadi bahan baku baterai.
Namun demikian, hingga tahun 2020, sebagian besar pengolahan bijih nikel di Indonesia berada pada jalur untuk memproduksi NPI dan FeNi, bukan pada jalur untuk produksi baterai.
Baca juga: Berkembang Pesat, Pengguna Motor Listrik Meningkat 15 Kali Lipat dalam 2 Tahun
“Karenanya, pemerintah terus mendukung upaya pertumbuhan industri dalam negeri khususnya industri hilirisasi sumber daya alam mineral dan pengembangan EV di tanah air,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita pada Penandatanganan Perjanjian Proyek Baterai HPAL di Jakarta, Rabu (13/9/2023).
Penandatanganan perjanjian proyek baterai High Pressure Acid Leaching (HPAL) tersebut dilakukan oleh PT Anugrah Neo Energy Materials sebagai investor dengan mitra strategis PT Gotion Indonesia Materials.
Proyek baterai ini akan mengubah bijih nikel atau limonite menjadi Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) dengan proses hydrometallurgy yang menggunakan teknologi HPAL.
Salah satu keunggulan smelter HPAL adalah dapat menggunakan limonite, yang merupakan bijih nikel kadar rendah, sebagai feedstock.
Baca juga: Komunitas Startup Teknologi Bersih Sambut Perluasan Subsidi Motor Listrik
Bijih nikel jenis limonite juga kaya dengan kandungan cobalt (co) yang dibutuhkan untuk katoda baterai jenis Nickel Manganese Cobalt (NMC).
“Dengan target kuantitatif pengembangan industri kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) untuk roda empat dan lebih sebesar 400.000 unit pada tahun 2025, dan satu juta unit pada tahun 2035, proyeksi kebutuhan nikel sebagai bahan baku baterai khususnya jenis baterai NMC 811 akan terus meningkat,” papar Menperin.
Proyek baterai HPAL ini merupakan kolaborasi antara PT Anugrah Neo Energy Materials (ANEM) yang berstatus 100 persen PMDN dengan mitra strategis PT Gotion Indonesia Materials (GIM) yang berstatus PMA.
Proyek tersebut akan berlokasi di Neo Energy Buleleng Industrial Park (NEBIP), Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah.
Kerja sama ini akan menjadi operasi yang terintegrasi secara vertikal, yang menggabungkan sumber daya tambang dengan fasilitas HPAL, untuk memproses Bijih Ni menjadi MHP dan Ni/Co Sulfat, yang merupakan bahan prekursor katoda untuk produksi baterai EV.
Baca juga: Nissan Guna Ulang Baterai EV Lama Buat Sumber Listrik Portabel
Keberadaan proyek baterai HPAL tersebut diharapkan menambah kapasitas MHP nasional sebanyak 120.000 MT per tahun. Sebagai aspek utama dalam produksi EV, jalur panjang produksi baterai EV dari bijih limonite tersebut memerlukan dukungan terintegrasi dari berbagai sektor industri terkait.
Kemenperin sendiri terus mendukung dan memfasilitasi kebutuhan pelaku usaha industri di dalam negeri yang berkontribusi terhadap keberhasilan program hilirisasi.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya