JAKARTA, KOMPAS.com - Lamun merupakan hamparan tumbuhan hijau yang berada di dasar laut dangkal berair bersih di kedalaman 0-10 meter. Tanaman ini tumbuh subur pada arus tenang sekitar 0,5 meter per detik.
Perairan di Indonesia menjadi rumah nyaman untuk bertumbuhnya lamun terutama di pesisir timur dan barat Pulau Sumatera. Seperti di kawasan Pantai Tanjung Kelayang, Belitung Timur, Provinsi Bangka Belitung.
Kawasan sekitar Batam dan Bintan, Nias, dan sebagian Lampung juga menjadi favorit bertumbuhnya lamun.
Tanaman yang menjadi tiga serangkai benteng pertahanan kawasan pesisir atau greenbelt bersama mangrove dan terumbu karang juga dapat ditemui di perairan dangkal Nusa Tenggara, bagian barat Sulawesi, dan Maluku.
Perairan Indonesia menyimpan kekayaan lamun yang tak sedikit. Sebanyak 15 spesies dari sekitar 60 spesies lamun di seluruh dunia hidup di perairan Indonesia.
Baca juga: Begini Strategi Percepat Netralitas Karbon di Sektor Industri
Spesies lamun paling banyak ditemui adalah enhalus acoroides, thalassia hemprichii, cymodocea rotundata, dan cymodocea serrulata.
Seperti halnya mangrove dan terumbu karang, padang lamun merupakan habitat terbaik bagi beberapa spesies terancam punah seperti penyu dan dugong.
Mereka menjadikan padang hijau bawah laut itu bagaikan sebuah restoran bintang lima Michelin yang selalu menyediakan menu makanan terbaik dan terenak, ya tentu saja itu lamun.
Tak hanya bagi dugong dan penyu, padang lamun juga menjadi sumber makan terbaik untuk ikan baronang, rajungan, kuda laut, kerang, aneka ikan-ikan kecil, dan krustasea.
Padang lamun juga menjadi pencegah terjadinya abrasi pantai. Rumput lamun yang lebat dapat memperlambat aliran dan ombak menuju pantai. Kondisi itu akan membuat perairan di sekitar padang lamun menjadi tenang.
Indonesia adalah pemilik padang lamun terluas di Asia Tenggara, kedua di dunia setelah Australia. Luasnya kira-kira 15 persen dari total padang lamun dunia.
Baca juga: Kejar Nol Emisi Karbon, Dukungan Sektor Kendaraan Listrik Diperlukan
Menurut peneliti biogeokimia laut pada Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Aan Johan Wahyudi, luas padang lamun di Indonesia saat ini yang telah terverifikasi dan tervalidasi oleh citra satelit atau melalui observasi lapangan mencapai 293.464 hektar.
Aan menyebut, berdasarkan penelitian BRIN, luasan padang lamun saat ini di seluruh Nusantara memiliki kemampuan menyerap karbondioksida (CO2) hingga 1,9-5,8 megaton (Mt) karbon per tahun.
Seperti juga mangrove, kemampuan lamun menyerap karbon tak main-main. Dalam setiap hektar padang lamun, karbon yang mampu diserap mencapai 6,59 ton per tahun.
Menurutnya, kemampuan padang lamun dalam menyerap karbon jauh lebih baik dibandingkan vegetasi mana pun di daratan.
“Angka itu menjadi sangat fantastis. Karena kemampuan menyerap lamun ternyata lebih besar dari vegetasi yang ada di darat. Kemampuannya bisa 77 persen lebih besar dari vegetasi darat seperti hutan,” ungkapnya seperti diwartakan oleh Antara.
Melihat fakta tadi, vegetasi pesisir seperti padang lamun menjadi sangat penting bagi upaya pengendalian karbon yang sekarang ini menjadi program Pemerintah Indonesia hingga 2045 mendatang.
Hanya, meski potensi luasan padang lamun di tanah air tercatat mencapai 875.967 hektar, upaya berbagai organisasi lingkungan untuk menggencarkan penelitian masih perlu ditingkatkan.
Secara umum, padang lamun yang memiliki kemampuan untuk menyerap karbon, masih didominasi oleh spesies lamun Enhalus acoroides dan Thalassia hemprichii. Kedua jenis lamun tersebut menjadi tumpuan karena memiliki nilai cadangan karbon yang besar.
Baca juga: Kejar Netralitas Karbon, Pemerintah Berencana Kembangkan Hidrogen hingga Nuklir
Cadangan karbon pada lamun itu tersimpan pada substrat yang ada di bawah permukaan pasir laut dan menyatu dengan akar lamun.
Cadangan tersebut, mampu bertahan dalam kurun waktu lama jika kawasan pesisir tidak mengalami kerusakan karena berbagai hal.
Sedangkan menurut peneliti padang lamun BRIN Nurul Dhewani Mirah Sjafrie, dari seluruh luasan padang lamun yang sudah tervalidasi pihaknya, tercatat hanya 15,35 persen yang kondisinya masuk kategori bagus atau sehat.
Sementara, seluas 53,8 persen lainnya dinyatakan kurang sehat, dan sisanya sekitar 30,77 persen dinyatakan miskin.
Jika merujuk Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 200 tahun 2004, padang lamun yang masuk kategori sehat harus memiliki tutupan minimal 60 persen.
Sementara itu, untuk kondisi sekarang, tutupan padang lamun di Indonesia rerata mencapai 42,23 persen.
Baca juga: Menperin Optimistis Industri Capai Netral Karbon pada 2050
Oleh sebab itu, pemerintah bertekad untuk menjaga ekosistem tiga serangkai benteng pesisir, termasuk di antaranya padang lamun. Ini juga sebagai upaya untuk mengatur dan mengelola potensi sumber daya kelautan di tanah air.
Upaya tersebut juga merujuk pada Peraturan Pemerintah nomor 16 tahun 2017 tentang Kebijakan Kelautan Indonesia (KKI).
Aturan ini menjadi pedoman umum kebijakan kelautan dan langkah- langkah pelaksanaannya melalui program dan kegiatan kementerian/lembaga di bidang kelautan.
Pemerintah Indonesia telah menjalin ikatan bersama dengan Pemerintah Australia sejak 2017 untuk pelestarian padang lamun. Kerja sama tersebut menjadi tindak lanjut dari kesepakatan bilateral bidang kemaritiman.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya