KOMPAS.com – Pemerintah pusat dan pemerintah daerah perlu menguatkan kapasitas dan kemampuannya untuk merealisasikan transisi energi berkeadilan di Indonesia.
Menurut kajian yang dilakukan Institute for Essential Services Reform (IESR) dan Stockholm Environment Institute (SEI) pemerintah pusat dan daerah memiliki kapasitas yang berbeda.
Pemerintah pusat dinilai mempunyai kesadaran untuk bertransisi energi, sedangkan pemerintah daerah memiliki kapasitas yang memadai untuk mengimplementasikan transisi energi.
Baca juga: Dana JETP Jauh dari Cukup untuk Transisi Energi Indonesia
Namun, baik pemerintah pusat dan daerah dinilai perlu meningkatkan kemampuannya di tujuh macam kapasitas lainnya.
Manajer Program Ekonomi Hijau IESR Wira Swadana menjelaskan, transisi energi berkeadilan memerlukan kesiapan perencanaan dan implementasi yang matang.
Untuk itu, kapasitas yang mumpuni dan saling melengkapi, serta kolaborasi yang erat antarpemerintah pusat dan pemerintah daerah, menjadi hal yang krusial.
Hal tersebut disampaikan Wira dalam "Lokakarya Nasional tentang Transisi yang Berkeadilan: Membangun Kapasitas untuk Transisi Batubara yang Berkelanjutan di Indonesia" yang digelar secara daring, Kamis (26/10/2023).
Baca juga: Lewat Heatech 2023, MEBI Dorong Percepatan Transisi Energi Berkelanjutan
Wira menuturkan, pemerintah pusat dapat menetapkan regulasi yang mendukung pelaksanaan transisi energi berkeadilan, serta menarik investasi dan pembiayaan transisi energi melalui berbagai kerja sama internasional.
“Pemerintah daerah dapat mengambil peran sebagai koordinator dan stimulator dalam proses transisi energi, karena mereka yang mengetahui kondisi lapangan dan berinteraksi langsung dengan warga,” ujar Wira sebagaimana rilis yang diterima dari IESR.
IESR dan SEI mengkaji delapan kapasitas yaitu kesadaran, pengetahuan teknis, pelibatan pemangku kepentingan, komunikasi, jaringan multilevel, finansial, penguasaan instrumental dalam penataan dan penguatan organisasi, serta pengimplementasian transisi energi.
Berdasarkan analisis awal, pemerintah pusat memerlukan peningkatan kapasitas pada pengetahuan teknis, komunikasi, dan membangun jaringan multilevel.
Baca juga: Transisi Energi Penting Diulas dalam Debat Capres-Cawapres
Sedangkan pemerintah daerah dinilai cenderung lemah dalam pengetahuan teknis tentang bertransisi energi, finansial, dan kewenangan yang termasuk dalam kapasitas instrumental.
Analis Bidang Sosial dan Ekonomi IESR Martha Jesica memaparkan, ada tiga hal utama yang menyebabkan kesenjangan peningkatan kapasitas pemerintah di tingkat pusat dan daerah.
Pertama, mutasi tenaga kerja yang cepat sehingga membatasi pertukaran informasi. Kedua, minimnya kesadaran mengenai dampak batu bara dan pembangunan ekonomi. Ketiga, proses birokrasi yang kompleks dalam komunikasi bertingkat atau multilevel antar pemerintah.
Martha menyampaikan, diperlukan perubahan paradigma dari ekonomi yang berpusat pada batu bara menjadi ekonomi hijau agar kesenjangan dapat teratasi.
“Karena pengembangan ekonomi masa depan akan menuju pengembangan berkelanjutan dan adil. Selain itu, perlu pula melibatkan aktor di luar pemerintah dalam perencanaan, seperti kelompok masyarakat sipil untuk bertukar pengetahuan mengenai transisi energi ini,” kata Martha.
Baca juga: SMI Gandeng AIIB dan PLN Dukung Percepatan Transisi Energi
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya