Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Serapan Emisi GRK Ditarget Seimbang 2030, Sektor Hutan Butuh Investasi Rp 219,66 Triliun

Kompas.com, 13 November 2023, 10:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com – Pemerintah menargetkan, serapan emisi gas rumah kaca (GRK) dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya pada 2030 akan seimbang atau bahkan lebih tinggi dari tingkat emisi yang dihasilkan.

Target tersebut tertuang dalam dokumen Indonesia’s Forest and Other Land Use (FOLU) Net Sink 2030.

Akan tetapi, untuk mencapai serapan emisi GRK yang seimbang dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya, dibutuhkan biaya yang besar.

Baca juga: Pengusaha Hutan Sebut Perdagangan Karbon Indonesia Hadapi Tantangan

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Indroyono Soesilo mengungkapkan, dana yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan tersebut mencapai 14 miliar dollar AS atau sekitar Rp 219,66 triliun.

Dari angka tersebut, 55 persen di antaranya diharapkan datang dari investasi sektor swasta, sebagaimana dilansir dari siaran pers Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

“Jadi untuk mencapai FOLU Net Sink 2030, kita harus melaksanakan aksi mitigasi maupun investasi, baik pemerintah maupun sektor swasta. Untuk itulah dibuat regulasi yang harus diikuti,” kata Indroyono di Jakarta, Kamis (9/11/2023).

Indroyono mengatakan, saat ini ada sekitar 600 unit perusahaan pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH). Sebagian di antaranya mulai masuk ke perdagangan karbon.

Baca juga: CDC 2023, Upaya Menjadikan Indonesia sebagai Hub Karbon Dunia

Untuk masuk ke dalam perdagangan karbon, para pemegang PBPH perlu mengikuti aturan main seperti menyusun Dokumen Rancangan Aksi Mitigasi Perubahan Iklim DRAM dan mengurus berbagai prosesnya di Sistem Registri Nasional (SRN).

Setelah semua langkah ditempuh, baru diterbitkan Sertifikasi Penurunan Emisi Indonesia (SPE) GRK yang bisa menjadi pegangan pemegang PBPH untuk melakukan perdagangan karbon.

“Oleh karna itu, memang harus hati-hati dan harus bermitra bersama-sama. Regulasinya dibuat pemerintah, investasi dilaksanakan pemerintah maupun swasta,” ucap Indroyono.

Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) KLHK Laksmi Dhewanthi menyampaikan, SRN merupakan sistem registri yang mencatatkan berbagai aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim yang dilakukan seluruh pemangku kepentingan di Indonesia.

Baca juga: Implementasi Penangkap dan Penyimpan Karbon di Indonesia Dinilai Tidak Tepat

Selain menjadi pencatatan, SRN juga difungsikan sebagai karbon registri yang nanti mampu melakukan penelusuran pada saat diterbitkan SPE GRK.

Dia menggarisbawahi bahwa SRN bukan semata-mata untuk melakukan perdagangan karbon.

“Tetapi untuk melakukan perdagangan karbon di Indonesia, atau seluruh mekanisme nilai ekonomi karbon termasuk result based payment, perdagangan emisi dan offset emisi harus melalui SRN," tuturnya.

Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) KLHK Agus Justianto mengatakan, proses tersebut memang membutuhkan waktu.

Baca juga: Dukung Perdagangan Karbon, IDCTA Gelar Carbon Digital Conference 2023

Dia menuturkan, berbagai instrumen sudah tersedia, termasuk metodologi di SRN, walaupun masih dimungkinkan untuk mengusulkan metodologi yang diperlukan untuk dapat digunakan oleh SRN.

Agus menambahkan, sektor kehutanan diharapkan mempunyai kontribusi yang paling besar dalam mengurangi emisi GRK yaitu hampir 60 persen.

“Maka PBPH sudah mulai mempersiapkan diri bahkan mungkin paling siap untuk melaksanakan perdagangan karbon, khususnya dari segi legalitas, kinerja, rencana kerja usaha, SDM (sumber daya manusia), luas wilayah aksi mitigasi, pendanaan dan lain lain,” ujar Agus.

Baca juga: Pajak Karbon Tak Kunjung Diterapkan, Ini Alasan BRIN

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Banjir Sumatera dan Ancaman Sunyi bagi Perempuan, Belajar dari Pengalaman dalam Bencana Likuefaksi di Sulawesi
Banjir Sumatera dan Ancaman Sunyi bagi Perempuan, Belajar dari Pengalaman dalam Bencana Likuefaksi di Sulawesi
LSM/Figur
Warga Bantu Warga, JNE Percepat Distribusi 500 Ton Bantuan ke Sumatera
Warga Bantu Warga, JNE Percepat Distribusi 500 Ton Bantuan ke Sumatera
Swasta
Pasar Software Akuntansi Karbon Diprediksi Meroket sampai 2033
Pasar Software Akuntansi Karbon Diprediksi Meroket sampai 2033
LSM/Figur
Kemenhut Segel Lagi 3 Entitas di Tapanuli Selatan, Diduga Picu Banjir Sumatera
Kemenhut Segel Lagi 3 Entitas di Tapanuli Selatan, Diduga Picu Banjir Sumatera
Pemerintah
Suhu Laut Naik akibat Perubahan Iklim Bikin Siklon di Asia Makin Parah
Suhu Laut Naik akibat Perubahan Iklim Bikin Siklon di Asia Makin Parah
LSM/Figur
Bahan Kimia Sintetis Dalam Pangan Ciptakan Beban Kesehatan 2,2 Triliun Dollar AS Per Tahun
Bahan Kimia Sintetis Dalam Pangan Ciptakan Beban Kesehatan 2,2 Triliun Dollar AS Per Tahun
LSM/Figur
Pendanaan Hijau Diproyeksikan Naik Tahun 2026, Asal..
Pendanaan Hijau Diproyeksikan Naik Tahun 2026, Asal..
Swasta
Longsor di Hulu DAS Padang dan Agam, Kemenhut Lakukan Kajian Mendalam
Longsor di Hulu DAS Padang dan Agam, Kemenhut Lakukan Kajian Mendalam
Pemerintah
BEI Sebut Investasi Berbasis ESG Naik 194 Kali Lipat dalam 1 Dekade Terakhir
BEI Sebut Investasi Berbasis ESG Naik 194 Kali Lipat dalam 1 Dekade Terakhir
Pemerintah
Perkuat Digital Nasional, TIS Kembangkan Kabel Laut TGCS-2 Jakarta–Manado
Perkuat Digital Nasional, TIS Kembangkan Kabel Laut TGCS-2 Jakarta–Manado
Swasta
EIB Global dan Uni Eropa Bersihkan Sampah Laut di Kepulauan Seribu
EIB Global dan Uni Eropa Bersihkan Sampah Laut di Kepulauan Seribu
LSM/Figur
Panas Ekstrem Bikin 8.000 Spesies Terancam Punah, Amfibi dan Reptil Paling Rentan
Panas Ekstrem Bikin 8.000 Spesies Terancam Punah, Amfibi dan Reptil Paling Rentan
LSM/Figur
Masyarakat Sipil Desak Prabowo Tetapkan Status Bencana Nasional di Sumatera
Masyarakat Sipil Desak Prabowo Tetapkan Status Bencana Nasional di Sumatera
LSM/Figur
DAS Kuranji di Sumatera Barat Melebar hingga 150 Meter Usai Banjir, Ini Penjelasan Kemenhut
DAS Kuranji di Sumatera Barat Melebar hingga 150 Meter Usai Banjir, Ini Penjelasan Kemenhut
Pemerintah
Bibit Siklon Tropis 91S Muncul di Samudera Hindia, Apa Dampaknya untuk Sumatera?
Bibit Siklon Tropis 91S Muncul di Samudera Hindia, Apa Dampaknya untuk Sumatera?
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau