Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cegah Stunting dari Hulu, Masa Remaja Perlu Terapkan Pola Hidup Sehat

Kompas.com - 13/11/2023, 08:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

KOMPAS.com - Remaja yang menjaga pola hidup sehat, terutama remaja putri, dapat mencegah kasus stunting sejak dari hulu.

Hal tersebut disampaikan Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Nopian Andusti, sebagaimana dilansir Antara, Sabtu (11/12/2023).

"Remaja putri dapat melakukan pencegahan dengan mengonsumsi tablet tambah darah sebanyak satu tablet per minggu, melakukan aktivitas fisik minimal 30 menit sehari, serta menerapkan pola makan sesuai pedoman gizi seimbang," kata Nopian.

Baca juga: Pengasuhan Positif yang Bahagiakan Ibu Bisa Atasi Stunting

Hal tersebut disampaikan Nopian saat menghadiri kegiatan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) percepatan penurunan stunting wilayah khusus kampung keluarga berkualitas di Desa Talang Tinggi, Kecamatan Ulu Manna, Kabupaten Bengkulu Selatan, Jumat (10/11).

Ia menjelaskan, untuk mewujudkan keluarga berkualitas, BKKBN mengembangkan konsep menghindari empat hal yang disebut sebagai "empat terlalu".

"Empat terlalu" yaitu terlalu muda saat melahirkan (kurang dari 21 tahun), terlalu tua usia saat hamil (di atas 35 tahun), terlalu dekat jarak melahirkan, dan terlalu banyak anak.

"Perkawinan di usia yang terlalu muda berisiko tinggi melahirkan anak stunting, kematian bayi, hingga kematian ibu," ujar dia.

Baca juga: Sentuhan Bank NTT, Bantu Tingkatkan Gizi 2.288 Anak Stunting

Untuk membebaskan keluarga Indonesia dari beberapa risiko tersebut, BKKBN melakukan beberapa pendekatan melalui program pembangunan keluarga, kependudukan, dan keluarga berencana (Bangga Kencana) serta percepatan penurunan stunting.

Program-program tersebut dilaksanakan berlandaskan Undang-Undang (UU) Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, dan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting.

"Tubuh kerdil atau stunting itu cukup berbahaya dalam pembangunan bangsa, karena menjadi hambatan masa depan anak bangsa yang berkualitas," tuturnya.

Selain fisik yang pendek, kata dia, anak stunting juga mudah sakit-sakitan. Dan saat memasuki usia dewasa, mereka akan sulit bersaing dengan anak-anak lain yang normal.

"Untuk itu, pencegahan stunting harus dimulai sejak janin dalam rahim atau kandungan, melalui pengasuhan dan pemenuhan asupan gizi pada 1.000 hari pertama kehidupan atau 0-2 tahun," katanya.

Baca juga: Bidan Jadi Pemeran Utama Percepatan Penurunan Stunting

Sementara itu, Anggota Komisi IX DPR RI Elva Hartati menyebutkan, kegagalan tumbuh seseorang disebabkan malanutrisi kronis dan penyakit berulang selama masa kanak-kanak, sehingga dapat membatasi kapasitas fisik dan kognitif anak secara permanen.

"Meskipun kemiskinan berkontribusi terhadap gizi buruk, faktor lain seperti minimnya pengetahuan dan praktik pengasuhan anak, serta pemberian makan anak yang tidak memadai, juga turut menyebabkan tingginya angka gizi buruk," kata Elva.

Menurut dia, memperhatikan kesehatan ibu sejak dini juga penting. Pasalnya, masih banyak perempuan yang hamil saat usia remaja tidak makan dengan benar selama kehamilan, sehingga melahirkan bayi yang dengan berat badan rendah.

"Untuk mengatasi persoalan tersebut perlu edukasi secara terus menerus kepada masyarakat agar mereka memahami pentingnya pendewasaan usia perkawinan, di mana bagi remaja putri 21 tahun dan pria 25 tahun. Pendewasaan median kawin pertama itu bagian dari pencegahan stunting," ucap Elva.

Baca juga: Cegah Stunting, Pemerintah Diminta Bentuk Satgasus Tangani Perkawinan Anak

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau