Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 16/11/2023, 06:00 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - "Dengan strategi total football, Indonesia bisa menempuh jalan bersih bebas karbon dioksida (CO2), dan bebas dari pencemaran udara".

Demikian Emil Salim, Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup RI periode 1973-1993, saat menjadi pembicara pada acara Indonesia CCS Breakfast Talk with Chief Editor Media, yang diselenggarakan oleh ICCS Center, di Jakarta, Rabu (15/11/2023).

Legenda hidup berusia 93 tahun ini mengajak masyarakat dan seluruh pemangku kepentingan untuk bekerjasama melakukan upaya-upaya komprehensif dan holistik dengan menerapkan teknologi guna mengurangi karbon seraya merestorasi hutan.

Teknologi yang dimaksud adalah teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon atau carbon capture and storage (CCS), dan penggunaan karbon atau carbon capture utilization and storage (CCUS). 

Baca juga: Teknologi Penangkap Karbon Berpeluang Diterapkan di Industri Berat, Ini Daftarnya

Sementara untuk restorasi hutan atau nature based solution, bisa dilakukan dengan penanaman dan perluasan hutan bakau, sebagai contoh, baik yang dilakukan komunitas maupun stakeholder lainnya.

"Keputusan politik sudah diambil, kemampuan teknologi sudah ada, yang tinggal adalah action-nya, kami meminta dukungan pengembangan dan penerapan teknologi dari CCS dan CCUS. Khususnya dalam industri minyak energi dan batu bara yang menghasilkan emisi CO2," tegas Emil.

Emil menyoroti hal ini karena emisi CO2 yang semakin tebal membuat suhu Bumi semakin panas. Indonesia sebagai negara kepulauan menghadapi ancaman bencana lingkungan hidup jika emisi karbon ini tidak dikendalikan.

Menurutnya, Indonesia merupakan negara kepulauan yang menghadapi ancaman karena kenaikan muka air laut. Semarang, Demak, Pekalongan, adalah kota-kota yang sudah mengalami penurunan muka tanah alias tenggelam.

Cairnya es di Kutub Utara akibat suhu Bumi yang semakin panas dan disebabkan lepasnya pencemaran CO2 juga menjadi ancaman lainnya.

"Ini adalah karbon bikinan manusia dari pembakaran minyak bumi, batu bara, pencemaran industri, dan sebagainya," imbuh Emil.

Baca juga: Indonesia-AS Tandatangani 2 Perjanjian Penangkap Karbon di Bumi Pertiwi

Selama pola pembangunan yang menggunakan minyak bumi dan batu bara sebagai sumber energi utama menghasilkan CO2 di Tanah Air, Indonesia dalam ancaman.

"Dampaknya, dalam puluhan tahun nanti suhu naik, es di Kutub mencair, air laut naik. Indonesia terancam tenggelam pada saat perayaan 100 tahun Indonesia merdeka pada 2045," cetus Emil.

Untuk mengatasi hal ini, Emil menegaskan, Indonesia harus fokus pada penurunan emisi CO2 yang menjadi penyebab kenaikan suhu Bumi.

Emil mengibaratkan CO2 sebagai selimut. Semakin tebal CO2, semakin panas suhu Bumi sehingga harus dikendalikan dengan teknologi CCS dan CCUS.

Dia menyebut dua perusahaan pelat merah telah memiliki sejumlah kerja sama untuk studi pengembangan CCS, yakni PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero).

Fokus kedua adalah menurunkan emisi karbon dengan fokus pada CO2 yang dihasilkan oleh PLTU batu bara.

Baca juga: PLTS Terapung Cirata Pangkas Emisi Karbon 214.000 Ton per Tahun

"Beranjak dari garis besar strategi untuk mengurangi CO2 dari udara ini bisa dijalankan kalau kita fokus pada energi minyak bumi dan batu bara. Kedua sektor ini sebelumnya mengotori udara, hasilnya bisa digunakan untuk membersihkan udara," tuturnya.

Emil mengajak semua pemangku kepentingan untuk mendukung usaha agar teknologi CCS dan CCUS dapat mengatasi kenaikan CO2 di udara yang mengancam kenaikan permukaan laut dan pulau-pulau Indonesia.

Namun demikian, dia mengingatkan, pengembangan CCS dan CCUS harus dipastikan keamanannya dan mendapatkan dukungan dari pemerintah berupa insentif, misalnya dalam hal cost recovery.

Pasalnya, teknologi CCS ini masih sangat mahal. Untuk membangun satu storage saja dibutuhkan investasi senilai 15 miliar dollar AS.

"Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sudah mengembangkan bursa karbon sehingga karbon yang ditangkap dengan CCS ini bisa diperjualbelikan karena menurunkan ancaman terhadap perubahan iklim," ujarnya.

 

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau