KOMPAS.com - Laporan baru Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengungkap soal ancaman panas ekstrem terhadap populasi lansia dunia.
Laporan tersebut menunjukkan bahwa kematian terkait panas di kalangan orang berusia 65 tahun ke atas telah melonjak sekitar 85 persen sejak tahun 1990-an.
Jika suhu global naik 2 derajat Celsius, jumlah kasus ini bahkan diproyeksikan akan melonjak drastis hingga 370 persen pada tahun 2050.
Laporan PBB berjudul "The Weight of Time" yang dirilis Kamis (10/7/2025) memperingatkan bahwa lansia semakin rentan terhadap cuaca ekstrem. Kondisi ini paling parah terlihat di kota-kota besar yang padat penduduk dan negara-negara miskin hingga menengah.
Mengutip Down to Earth, Jumat (11/7/2025) Berdasarkan perhitungan stres panas, orang-orang di daerah tropis kemungkinan akan terpapar panas berbahaya dua kali lebih sering.
Baca juga: Indonesia Masuki Era Penuaan Penduduk, Jumlah Lansia Makin Banyak
Sementara itu, bagi sebagian penduduk di daerah lintang menengah, paparan panas berbahaya bisa meningkat hingga 3 sampai 10 kali lipat dari kondisi saat ini. Ini menunjukkan bagaimana panas ekstrem akan makin parah dampaknya di berbagai wilayah.
Lansia khususnya berisiko selama periode tersebut karena berkurangnya kemampuan untuk mengatur suhu tubuh, sehingga panas ekstrem berkontribusi pada peningkatan angka penyakit dan kematian pada kelompok usia ini.
Paparan panas dan dingin yang intens secara akut dan berkepanjangan memberikan tekanan yang signifikan pada jantung, meningkatkan risiko penyakit dan kematian akibat kondisi kardiovaskular, serebrovaskular, dan pernapasan, seperti stroke, infark miokard, gagal jantung, asma, dan pneumonia.
Sementara itu, seiring dengan terus berkembangnya kota, jumlah lansia yang tinggal di wilayah perkotaan juga meningkat.
Pada tahun 2015, 58 persen penduduk berusia 60 tahun ke atas tinggal di kota, dan jumlah tersebut terus meningkat, menghadirkan tantangan unik bagi lansia selama peristiwa panas ekstrem dan bencana terkait iklim lainnya.
“Banyak lansia mencari kehidupan perkotaan untuk mengakses fasilitas kesehatan yang lebih baik, aktivitas sosial yang vital, dan transportasi umum yang andal, di antara manfaat lainnya. Oleh karena itu, semakin banyak kota yang akan segera menghadapi kenyataan baru berupa semakin banyaknya penduduk perkotaan yang menua,” tulis laporan itu.
Laporan ini pun merekomendasikan transformasi kota menjadi ruang yang ramah lansia, bebas polusi, tangguh, dan mudah diakses dengan vegetasi yang luas melalui perencanaan kota yang lebih baik.
Baca juga: Panas Ekstrem Serang Mental Remaja, Picu Depresi dan Kecemasan
"Berinvestasi pada stasiun cuaca untuk memantau panas ekstrem sangat penting untuk melindungi jiwa. Manajemen risiko bencana berbasis komunitas dan akses informasi merupakan pendekatan kunci untuk membantu lansia beradaptasi dengan sukses terhadap perubahan iklim," papar laporan itu lagi.
Laporan itu mengusulkan pula konsep "kota 15 menit" sebagai cara untuk membuat lingkungan lokal lebih mudah diakses. Tujuannya agar lansia bisa tetap mandiri, aktif, dan tinggal di rumah serta lingkungan sosial mereka sendiri tanpa harus bepergian jauh.
Konsep "kota 15 menit" bertujuan agar segala kebutuhan dasar seperti rumah, kerja, sekolah, toko, taman bisa dicapai hanya dengan 15 menit jalan kaki atau bersepeda. Ini sangat cocok untuk lansia yang mungkin punya masalah bergerak.
Selain itu, cara hidup ini juga mengurangi penggunaan mobil, yang berarti mengurangi polusi dan meningkatkan kualitas udara.
Baca juga: Kekeringan dan Gelombang Panas Bikin Tanaman Sulit Serap Karbon
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya