KOMPAS.com – Mayoritas koperasi serta usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di Indonesia terpusat di Pulau Jawa.
Dari 9,11 juta koperasi dan UMKM, sebanyak 59,19 persen atau sekitar 5,4 juta di antaranya terkonsentrasi di Pulau Jawa.
Hal tersebut disampaikan Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM) Teten Masduki dalam pembukaan "Rakornas Pemanfaatan Hasil Pendataan Lengkap KUMKM 2023" di Bali, Selasa (21/11/2023).
Baca juga: Amartha Salurkan Modal untuk UMKM Penyandang Disabilitas
Dia menambahkan, setelah di Jawa, UMKM yang terkonsentrasi di Sumatera sebanyak 2,2 juta atau sebesar 24,10 persen, sebagaimana dilansir dari siaran pers Kemenkop UKM.
“Dan UMKM yang terkonsentrasi di kawasan timur Indonesia yaitu di Pulau Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua sebanyak 1,5 juta atau sebesar 16,71 persen,” kata Teten.
Dari 9,11 juta usaha tersebut, tercatat jumlah UMKM dengan kriteria usaha nonpertanian dan menetap sebanyak 9,09 juta. Sedangkan koperasi sejumlah 20.000.
Teten menuturkan, data tersebut didapatkan dari hasil pendataan koperasi dan UMKM tahun 2022 dan akan dipakai untuk membuat kebijakan yang solutif dan tepat sasaran.
Baca juga: Berkat Pendampingan UMKM Jawa Timur, Petrokimia Gresik Raup Penghargaan
“Saat saya pertama menjadi menteri, saya tanya data dan ternyata belum ada. Maka kita harus mulai siapkan program berbasis data,” ucap Teten.
Teten menuturkan, jika kebijakan yang diambil tidak berasai pada data, maka kebijakan dan program tidak akan tepat sasaran.
“Dari data ini kita akan mudah menyusun program pemberdayaan UMKM dan mengembangkan SDM (sumber daya manusia) baik pemerintah darrah maupun pelaku UMKM,” tuturnya.
Menteri Teten menegaskan, data tersebut tidak bersifat final. Dia meminta Dinas Koperasi dan UKM di daerah untuk terus mengembangkan dan memutakhirkan hasil pendataan ini.
Data ini juga diharapkan mampu menjadi modal awal untuk mengembangkan UMKM baik secara jumlah dan perubahan data, terutama bagi Dinas Koperasi dan UKM di daerah.
Menteri Teten menekankan bahwa data ini harus dipilah, mana UMKM yang sifatnya ekonomi subsisten atau hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga, dan mana UMKM yang dapat ditumbuhkembangkan.
Menurut Menteri Teten, terciptanya usaha mikro disebabkan karena tidak terbukanya lapangan kerja formal. Hal ini dikatakan sangat erat kaitaannya dengan Indonesia menuju negara maju di 2045.
“Tantangannya 97 persen masyarakat Indonesia bekerja di level mikro. Menjadi negara maju itu diukur dari pendapatan per kapita. Saat ini kita sudah masuk negara dengan pendapatan menengah ke atas atau 4.500 dollar AS per kapita. Pada 2045 kita mungkin harus menaikkan ini agar melampaui batas minimum menjadi negara maju,” ucap Teten.
Baca juga: Punya Minat di Bisnis UMKM yang Jadi Tulang Punggung Ekonomi di Indonesia, Ikuti Cara Berikut
Menurutnya, jika tidak segera mengubah kualitas lapangan kerja, maka akan sulit bagi Indonesia untuk menjadi negara maju.
Dia berujar, pemerintah terus berupaya menyiapkan lapangan kerja berkualitas melalui industrialisasi yang berbasis bahan baku lokal dan industrialisasi yang melibatkan koperasi dan UMKM.
Sementara itu, Deputi Bidang Kewirausahaan Kemekop UKM Siti Azizah mengatakan, pendataan lengkap koperasi dan UMKM menjadi salah satu fondasi yang kokoh untuk menyusun strategi bisnis dan pengambilan keputusan atau kebijakan bagi UMKM.
Dia berharap, perangkat daerah dapat memberdayakan koperasi dan UMKM sekaligus berperan aktif dalam memperbaharui data secara berkelanjutan.
Baca juga: Perluas Akses ke Mancanegara, Pemprov Kepri Guyur Rp 20 Juta Per UMKM
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya