KOMPAS.com – Konsultan Ahli Alergi Imunologi Anak Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo (RSCM) Dina Mukhtiarti mengatakan, 90 persen transmisi infeksi Human Immunoresensi Virus (HIV) pada anak terjadi dari ibu ke bayi.
“Untuk penularan pada anak kita tahu ada dua jalur ya. Tetapi yang paling banyak atau lebih dari 90 persen transmisi atau penularan infeksi HIV itu berasal dari ibu ke bayinya,” kata Dina sebagaimana dilansir Antara, Selasa (5/12/2023).
Dina menjelaskan penularan HIV dari ibu ke anak bisa terjadi di beberapa fase, yang pertama adalah di fase saat kehamilan.
Baca juga: Ahli Jelaskan Akibat Putus Obat bagi Pengidap HIV/AIDS
Kedua, saat proses kelahiran. Ketiga, setelah kelahiran, terutama pemberian ASI dari ibu ke bayinya.
“Gejalanya kalau anak terinfeksi HIV tergantung dia sedang di fase mana. Pada saat awal bisa terlihat seperti bayi sehat atau anak sehat, tidak ada masalah, tetapi kalau tidak diobati, timbul gejala-gejala yang kita sebut sebagai infeksi oportunistik,” ujar Dina.
Dina mengatakan anak-anak yang terinfeksi HIV seringkali menghadapi tantangan serius terkait kekebalan tubuh mereka.
Infeksi yang umum muncul pada anak-anak dengan sistem kekebalan yang lemah adalah jamur.
Baca juga: Waspada Pengidap HIV/AIDS Rentan Terkena TBC, Begini Kata Pakar...
Gejala infeksi jamur pada anak-anak yang terinfeksi HIV dapat terlihat pada lapisan putih di lidah yang sulit hilang bahkan setelah anak berusia di atas dua bulan.
Infeksi jamur ini tidak hanya terbatas pada lidah, tetapi dapat menyebar ke saluran cerna yang menyebabkan diare kronik dan sulit diidentifikasi penyebabnya.
Selain infeksi jamur, anak-anak dengan HIV juga berisiko tinggi terkena tuberkulosis (TBC).
TBC pada anak-anak ini dapat menyebabkan berbagai komplikasi, termasuk diare kronik yang sulit diatasi.
Baca juga: Pakar: Penularan HIV dari Ibu ke Anak Bisa Dicegah
Dina menjelaskan, virus HIV menyerang sel kekebalan tubuh, terutama CD4.
“CD4 itu saya analogikan seperti tentara-tentara yang ada di badan kita. Jika sel CD4 ini terserang virus HIV maka jumlahnya akan berkurang,” papar Dina.
“Fungsinya akan berkurang sehingga anak-anak atau seorang individu yang terinfeksi virus ini akan mengalami masalah kekebalan tubuh dan akhirnya sering mengalami infeksi," sambungnya.
Sepanjang 2023, terdapat sekitar 520.000 pasien terjangkid HIV atau AIDS, 3 persen di antaranya anak-anak di bawah 14 tahun.
Baca juga: 10 Rekomendasi Penanganan HIV/AIDS dari PB IDI
Meskipun persentasenya kecil, jumlah anak-anak dengan HIV mencapai sekitar 15.000 pasien.
Dina menegaskan, deteksi dini dan pengobatan yang tepat menjadi kunci untuk menghindari kondisi berat dan konsekuensi jangka panjang pada anak-anak yang terinfeksi HIV dan mencegah masuk ke tahap AIDS.
Setelah menjelaskan penularan HIV pada anak, Dina juga menyampaikan transmisi virus yang melemahkan imun tersebut kepada orang dewasa.
Penularan HIV terhadap orang dewasa biasanya terjadi dari perilaku berisiko seperti hubungan seksual tidak aman, penggunaan jarum yang terkontaminasi, atau karena transfusi darah.
Meski begitu, bahwa potensi penularan HIV melalui transfusi darah saat ini dapat diminimalisasi karena adanya pemeriksaan-pemeriksaan di laboratorium yang sudah canggih dibandingkan dahulu.
Baca juga: Pengidap HIV/AIDS Rentan Terkena Monkeypox, Begini Penjelasan Ahli
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya