KOMPAS.com - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyoroti lemahnya mitigasi yang memperparah dampak siklon senyar (siklon tropis senyar) sehingga memicu bencana banjir di Sumatera Utara, Aceh, dan Sumatera Barat.
Peneliti Pusat Riset Iklim dan Cuaca Ekstrem BRIN, Erma Yulihastin mengatakan, aplikasi Sadewa milik BRIN telah mendeteksi siklon tersebut pada Rabu (19/11/2025). Sementara itu, Zoom Earth menelusuri bibit siklon 95B telah terlihat sejak Jumat (21/11/2025).
Baca juga:
"Saya katakan kita punya SDM (sumber daya manusia), kita punya sumber daya teknologi di sini yang bisa membantu, karena sebenarnya problem (masalah) kita itu di mitigasi kan. Apa yang terjadi sekarang adalah proses mitigasi yang tidak berjalan dengan baik," kata Erma dalam webinar, Selasa (9/12/2025).
Foto udara kayu gelondongan yang terbawa arus banjir di Desa Geudumbak, Kecamatan Langkahan, Aceh Utara, Aceh, Jumat (5/12/2025). Kayu gelondongan tersebut menumpuk di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Arakundo pasca diterjang banjir bandang pada Rabu (26/11) yang menimpa puluhan rumah warga di desa setempat. Permasalahan utamanya adalah informasi ilmiah ini tidak diterjemahkan menjadi aksi mitigasi dini.
BRIN mencatat pola atmosfer kala itu menunjukkan kombinasi berbahaya yakni cold surge, westerly burst, suhu muka laut yang hangat, dan gelombang Rossby, memperkuat pusaran angin siklon senyar. Dampaknya pun langsung terasa di sejumlah wilayah.
"Kita bisa lihat bahwa ketika terjadi badai tropis pada tanggal 20 sudah ada beberapa wilayah yang terkena efek dari pembelokan angin atau penguatan angin. Makanya Tapanuli Tengah, Tapanuli sampai dengan Padang Sidempuan terkena, karena ini area yang setiap hari terkena efek dari angin kencang disertai hujan," jelas Erma.
Erma menyampaikan, peneliti BRIN mengembangkan dua sistem prediksi cuaca, antara lain Sadewa untuk prakiraan jangka pendek dan Kamajaya untuk prakiraan bulanan.
Keduanya berbasis model yang sama, dan terbukti mampu menangkap potensi cuaca ekstrem jauh sebelum kejadian.
Kamajaya bahkan dapat mendeteksi potensi pusaran badai satu sampai dua bulan sebelum siklon senyar melintas, serta memantau enam bulan sebelum terbentuknya siklon seroja pada 2021.
"Apabila ini diintegrasikan, ini akan menjadi tools (alat) yang powerful (kuat) yang bisa membantu dalam hal mitigasi," ucap Erma.
Baca juga:
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya