Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Begini 7 Rekomendasi soal HAM ke Jokowi dan Presiden Selanjutnya

Kompas.com - 11/12/2023, 18:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

KOMPAS.com - SETARA Institute bersama International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) memberikan tujuh rekomendasi mengenai penegakkan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia.

Dua di antaranya ditujukan untuk pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin dengan masa jabatan kudang dari setahun. Sisanya, lima rekomendasi ditujukan untuk pemerintahan baru.

Direktur Eksekutif SETARA Institute Halili Hasan mengatakan, rekomendasi pertama untuk pemerintahan saat ini adalah akselerasi ratifikasi dua konvensi.

"Satu tentang anti penghilangan paksa dan yang lain adalah konvensi anti penyiksaan," kata Halili sebagaimana dilansir Antara, Minggu (10/12/2023).

Baca juga: Skor Indeks HAM Indonesia 2023 Turun

Halili menyampaikan, saat ini sudah ada upaya serius untuk meratifikasi dua konvensi tersebut.

Bahkan, Rancangan Undang-Undang (RUU) Ratifikasi Konvensi Anti Penghilangan Paksa sudah ada. Namun, ratifikasinya masih terhambat karena diduga terdapat faktor politik.

"Kemudian yang kedua tentu saja kami mendorong di sisa periode pemerintahan Jokowi yang tidak sampai setahun ini agar pemerintahan ini bisa meninggalkan warisan di bidang HAM dengan optimal," ujar Halili.

Dia menuturkan, warisan bidang HAM tersebut berupa penghentian Proyek Strategis Nasional (PSN), karena proyek-proyek tersebut menyebabkan terjadinya baku hantam dengan rakyat, bukan kemakmuran.

Baca juga: Pembela HAM Kerap Dapat Ancaman dan Kekerasan

Selain itu, lanjut dia, melakukan penegakan yudisial atas pelanggaran HAM berat masa lalu, termasuk pengungkapan kasus Munir.

Sedangkan untuk pemerintahan baru, Halili meminta penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (PRPJMN) 2025-2029 harus meletakkan disiplin HAM sebagai basisnya.

Dia menambahkan, kepemimpinan baru harus mendorong keterlibatan banyak pihak dengan membuat kebijakan yang mengikat agar HAM.

Dengan demikian, hal tersebut dapat menjadi urusan bisnis, perusahaan, dan sektor swasta, dalam memajukan hak di bidang sipil dan politik (sipol) maupun ekonomi, sosial, dan budaya (ekosob).

Baca juga: Unjuk Rasa Hari HAM di Manokwari Diwarnai Bentrok Massa dan Polisi, 2 Orang Ditangkap

Pemerintahan baru juga harus memastikan pembangunan yang inklusif, dan semua warga negara dapat menjadi subjek pembangunan yang mensejahterakan tanpa diskriminasi.

"Keenam, pemerintahan baru harus mengadopsi dan memastikan tata kelola yang inklusif dalam menangani intoleransi, radikalisme, terorisme, guna mewujudkan masyarakat inklusif yang memiliki ketahanan atau resiliensi dari virus intoleransi dan radikalisme," ujar Halili.

Terakhir, kata Halili, pemerintahan baru harus mengagendakan pembahasan sejumlah RUU yang kontributif terhadap pemajuan HAM di bidang sipol dan ekosob.

Dua contoh yang disebutkan adalah RUU tentang Masyarakat Adat maupun RUU Sistem Pendidikan Nasional.

"Serta melakukan tinjauan ulang terhadap beberapa regulasi yang ada yang menghambat dan kontraproduktif terhadap HAM seperti UU Cipta Kerja dan UU Perubahan Kedua terhadap UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)," papar Halili.

Baca juga: PDI-P: Jangan Sampai Republik Ini Dipimpin Orang dengan Rekam Jejak Pelanggaran HAM

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Studi: 2024 Jadi Era Transisi Energi Betulan, Emisi Segera Capai Puncak

Studi: 2024 Jadi Era Transisi Energi Betulan, Emisi Segera Capai Puncak

LSM/Figur
Bisakah Negara-negara di Asia Hentikan Penggunaan Batu Bara?

Bisakah Negara-negara di Asia Hentikan Penggunaan Batu Bara?

Pemerintah
Harga PLTS dan PLTB Turun Drastis, ASEAN Harus Ambil Kesempatan

Harga PLTS dan PLTB Turun Drastis, ASEAN Harus Ambil Kesempatan

LSM/Figur
“Social Enterprise” yang Ramah Lingkungan Masih Hadapi Stigma Negatif

“Social Enterprise” yang Ramah Lingkungan Masih Hadapi Stigma Negatif

Swasta
Singapura Putuskan Ikut Danai Studi Kelayakan CCS di Negaranya

Singapura Putuskan Ikut Danai Studi Kelayakan CCS di Negaranya

Pemerintah
Perluasan Hutan Tanaman Energi Dinilai Percepat Deforestasi di Kalimantan Barat

Perluasan Hutan Tanaman Energi Dinilai Percepat Deforestasi di Kalimantan Barat

LSM/Figur
Penegakan Hukum dan Rendahnya Kesadaran Masyarakat jadi Tantangan Kelola Sampah

Penegakan Hukum dan Rendahnya Kesadaran Masyarakat jadi Tantangan Kelola Sampah

LSM/Figur
Pengajar dan Praktisi Minta Prabowo Revolusi Ketenagakerjaan ke Arah Berkelanjutan

Pengajar dan Praktisi Minta Prabowo Revolusi Ketenagakerjaan ke Arah Berkelanjutan

LSM/Figur
Seruan Pendanaan Pelestarian Alam Menggema dalam KTT Keanekaragaman Hayati COP16

Seruan Pendanaan Pelestarian Alam Menggema dalam KTT Keanekaragaman Hayati COP16

Pemerintah
79 Persen Eksekutif Agrifood Laporkan Pertumbuhan Pendapatan dari Investasi Keberlanjutan

79 Persen Eksekutif Agrifood Laporkan Pertumbuhan Pendapatan dari Investasi Keberlanjutan

Pemerintah
 Bank Belum Siap Hadapi Perubahan Iklim

Bank Belum Siap Hadapi Perubahan Iklim

Pemerintah
Emisi CO2 Global dari Kebakaran Hutan meningkat 60 Persen Sejak 2001

Emisi CO2 Global dari Kebakaran Hutan meningkat 60 Persen Sejak 2001

LSM/Figur
Tolak PLTU Captive, Koalisi Sulawesi Tanpa Polusi Minta Prabowo Revisi Perpres 112/2022

Tolak PLTU Captive, Koalisi Sulawesi Tanpa Polusi Minta Prabowo Revisi Perpres 112/2022

LSM/Figur
Google Bakal Manfaatkan Nuklir untuk Pasok Listrik Data Center

Google Bakal Manfaatkan Nuklir untuk Pasok Listrik Data Center

Swasta
Ilmuwan Eksplorasi Rumput Laut Jadi Sumber Energi dan Pakan Ternak

Ilmuwan Eksplorasi Rumput Laut Jadi Sumber Energi dan Pakan Ternak

Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau