KOMPAS.com - SETARA Institute bersama International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) memberikan tujuh rekomendasi mengenai penegakkan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia.
Dua di antaranya ditujukan untuk pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin dengan masa jabatan kudang dari setahun. Sisanya, lima rekomendasi ditujukan untuk pemerintahan baru.
Direktur Eksekutif SETARA Institute Halili Hasan mengatakan, rekomendasi pertama untuk pemerintahan saat ini adalah akselerasi ratifikasi dua konvensi.
"Satu tentang anti penghilangan paksa dan yang lain adalah konvensi anti penyiksaan," kata Halili sebagaimana dilansir Antara, Minggu (10/12/2023).
Baca juga: Skor Indeks HAM Indonesia 2023 Turun
Halili menyampaikan, saat ini sudah ada upaya serius untuk meratifikasi dua konvensi tersebut.
Bahkan, Rancangan Undang-Undang (RUU) Ratifikasi Konvensi Anti Penghilangan Paksa sudah ada. Namun, ratifikasinya masih terhambat karena diduga terdapat faktor politik.
"Kemudian yang kedua tentu saja kami mendorong di sisa periode pemerintahan Jokowi yang tidak sampai setahun ini agar pemerintahan ini bisa meninggalkan warisan di bidang HAM dengan optimal," ujar Halili.
Dia menuturkan, warisan bidang HAM tersebut berupa penghentian Proyek Strategis Nasional (PSN), karena proyek-proyek tersebut menyebabkan terjadinya baku hantam dengan rakyat, bukan kemakmuran.
Baca juga: Pembela HAM Kerap Dapat Ancaman dan Kekerasan
Selain itu, lanjut dia, melakukan penegakan yudisial atas pelanggaran HAM berat masa lalu, termasuk pengungkapan kasus Munir.
Sedangkan untuk pemerintahan baru, Halili meminta penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (PRPJMN) 2025-2029 harus meletakkan disiplin HAM sebagai basisnya.
Dia menambahkan, kepemimpinan baru harus mendorong keterlibatan banyak pihak dengan membuat kebijakan yang mengikat agar HAM.
Dengan demikian, hal tersebut dapat menjadi urusan bisnis, perusahaan, dan sektor swasta, dalam memajukan hak di bidang sipil dan politik (sipol) maupun ekonomi, sosial, dan budaya (ekosob).
Baca juga: Unjuk Rasa Hari HAM di Manokwari Diwarnai Bentrok Massa dan Polisi, 2 Orang Ditangkap
Pemerintahan baru juga harus memastikan pembangunan yang inklusif, dan semua warga negara dapat menjadi subjek pembangunan yang mensejahterakan tanpa diskriminasi.
"Keenam, pemerintahan baru harus mengadopsi dan memastikan tata kelola yang inklusif dalam menangani intoleransi, radikalisme, terorisme, guna mewujudkan masyarakat inklusif yang memiliki ketahanan atau resiliensi dari virus intoleransi dan radikalisme," ujar Halili.
Terakhir, kata Halili, pemerintahan baru harus mengagendakan pembahasan sejumlah RUU yang kontributif terhadap pemajuan HAM di bidang sipol dan ekosob.
Dua contoh yang disebutkan adalah RUU tentang Masyarakat Adat maupun RUU Sistem Pendidikan Nasional.
"Serta melakukan tinjauan ulang terhadap beberapa regulasi yang ada yang menghambat dan kontraproduktif terhadap HAM seperti UU Cipta Kerja dan UU Perubahan Kedua terhadap UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)," papar Halili.
Baca juga: PDI-P: Jangan Sampai Republik Ini Dipimpin Orang dengan Rekam Jejak Pelanggaran HAM
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya