JAKARTA, KOMPAS.com - Satu dari empat orang menggunakan pay later (25 persen) sebagai metode pembayaran, kemudian tiga dari empat orang menggunakan e-wallet atau dompet digital, disusul mobile/internet banking (45 persen).
Hal ini terungkap dari survei Jakpat mengenai perilaku dan kebiasaan penggunaan aplikasi keuangan atau financial technology (fintech) sepanjang Semester II-2023.
Laporan yang melibatkan 1.503 responden ini menunjukkan bagaimana pandangan pada perencanaan keuangan serta penggunaan di bidang pembayaran digital, investasi, pinjam online, dan asuransi.
Survei yang melibatkan Gen X, Milenial, dan Gen Z ini berfokus pada tiga jenis pembayaran digital, yaitu e-wallet, internet/mobile banking yang mencakup mobile/internet/digital banking dan kartu debit virtual, serta buy now pay later (BNPL) atau biasa dikenal pay later berupa pinjaman online (pinjol) dan peer to peer (P2P lending).
Baca juga: Meski Laporan Keuangan IMO Wajar, BPK Rekomendasikan Sejumlah Perbaikan
Secara umum, ada berbagai pertimbangan dalam memilih platform fintech. Beberapa di antaranya adalah terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebanyak 55 persen, metode pembayaran yang mudah (54 persen), dan aplikasi yang ramah pengguna atau user-friendly (50 persen).
Menurut Head of Research Jakpat Aska Primardi, pada Semester II-2023, sebanyak 86 persen responden melakukan pembayaran digital.
Aktivitas keuangan lain yang juga dilakukan, baik secara digital maupun konvensional, adalah membayar kredit (37 persen), investasi (25 persen), dan asuransi (24 persen).
"e-wallet menjadi metode pembayaran digital populer di mana responden menggunakannya saat belanja online atau ketika bertransaksi langsung seperti di restoran, supermarket, dan lain-lain," ujar Aska dalam laporan yang diterima Kompas.com, Selasa (9/1/2024).
Aska mengungkapkan seringkali gaji dan tabungan sudah banyak tergerus oleh kebutuhan sehari-hari dan gaya hidup. Di sisi lain, ada kemungkinan kenaikan pendapatan kalah dengan biaya hidup yang naik lebih cepat dan lebih tinggi.
“Dengan pertimbangan gaji sebulan yang bisa habis dalam waktu kurang dari sebulan, mereka pun mulai beralih ke fitur pay later sebagai solusinya,” tambah dia.
Hasil survei Jakpat menyatakan, dua dari tiga responden paham dengan perencanaan keuangan. Artinya, mereka menyadari bahwa mereka harus memiliki manajemen keuangan untuk mencapai tujuan hidup.
Setengah dari responden juga sadar bahwa menabung dan berinvestasi adalah dua hal yang relevan dengan kondisi keuangan mereka saat ini.
Baca juga: Hanya 36,14 Persen Perempuan Melek Literasi Keuangan Digital
Sebanyak 28 persen merasa menabung adalah opsi terbaik saat ini sementara 10 persen mengaku tak memiliki anggaran untuk keduanya.
“Lebih dari separuh responden sudah memahami pentingnya perencanaan finansial, dan sebagian dari mereka juga memahami pentingnya tabungan, dana darurat, asuransi, sampai investasi,” kata Aska.
Adapun top three produk investasi yang dimiliki responden Jakpat pada Semester II-2023 adalah reksadana (42 persen), deposito (36 persen), dan saham (32 persen). Kripto dan Surat Berharga Nasional seperti obligasi dan sukuk juga masih diminati.
Soal kredit, sebanyak 66 persen responden yang memiliki tagihan di luar kebutuhan rumah tangga mengaku membayar pay later tiap bulan.
Angsuran lain di antaranya Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sebesar 25 persen, pinjaman online (22 persen), dan kendaraan bermotor (22 persen).
Sementara, satu dari empat responden memiliki asuransi. Beberapa jenis asuransi yang dimiliki adalah asuransi kesehatan (80 persen), asuransi jiwa (55 persen), dan dana pensiun (39 persen).
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya