KOMPAS.com - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat realisasi bauran energi baru terbarukan (EBT) pada akhir 2023 baru mencapai 13,1 persen, belum memenuhi target.
Tak hanya itu, EBT tersebut dikatakan masih jauh dari target sebesar 23 persen pada 2025.
“Peningkatan bauran EBT ada tapi belum signifikan. Sehingga perlu upaya keras untuk mendekati target capaian di 2025," kata Menteri ESDM Arifin Tasrif dalam konferensi pers Capaian Sektor ESDM tahun 2023 dan Program Kerja Tahun 2024, di Jakarta, Senin (15/1/2024).
Sebagai informasi, target-target porsi EBT dalam bauran energi nasional selama beberapa tahun terakhir memang belum pernah mencapai target.
Baca juga: EBT Jadi Andalan, Pemerintah Optimistis Capai Target Bauran 2025
Menurut catatan Dewan Energi Nasional (DEN), pada 2022, realisasi bauran EBT malah turun dari tahun sebelumnya yakni 12,30 persen. Sementara target bauran EBT pada 2022 adalah 15,69 persen.
Sementara itu, pada 2023, realisasi bauran EBT baru mencapai 13,1 persen dari target 17,87 persen.
Berdasarkan data terkini Kementerian ESDM, batu bara masih memegang bauran energi tertinggi sebesar 40,46 persen. Menyusul bauran energi terbesar kedua dan ketiga adalah minyak sebesar 30,18 persen dan gas bumi 16,28 persen.
Terkait hal tersebut, Arifin menyampaikan beberapa kendala yang menyebabkan belum tercapainya target bauran EBT beberapa tahun terakhir.
Beberapa faktornya antara lain ketersediaan energi listrik, pengurangan demand, infrastruktur yang belum mendukung, hingga pembiayaan tinggi.
“Semuanya itu lagi-lagi tergantung juga dari pertama, ketersediaan energi listrik sendiri di dalam sistem kita, yang disebabkan oleh kapasitas 35 GW itu yang belum terselesaikan,” ujarnya.
Kemudian dampak daripada pengurangan demand yang disebabkan oleh beberapa waktu yang lalu, Indonesia mengalami kendala-kendala yang tidak mendorong peningkatan konsumsi listrik.
Baca juga: Kabar Baik, Energi Terbarukan Dunia Meningkat 50 Persen
Selain itu, sistem infrastruktur Indonesia saat ini masih terus disiapkan, sehingga belum dapat mendukung sepenuhnya.
“Yang paling penting adalah pertumbuhan demand, untuk bisa menumbuhkan demand ini, salah satu faktor utamanya energi kita harus kompetitif. Energi kita tidak kompetitif, dan energi kita harus juga ramah lingkungan,” terang Arifin.
Dengan menjadikan energi kompetitif dan memperbaiki regulasi, hal itulah yang akan mendorong investasi untuk masuk ke dalam negeri.
“Kita perlu meningkatkan investasi, menyerap tenaga kerja, nah untuk itulah daya tariknya kita harus bisa memiliki energi yang kompetitif dan juga ramah lingkungan. Ini yang harus kita upayakan mulai tahun 2024 ke depan,” tutur dia.
Sementara itu, proyek-proyek pembangkit dari energi baru terbarukan yang sudah ada, memerlukan perbaikan dan efisiensi yang ideal.
Khusus untuk pembiayaan, Arifin menyampaikan dibutuhkan biaya yang sangat besar untuk kegiatan dekarbonisasi.
Oleh karena itu, ia menyebut perlunya inisiatif dan kerja sama yang melibatkan banyak negara, sehingga masalah-masalah tersebut bisa dihadapi bersama.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya