Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kelola Kawasan Konservasi, Masyarakat Adat di Papua Dilatih soal Pendanaan

Kompas.com, 15 Januari 2024, 17:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com – Sejumlah perwakilan dari masyarakat adat di Provinsi Papua Barat Daya mendapat pelatihan pengelolaan kawasan konservasi perairan dan wilayah kelola masyarakat hukum adat (MHA).

Pelatihan mengenai penggalangan dan pengelolaan dana yang berkelanjutan itu digelar Dinas Pangan, Pertanian, Kelautan, dan Perikanan (DPPKP) Provinsi Papua Barat Daya bersama Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN).

Pelatihan yang digelar 9-11 Januari 2024 tersebut melibatkan masyarakat dan perwakilan Dewan Adat dari kampung-kampung yang berada di wilayah Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Sorong, dan Kabupaten Tambrauw.

Baca juga: Perempuan, Pengetahuan Adat, dan Ketahanan Pangan

Para peserta berasal dari Distrik Misool Utara, Distrik Makbon, Distik Selemkai, Distrik Mega, Distrik Moraid (Maksegara), serta Distrik Werur.

Kampung-kampung tersebut tengah berupaya agar wilayah perairannya menjadi kawasan konservasi, termasuk sekitar 19.000 hektare wilayah kelola MHA yang tersebar di Kabupaten Sorong dan Kabupaten Tambrauw.

Ketua Unit Pengelola MHA Malaumkarta Torianus Kalami mengatakan, pelatihan tersebut menjadi motivasi dan pemicu bagi kami untuk mengelola kawasan konservasi.

“Materi pada pelatihan ini sangat penting dalam mendukung pengelolaan kawasan konservasi yang berkelanjutan dan mendatangkan manfaat ekonomi bagi masyarakat di sekitar wilayah kelola MHA,” ujar Torianus dikutip siaran pers diterima Kompas.com, Senin (15/1/2024).

Baca juga: Sengkarut Hutan Adat

Sementara itu, Manajer Senior Bentang Laut Kepala Burung YKAN Lukas Rumetna berujar, materi pelatihan mengenai penganggaran yang tepat dan berkelanjutan sangat diperlukan untuk mengimplementasikan rencana pengelolaan kawasan konservasi.

Pasalnya, hal tersebut dapat dipergunakan mencapai target konservasi serta memiliki manfaat ekonomi di wilayah kelola MHA,

“Penganggaran dapat membantu lembaga pengelola kawasan konservasi dan lembaga pengelola wilayah MHA untuk menjalankan fungsi monitoring, pendampingan, penyebarluasan informasi, pengendalian, serta peningkatan kapasitas masyarakat,” terang Lukas.

Lukas menambahkan, saat ini lembaga pengelola masih sangat baru dan belum memiliki pendanaan yang memadai dan mandiri untuk menjalankan fungsi pengelolaan wilayah konservasi.

Baca juga: Masyarakat Hukum Adat Jadi Ujung Tombak Konservasi Laut

Oleh sebab itu, YKAN mengadakan pelatihan untuk meningkatkan kapasitas lembaga pengelola agar memiliki pengetahuan tentang bagaimana upaya-upaya yang bisa dilakukan untuk memperoleh anggaran atau penggalangan dana (fundraising), guna mendukung pengelolaan kawasan konservasi dan wilayah MHA secara mandiri.

Pelatihan dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu pengenalan dan pembahasan mengenai penggalangan dana serta bimbingan teknis penggalangan dana.

Para peserta mendapat pemaparan terkait penggalangan dana serta menyusun kerangka proposal dengan mengambil studi kasus sesuai dengan kondisi di wilayah setempat.

Pelatihan dilanjutkan dengan diskusi kelompok untuk merumuskan rangkaian program dan aktivitas serta membangun pemahaman mengenai penggalangan dana yang efektif dan tepat guna.

Baca juga: Dari Hutan Desa Pertama Papua, Anak Muda Adat Serukan Penyelamatan Hutan

Hal tersebut termasuk tata cara menyampaikan dan mengusulkan program-program yang diajukan melalui proposal kepada calon donor.

Direktur Pengembangan dan Pemasaran YKAN Ratih Loekito menyampaikan, melalui pelatihan tersebut, lembaga pengelola kawasan konservasi dan pengelola wilayah MHA dapat mengenal pentingnya aspek penggalangan dana.

“Untuk keberlanjutan kelembagaan, mengidentifikasi jenis-jenis upaya penggalangan dana, menyusun strategi penggalangan dana, menyusun proposal, mempresentasikan proposal, serta menyusun laporan pertanggungjawaban penggunaan dana kepada donor,” ucap Ratih.

“Fundraising sangat penting bagi lembaga atau organisasi sosial untuk mendukung jalannya program dan operasional lembaga pengelola,” sambungnya.

Baca juga: Dari Tapal Batas Negeri, Masyarakat Dayak Berjuang Lindungi Anak Lewat Peraturan Adat

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Google Luncurkan Alat untuk Bantu Manufaktur Lebih Hemat Energi
Google Luncurkan Alat untuk Bantu Manufaktur Lebih Hemat Energi
Pemerintah
Sampah Jadi Energi, Namun Tata Kelola Masih Berantakan
Sampah Jadi Energi, Namun Tata Kelola Masih Berantakan
Pemerintah
Perguruan Tinggi RI Masih Terlalu Akademik, Model Pendidikan Apa yang Cocok di Tengah Ketidakpastian Global?
Perguruan Tinggi RI Masih Terlalu Akademik, Model Pendidikan Apa yang Cocok di Tengah Ketidakpastian Global?
LSM/Figur
Beasiswa Teladan Cetak Lulusan Berpola Pikir Berkelanjutan dan Adaptif Terhadap Ketidakpastian Global
Beasiswa Teladan Cetak Lulusan Berpola Pikir Berkelanjutan dan Adaptif Terhadap Ketidakpastian Global
Swasta
Ketika Indonesia Sibuk Menyelamatkan Bisnis, Bukan Bumi
Ketika Indonesia Sibuk Menyelamatkan Bisnis, Bukan Bumi
Pemerintah
Iran Alami Kekeringan Parah, 14 Juta Warga Teheran Berisiko Direlokasi
Iran Alami Kekeringan Parah, 14 Juta Warga Teheran Berisiko Direlokasi
Pemerintah
Studi Sebut Mobil Murah Jauh Lebih Berpolusi
Studi Sebut Mobil Murah Jauh Lebih Berpolusi
LSM/Figur
Uni Eropa Tunda Setahun Penerapan Regulasi Deforestasi EUDR
Uni Eropa Tunda Setahun Penerapan Regulasi Deforestasi EUDR
Pemerintah
Dekan FEM IPB Beri Masukan untuk Pembangunan Afrika dengan Manfaatkan Kerja Sama Syariah
Dekan FEM IPB Beri Masukan untuk Pembangunan Afrika dengan Manfaatkan Kerja Sama Syariah
LSM/Figur
Studi: Negara-negara Kaya Kompak Pangkas Bantuan untuk Negara Miskin
Studi: Negara-negara Kaya Kompak Pangkas Bantuan untuk Negara Miskin
Pemerintah
Baru 2 Bandara Pakai BTT Listrik, Kemenhub Siapkan Revisi Standar Nasional
Baru 2 Bandara Pakai BTT Listrik, Kemenhub Siapkan Revisi Standar Nasional
Pemerintah
BRIN: Peralihan ke BTT Listrik Pangkas Emisi Bandara hingga 31 Persen
BRIN: Peralihan ke BTT Listrik Pangkas Emisi Bandara hingga 31 Persen
LSM/Figur
Etika Keadilan Masyarakat dan Iklim
Etika Keadilan Masyarakat dan Iklim
Pemerintah
Akhiri Krisis Air, Vinilon Group dan Solar Chapter Alirkan Air Bersih ke Desa Fafinesu NTT
Akhiri Krisis Air, Vinilon Group dan Solar Chapter Alirkan Air Bersih ke Desa Fafinesu NTT
Swasta
Kisah Kampung Berseri Astra Cidadap, Ubah Tambang Ilegal Jadi Ekowisata
Kisah Kampung Berseri Astra Cidadap, Ubah Tambang Ilegal Jadi Ekowisata
Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Memuat pilihan harga...
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau