KOMPAS.com - Jumlah kapasitas energi terbarukan meningkat 50 persen pada 2023 dibandingkan 2022, sebuah capaian yang patut disambut gembira.
Jumlah kapasitas energi terbarukan yang terhubung dengan sistem mencapai hampir 510 gigawatt (GW).
Peningkatan tersebut merupakan pertumbuhan tercepat dalam dua dekade terakhir, menurut laporan terbaru dari International Energy Agency (IEA).
Salah satu penyebab tingginya realisasi energi terbarukan tersebut adalah pengembangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di China secara masif.
Baca juga: Potensi Energi Terbarukan Provinsi Bali
Akan tetapi, IEA mengatakan, jumlah tersebut masih belum cukup dalam membantu dunia melawan perubahan iklim, sebagaimana dilansir AFP, Kamis (11/1/2024).
IEA mendesak agar kapasitas pembangkit listrik energi terbarukan ditingkatkan lebih jauh lagi.
Peningkatan energi terbarukan sambil mengurangi penggunaan bahan bakar fosil sangat penting untuk mencegah suhu Bumi naik 1,5 derajat celsius dibandingkan tingkat pra-industri.
IEA mengatakan, dunia perlu meningkatkan kapasitas energi terbarukan sebanyak tiga kali lipat pada 2030 untuk mencegah suhu Bumi naik 1,5 derajat celsius.
Baca juga: Bioenergi Beririsan dengan Pangan dan Lahan, Perlu Tenggat Waktu Transisi Energi
Dalam COP28, dunia juga sepakat meningkatkan energi terbarukan sebanyak tiga kali lipat pada 2030.
COP28 juga menyepakati agar dunia bertransisi dari bahan bakar fosil, namun tanpa menetapkan jangka waktu.
Di satu sisi, menurut IEA, dunia belum siap mencapai tujuan itu. Menurut permodelan IEA, kapasitas energi terbarukan global diperkirakan baru meningkat 2,5 kali lipat pada 2030.
"Masih belum cukup untuk mencapai tujuan COP28 yaitu meningkatkan energi terbarukan sebanyak tiga kali lipat, namun kita sudah semakin dekat," kata Direktur Eksekutif IEA Fatih Birol.
Baca juga: Revisi Kebijakan Energi Nasional Dikebut, EBT 19 Persen Tahun 2025
Birol mengungkapkan, pemerintah di seluruh dunia sebenarnya punya kemampuan untuk mencapai tujuan tersebut sehingga mereka didesak untuk menerapkannya.
Dia menambahkan, PLTS dan pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) saat ini lebih murah dibandingkan pembangkit listrik berbahan bakar fosil di sebagian besar negara.
"Tantangan paling penting bagi komunitas internasional adalah peningkatan pesat pendanaan dan penerapan energi terbarukan di sebagian besar negara berkembang dan berkembang," tutur Birol.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya