KOMPAS.com - Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkap akan terus berupaya mewujudkan transisi energi nasional dari energi fosil ke energi terbarukan.
Salah satu upayanya adalah dengan mengembangkan energi baru, seperti hidrogen, Sustainable Aviation Fuel (SAF), dan Blue Ammonia.
Hidrogen diproyeksikan akan mulai tumbuh setelah tahun 2030, yang pemanfaatannya akan lebih luas mencakup kendaraan hidrogen (fuel cell atau bahan bakar sintetis), pembangkitan listrik, dan sebagai penyimpanan energi.
Hidrogen juga akan dimanfaatkan sebagai bagian upaya dekarbonisasi pada hard to abate sectors (shipping, aviation, steel production, manufacture, long distance transportation).
“Dalam skala kecil untuk proyek hidrogen telah dilakukan pilot project, namun untuk skala ekonomi ini masih menunggu perkembangan teknologi industri," ujar Menteri ESDM Arifin Tasrif dalam konferensi pers Capaian Kinerja Sektor ESDM Tahun 2023, di Jakarta, Senin (15/1/2024).
Baca juga: Siaga Krisis, DEN Dorong Adanya Cadangan Penyangga Energi
Selain teknologi Hidrogen, pemerintah juga berhasil melakukan penerbangan komersial pertama di dunia menggunakan SAF bioavtur J2.4 yang berbasis minyak inti sawit pada 27 Oktober 2023 dengan rute Jakarta-Solo.
SAF diproduksi dengan mencampur bahan bakar EBT dan bahan bakar JET konvensional. Penerbangan ini adalah bentuk keseriusan Indonesia untuk mewujudkan Net Zero Emission (NZE) 2060 atau lebih cepat.
"Selanjutnya memang kita harapkan adanya pembangunan refinery skala besar karena memang bioavtur ini menjadi salah satu target pemakaian dari pada aviasi internasional," terang Arifin.
Teknologi lainnya yaitu penggunaan Amonia yang diproduksi dengan menggunakan gas alam.
Produksi energi masa depan tersebut dilakukan dengan mengkonversi gas alam menjadi gas sitesis (syngas) yang kemudian direaksikan dengan nitrogen untuk menghasilkan 875.000 ton per tahun Blue Ammonia.
"Blue Ammonia ini ground breaking sudah dilakukan akhir tahun yang lalu dimana akan dibangun blue ammonia di wilayah Bintuni di mana CO2 yang berasal dari feedstock maupun dari output pemrosesan itu bisa terinjeksikan ke dalam reservoir yang ada di wilayah Bintuni tersebut yang selama ini sudah ditarik gasnya," papar Arifin.
Pengembangan energi baru ini merupakan langkah yang tepat untuk mewujudkan transisi energi nasional.
“Energi baru dapat membantu Indonesia untuk mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil dan meningkatkan ketahanan energi nasional,” ujarnya.
Selain itu, Arifin menambahkan, energi baru juga dapat membantu Indonesia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) dan mengatasi perubahan iklim.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya