Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 21/01/2024, 21:58 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Terminologi greenflation mencuat saat Calon Wakil Presiden (Cawapres) Nomor Urut 2 Gibran mendapatkan giliran bertanya kepada Cawapres Nomor Urut 3 Mahfud MD dalam debat cawapres di JCC, Jakarta, Minggu (21/1/2024).

Greenflation atau green inflation sejatinya merupakan terminologi baru. Ia merupakan konsep inflasi hijau yang dapat diringkas menjadi kenaikan harga barang dan jasa (inflasi) sebagai konsekuensi transisi perekonomian saat ini ke perekonomian yang lebih hijau atau perekonomian net-zero.

Karena konsep ini belum ditetapkan secara pasti dan masih menjadi bahan perdebatan di kalangan ekonom, maka yang diampu adalah penggunaan definisi yang luas.

Namun demikian, penting untuk diingat bahwa tidak semua kenaikan harga disebabkan oleh inflasi hijau. Misalnya, tidak masuk akal jika kita berpikir bahwa inflasi hijau cukup untuk menjelaskan tingkat inflasi tahunan sebesar 5,3 persen di Uni Eropa pada bulan Desember 2021 (Eurostat 2021).

Baca juga: Nusantara Green Pesantren, Upaya Wujudkan Visi IKN sebagai Kota Hutan

Hal ini karena ada banyak alasan lain yang menyebabkan kenaikan harga. Namun inflasi hijau tetap diperlukan untuk menjelaskan inflasi yang kita alami.

Dikutip dari esg.org, inflasi hijau juga bukan merupakan tanda kegagalan sistem ekonomi karena ditandai dengan inflasi yang terus berlanjut: transisi hijau adalah tugas besar yang memerlukan investasi besar-besaran (Blas, 2022).

Memang, ekonom Amerika Pr. Harold T. Shapiro (1981) berpendapat bahwa inflasi yang berkelanjutan tidak dapat dipahami secara ekonomi semata.

Menurutnya, inflasi lebih berkaitan langsung dengan respons sistem politik kita terhadap perubahan agenda sosial dibandingkan dengan kekurangan yang belum terselesaikan dalam sistem ekonomi kita.

Faktanya, krisis Covid-19 merupakan tonggak penting bagi kesadaran global terhadap permasalahan sosial dan lingkungan dalam masyarakat kita. Hal ini telah mengguncang agenda politik dan mempercepat transisi ramah lingkungan.

Penyebab dan manifestasi inflasi hijau

Menurut cobsinsight.org, pertama-tama yang harus dilihat adalah inflasi hijau tecermin dalam kenaikan harga beberapa komoditas.

Yang terakhir ini harus dipahami sebagai terpenuhinya permintaan yang kuat akan logam yang diperlukan untuk transisi ramah lingkungan dan pasokan yang tidak mampu memenuhi permintaan tersebut.

Baca juga: Dukung Green Economy, BRIDS Penjamin Pelaksana IPO Perusahaan Sepeda

Pasokan minim akibat rendahnya investasi besar-besaran di sektor pertambangan, yang sudah sangat terdampak oleh Covid-19.

China, misalnya, memasok hampir 60 persen aluminium dunia, namun memutuskan untuk membatasi peleburan baru agar sejalan dengan kampanye netralitas karbonnya (Sharma, 2021).

Terakhir, penurunan produktivitas yang disebabkan oleh pertanian ramah lingkungan dan beretika mengakibatkan harga bahan pertanian menjadi lebih tinggi.

Selain itu, inflasi hijau terkait erat dengan kenaikan harga energi. Bertentangan dengan apa yang diperkirakan, biaya energi ramah lingkungan kini lebih murah dibandingkan biaya energi fosil.

Laporan IRENA (2019) menunjukkan bahwa pembangkit listrik tenaga angin dan fotovoltaik surya di darat kini lebih murah dibandingkan pilihan bahan bakar fosil lainnya sehingga berjalan tanpa subsidi apa pun. Namun, energi terbarukan belum cukup terukur dan memerlukan investasi besar (Schnabel, 2022).

Di Amerika Serikat saja, diperlukan investasi hampir 4,5 triliun dollar AS untuk beralih ke pembangkit listrik 100 persen terbarukan (Shreve, 2019).

Baca juga: Ancaman Perubahan Iklim Makin Nyata, Green Building Perlu Diprioritaskan

Masalah lainnya adalah banyak negara masih bergantung pada pembakaran bahan bakar fosil untuk menghasilkan listrik. Namun harga minyak justru meningkat.

Tidak diragukan lagi, perang di Ukraina telah berkontribusi pada kenaikan harga energi, namun ini bukan satu-satunya alasan.

OPEC telah mengurangi investasi hulu secara signifikan sejak tahun 2015 dan tekanan dari investor memaksa perusahaan-perusahaan minyak terkemuka untuk mengurangi investasi mereka dalam produksi eksplorasi dan secara bertahap beralih ke energi terbarukan. Tren ini menyebabkan harga bahan bakar fosil lebih tinggi.

Pada akhirnya, inflasi hijau adalah kenaikan harga akibat pajak lingkungan. Hal terakhir ini penting bagi transisi hijau untuk mencapai tujuannya (Remeur, 2020).

Hal ini karena mereka mengintegrasikan eksternalitas negatif ke dalam harga barang dan jasa, dan dengan cara ini dapat mempengaruhi perilaku konsumen.

Misalnya, Anda berada di supermarket, di depan bagian buah dan sayur. Apel dari negara Anda berharga 2,9 dollar AS per kilogram dan apel dari belahan dunia lain berharga 3,5 dollar AS, lebih mahal karena kemungkinan adanya pajak lingkungan.

Tentu saja, jika anggaran terbatas, Anda akan membeli yang ditanam secara lokal. Oleh karena itu, pajak lingkungan dapat mendorong konsumen untuk melakukan konsumsi dengan cara yang lebih berkelanjutan dan merupakan terobosan nyata dalam transisi ekologi.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

CDP: Setengah Perusahaan Dunia Tak Gunakan Listrik Terbarukan

CDP: Setengah Perusahaan Dunia Tak Gunakan Listrik Terbarukan

LSM/Figur
PLN Jalin Kolaborasi dengan Pemain EBT Global untuk Transisi Energi

PLN Jalin Kolaborasi dengan Pemain EBT Global untuk Transisi Energi

Pemerintah
BP Taskin dan Genta Pangan Dorong Ketahanan Pangan Jadi Solusi Pengentasan Kemiskinan

BP Taskin dan Genta Pangan Dorong Ketahanan Pangan Jadi Solusi Pengentasan Kemiskinan

Pemerintah
Sistem Pangan Berkelanjutan Cegah 300 Juta Orang Kekurangan Gizi

Sistem Pangan Berkelanjutan Cegah 300 Juta Orang Kekurangan Gizi

Pemerintah
IFRS Foundation Terbitkan Panduan soal Keberlanjutan dalam Laporan Keuangan

IFRS Foundation Terbitkan Panduan soal Keberlanjutan dalam Laporan Keuangan

Swasta
WWF: Penurunan Populasi Satwa Liar Bisa Berdampak ke Ekonomi

WWF: Penurunan Populasi Satwa Liar Bisa Berdampak ke Ekonomi

LSM/Figur
Jakarta Dihantui Banjir Rob, Pemprov Bakal Bangun Tanggul Pantai

Jakarta Dihantui Banjir Rob, Pemprov Bakal Bangun Tanggul Pantai

Pemerintah
Perubahan Iklim Berakibat Kasus DBD Global Naik 19 Persen Tahun Ini

Perubahan Iklim Berakibat Kasus DBD Global Naik 19 Persen Tahun Ini

Pemerintah
5 Kerja Sama PLN untuk Transisi Energi pada COP29

5 Kerja Sama PLN untuk Transisi Energi pada COP29

Pemerintah
UMKM Butuh Dukungan 789 Miliar Dollar AS untuk Peluang Pertumbuhan Hijau

UMKM Butuh Dukungan 789 Miliar Dollar AS untuk Peluang Pertumbuhan Hijau

Pemerintah
Pemerintah Didesak Setop Perdagangan Karbon pada COP29

Pemerintah Didesak Setop Perdagangan Karbon pada COP29

LSM/Figur
Tanoto Foundation Gelar Simposium Perkuat Komitmen Kebijakan PAUD-HI

Tanoto Foundation Gelar Simposium Perkuat Komitmen Kebijakan PAUD-HI

LSM/Figur
90 Persen Pemimpin Bisnis Percaya AI Berdampak Positif pada Keberlanjutan

90 Persen Pemimpin Bisnis Percaya AI Berdampak Positif pada Keberlanjutan

Pemerintah
Sistem Penyimpanan Jadi Kunci Ketahanan Energi Terbarukan di Asia Tenggara

Sistem Penyimpanan Jadi Kunci Ketahanan Energi Terbarukan di Asia Tenggara

LSM/Figur
Bentuk Karakter Anak, KemenPPPA akan Hadirkan Ruang Bersama Merah Putih

Bentuk Karakter Anak, KemenPPPA akan Hadirkan Ruang Bersama Merah Putih

Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau