Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Moch N Kurniawan
Dosen

Praktisi Kehumasan dan Sustainability, Mantan Jurnalis Olahraga, Lingkungan dan Bisnis

Debat Cawapres: Membedah Isu Pembangunan Berkelanjutan Muhaimin, Gibran, Mahfud

Kompas.com, 23 Januari 2024, 10:20 WIB

Artikel ini adalah kolom, seluruh isi dan opini merupakan pandangan pribadi penulis dan bukan cerminan sikap redaksi.

Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

USAI debat pamungkas calon wakil presiden, Minggu (21/1/2024), tentunya kita juga ingin menyorot kualitas para calon pemimpin tertinggi ke-2 di negeri ini terutama dalam isu Pembangunan Berkelanjutan, yang merupakan salah satu dari 7 topik debat tersebut.

Siapakah yang paling menonjol?

Sebelum mengupas masing-masing cawapres, topik Pembangunan Berkelanjutan diilhat dalam kerangka 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) yang telah disepakati negara maju maupun berkembang di Sidang Umum PBB tahun 2015 hingga 2030.

Yakni (1) tanpa kemiskinan, (2) tanpa kelaparan, (3) kehidupan sehat dan sejahtera, (4) pendidikan berkualitas, (5) kesetaraan gender, (6) air bersih dan sanitasi yang layak, (7) energi bersih dan terjangkau.

Lalu (8) pekerjaan yang layak dan ekonomi, (9) industri, inovasi, dan infrastruktur, (10) berkurangnya kesenjangan, (11) kota dan pemukiman berkelanjutan, (12) konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab.

Kemudian (13) penanganan perubahan iklim, (14) ekosistem kelautan, (15) ekosistem darat, (16) perdamaian, keadilan, kelembagaan yang tangguh, (17) kemitraan untuk mencapai tujuan.

Ke-17 TPB tersebut bisa dikelompokkan menjadi empat pilar, yakni sosial, ekonomi, lingkungan, hukum berserta tata kelola.

Kemudian kriteria penilaiannya dilihat dari empa aspek, yakni:

Pertama, kesesuaian visi misi dan program tertulis dengan apa yang disampaikan masing-masing cawapres dalam debat serta apa yang telah dilakukan selama ini untuk menunjukkan komitmen dan keseriusan tentang pembangunan berkelanjutan.

Kedua, apa prioritas pembangunan berkelanjutan masing-masing cawapres mengacu pada 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.

Ketiga, kecepatan beradaptasi dan mengambil keputusan atas isu-isu yang naik daun, namun belum dipahami sepenuhnya untuk menunjukkan kesiapan dan kemampuan dalam menghadapi tantangan-tantangan baru.

Keempat, akurasi data yang ditampilkan untuk menghindari fitnah, hoax, melebih-lebihkan dan greenwashing.

Muhaimin Iskandar

Cawapres nomor satu Muhaimin Iskandar dalam pidato pembukaannya menekankan perlunya keberpihakan kepada petani, nelayan, masyarakat adat, desa untuk ketahanan pangan, energi baru terbarukan, etika lingkungan, yakni keseimbangan antara manusia dan alam, serta keadilan iklim, keadilan ekologis, keadilan antargenerasi, keadilan agraria, dan keadilan sosial.

Pidato ini masih koheren dengan visi-misi tertulis pasangan Anies Baswedan-Muhaimin, yakni misi ke-1 kemandirian pangan dan ketahanan energi, misi ke-3 keadilan ekologis berkelanjutan, misi ke-4 membangun kota dan desa berbasis kawasan.

Sebenarnya ada misi ke-2 tentang pengentasan kemiskinan, misi ke-5 tentang manusia Indonesia yang sehat dan misi ke-6 tentang keluarga sejahtera dan bahagia yang seharusnya sangat layak untuk diangkat oleh Muhaimin. Namun hal ini tidak tersampaikan dalam pembukaan debat.

Poin positif lainnya yang tertuang dalam visi misi dan program tertulisnya adalah beberapa kata kunci penting seperti keberlanjutan dipakai sebanyak 31 kali, hijau 15 kali, ekonomi biru 3 kali, lingkungan 47 kali, dan hak asasi/HAM 10 kali.

Ini hanya bisa dilihat pada visi misi dan program tertulis, namun tidak bisa disimak dalam debat, sekaligus menunjukkan adanya keterbatasan debat.

Satu poin positif terakhir adalah saat mendapat pertanyaan dari Cawapres Gibran Rakabuming Raka terkait Lithium Ferro Phospate (LFP) dan antinikel.

Muhaimin telah belajar dari kesalahan debat sebelumnya sehingga bisa menjawab dengan senyum-senyum sembari mengatakan: “Semua ada etikanya, diskusi ini bukan untuk tebak-tebakan definisi atau singkatan. Kita ini levelnya kebijakan.“

Untuk menutupi minimnya pengetahuan tentang hal tersebut, Muhaimin selanjutnya menjawab bahwa etika lingkungan, yakni keseimbangan manusia dan alam adalah hal yang terpenting. Pengelolaan hilirisasi nikel, saat ini dilakukan dengan ugal-ugalan tanpa mempertimbangkan ekologi dan sosial, akibatnya banyak kecelakaan kerja yang menyebabkan karyawan meninggal.

Walaupun jawabannya tidak mengena, tapi Muhaimin menyampaikan pesan kunci lain tentang keberlanjutan dengan benar.

Beberapa poin negatif dari Muhaimin dalam debat adalah tidak menyinggung soal transisi energi dari energi fosil menuju energi baru terbarukan/energi bersih.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Riset CELIOS: Lapangan Kerja dari Program MBG Terbatas dan Tak Merata
Riset CELIOS: Lapangan Kerja dari Program MBG Terbatas dan Tak Merata
LSM/Figur
Presiden Prabowo Beri 20.000 Hektar Lahan di Aceh untuk Gajah
Presiden Prabowo Beri 20.000 Hektar Lahan di Aceh untuk Gajah
Pemerintah
IWGFF: Bank Tak Ikut Tren Investasi Hijau, Risiko Reputasi akan Tinggi
IWGFF: Bank Tak Ikut Tren Investasi Hijau, Risiko Reputasi akan Tinggi
LSM/Figur
MBG Bikin Anak Lebih Aktif, Fokus, dan Rajin Belajar di Sekolah?, Riset Ini Ungkap Persepsi Orang Tua
MBG Bikin Anak Lebih Aktif, Fokus, dan Rajin Belajar di Sekolah?, Riset Ini Ungkap Persepsi Orang Tua
LSM/Figur
Mikroplastik Bisa Sebarkan Patogen Berbahaya, Ini Dampaknya untuk Kesehatan
Mikroplastik Bisa Sebarkan Patogen Berbahaya, Ini Dampaknya untuk Kesehatan
LSM/Figur
Greenpeace Soroti Krisis Iklim di Tengah Minimnya Ruang Aman Warga Jakarta
Greenpeace Soroti Krisis Iklim di Tengah Minimnya Ruang Aman Warga Jakarta
LSM/Figur
Interpol Sita 30.000 Satwa dan Tanaman Ilegal di 134 Negara, Perdagangan Daging Meningkat
Interpol Sita 30.000 Satwa dan Tanaman Ilegal di 134 Negara, Perdagangan Daging Meningkat
Pemerintah
PHE Konsisten Lestarikan Elang Jawa di Kamojang Jawa Barat
PHE Konsisten Lestarikan Elang Jawa di Kamojang Jawa Barat
Pemerintah
Indeks Investasi Hijau Ungkap Bank Nasional di Posisi Teratas Jalankan ESG
Indeks Investasi Hijau Ungkap Bank Nasional di Posisi Teratas Jalankan ESG
LSM/Figur
Korea Selatan Larang Label Plastik di Botol Air Minum per Januari 2026
Korea Selatan Larang Label Plastik di Botol Air Minum per Januari 2026
Pemerintah
Aturan Baru Uni Eropa, Wajibkan 25 Persen Plastik Daur Ulang di Mobil Baru
Aturan Baru Uni Eropa, Wajibkan 25 Persen Plastik Daur Ulang di Mobil Baru
Pemerintah
BRIN Soroti Banjir Sumatera, Indonesia Dinilai Tak Belajar dari Sejarah
BRIN Soroti Banjir Sumatera, Indonesia Dinilai Tak Belajar dari Sejarah
Pemerintah
KLH Periksa 8 Perusahaan Diduga Picu Banjir di Sumatera Utara
KLH Periksa 8 Perusahaan Diduga Picu Banjir di Sumatera Utara
Pemerintah
Banjir Sumatera, BMKG Dinilai Belum Serius Beri Peringatan Dini dan Dampaknya
Banjir Sumatera, BMKG Dinilai Belum Serius Beri Peringatan Dini dan Dampaknya
LSM/Figur
Mengenal Kemitraan Satu Atap Anak Usaha TAPG di Kalimantan Tengah, Apa Itu?
Mengenal Kemitraan Satu Atap Anak Usaha TAPG di Kalimantan Tengah, Apa Itu?
Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau