Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perpres soal Penangkap Karbon Diteken, Dirilis Sebentar Lagi

Kompas.com, 24 Januari 2024, 10:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

KOMPAS.com - Pemerintah segera mengeluarkan reglasi mengenai penerapan penangkap dan penyimpan karbon atau carbon capture storage (CCS).

Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi Kemenko Kemaritiman dan Investasi (Marves) Jodi Mahardi mengatakan, regulasi tersebut akan berupa peraturan presiden (perpres).

Jodi menyampaikan, perpes yang mengatur penerapan teknologi CCS tersebut telah ditandatangani dan siap dirilis dalam waktu dekat.

Baca juga: Brasil Uji Coba Teknologi Penangkap Karbon Baru di Ladang Minyak Lepas Pantai

"Ini menunjukkan bahwa pemerintah dan semua kementerian mendukung penuh CCS," kata Jodi dalam peluncuran acara International & Indonesia CCS Forum 2024 di Jakarta, Selasa (23/1/2024).

Jodi menjelaskan, aturan tersebut akan mengatur penerapan dan pengembangan CCS di luar wilayah kerja minyak dan gas bumi (migas).

Hal itu dilakukan lantaran potensi pengembangan CCS paling besar di Indonesia berada di depleted reservoir dan saline aquifer yang berada di luar wilayah kerja migas.

Untuk diketahui, depleted reservoir adalah sumur migas yang mengalami penurunan produksi serta tidak dapat diproduksikan lagi secara ekonomis dengan teknologi yang ada saat ini.

Baca juga: Indonesia Jajaki Kerja Sama Penangkap Karbon dengan Korea Selatan

Sedangkan saline aquifer adalah sumur bersalinitas tinggi sebagai tempat penyimpanan gas karbon dioksida yang dianggap cukup aman.

"Jadi ini memungkinkan operator untuk melakukan (pengembangan CCS) di sana," katanya.

Perpres itu juga disebut Jodi akan membuka kemungkinan industri di luar migas untuk melakukan pengembangan CCS.

"Jadi, investor seperti baja, kaca, smelter, bisa juga melakukan CCS," imbuhnya.

Selain itu, beleid tersebut juga membuka peluang cross border CCS atau impor karbon.

Baca juga: Teknologi Penangkap Karbon Berpeluang Diterapkan di Industri Berat, Ini Daftarnya

Jodi memastikan, nantinya alokasi untuk CCS domestik akan lebih besar untuk menampung ketersediaan domestik.

Namun menurutnya, potensi cross border diperlukan untuk bisa mencapai target Indonesia menjadi pusat CCS regional.

"Tapi kenapa kita membuka untuk cross border adalah untuk mencapai aspirasi kita menjadi regional hub untuk jadi CCS," katanya.

Peluang cross border CCS diharapkan akan membantu investasi masuk sehingga mengurangi biaya pengembangan dan mendorong industri dalam negeri memanfaatkan teknologi tersebut.

"Tentunya dengan melakukan membuka cross border, ini akan membantu investasi masuk untuk bisa mengurangi biaya dan nanti pada akhirnya tentunya industri kita bisa memanfaatkan CCS juga dengan biaya yang lebih rendah atau affordable (terjangkau)," tutur Jodi.

Baca juga: Mahasiswa UGM Ciptakan Alat Penangkap Karbon, Dipantau Real Time

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Pemerintah
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
BUMN
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Pemerintah
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
LSM/Figur
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Pemerintah
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Pemerintah
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
LSM/Figur
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Swasta
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Swasta
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Pemerintah
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
LSM/Figur
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau