Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mahasiswa UGM Ciptakan Alat Penangkap Karbon, Dipantau "Real Time"

Kompas.com - 25/10/2023, 14:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com – Sejumlah mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, menciptakan alat penangkap karbon dari udara.

Alat tersebut diklaim mampu menangkap gas karbon yang bisa dipantau secara real time atau waktu aktual berbasis sensor cerdas.

Alat tersebut dinamakan Carbon Abatement, Performance Traking, and Utilization with Real Time Evaluation (CAPTURE), dikembangkan dengan pendaan dari Program Kreativitas Mahasiswa Karsa Cipta (PKM KC) 2023.

Baca juga: Grup ANJ dan SUN Energy Bangun PLTS, Reduksi 422 Ton Emisi Karbon Tahunan

Ketua tim pengembang CAPTURE Javier Ahmad mengatakan, alasan mereka mengembangkan alat tersebut adalah ingin berkontribusi mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) di udara.

Pasalnya, gas karbon sebagai salah satu GRK telah berhamburan di atmosfer dengan area penyebaran yang luas.

Oleh karenanya, mereka menilai perlu alat yang mampu menyerap udara yang mengandung karbon ke dalam filter dan secara spesifik mampu menangkap karbon dari udara.

“Teknologi yang kami kembangkan ini bisa memangkap gas karbon dari udara melalui proses adsorpsi fisika dengan membran yang terbuat dari ekstrak tempurung kelapa,” kata mahasiswa Teknik Fisika tersebut dilansir dari siaran pers UGM, Senin (23/10/2023).

Baca juga: WTO Bentuk Satgas Harga Karbon Global

Dia menyampaikan, penangkap karbon dengan metode adsorpsi cukup menjanjikan karena konsumsi energi yang rendah, biaya investasi yang rendah, dan tidak ada polutan sampingan.

Tempurung atau batok kelapa sebagai membran penyerap dipilih karena potensinya yang melimpah di Indonesia namun belum dimanfaatkan secara optimal.

“Batok kelapa ini memiliki kadar abu yang rendah, mikropori yang banyak, dan memiliki reaktivitas tinggi,” ucap Javier.

Dia menambahkan, menurut beberapa beberapa penelitian, batok kelapa sudah banyak digunakan sebagai filter karbon dan menunjukkan hasil yang bagus.

Baca juga: Mengenal Lamun, Gudang Karbon Masa Depan Indonesia

Alat tersebut memiliki dimensi yang kompak dengan ukuran 40x26x20 sentimeter (cm) sehingga mudah dipindah dari satu tempat ke tempat lain.

Salah satu anggota tim, Wahyu T Wicaksono, menyampaikan, cara kerja CAPTURE adalah mengisap udara ke dalam alat tersebut lalu mengeluarkannya.

Udara yang masuk ke dalam alat tersebut difiltrasi sehingga karbon yang terkandung dapat terperangkap. Setelah itu, udara yang bebas karbon keluar dari alat tersebut.

Wahyu berujar, CAPTURE dapat diaplikasikan di bangunan hijau. Udara bebas karbon dan kondisi filter dapat diamati secara real time.

Baca juga: Begini Strategi Percepat Netralitas Karbon di Sektor Industri

“Alat ini bekerja dengan menarik udara dari luar bangunan kemudian menangkap unsur karbon yang ada di udara tersebut kemudian meneruskan udara yang sudah bersih ke dalam bangunan hijau tersebut,” urai Wahyu.

Anggota lainnya, Daffa I Izaohar, menjelaskan alat yang mereka kembangkan memiliki keunggulan dalam mengamai udara secara otomatis dan pengamatan kualitas filter secara real time.

Sistem tersebut belum ada dalam alat yang beredar di pasaran. Sebagian besar sistem filter saat ini hanya sebagai filter udara dan tidak spesifik menangkap karbon.

Dia menyampaikan, alat tersebut bisa diaplikasikan di berbagai sektor mulai sektor hunian sampai sektor industri.

Baca juga: Kejar Nol Emisi Karbon, Dukungan Sektor Kendaraan Listrik Diperlukan

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Studi: 2024 Jadi Era Transisi Energi Betulan, Emisi Segera Capai Puncak

Studi: 2024 Jadi Era Transisi Energi Betulan, Emisi Segera Capai Puncak

LSM/Figur
Bisakah Negara-negara di Asia Hentikan Penggunaan Batu Bara?

Bisakah Negara-negara di Asia Hentikan Penggunaan Batu Bara?

Pemerintah
Harga PLTS dan PLTB Turun Drastis, ASEAN Harus Ambil Kesempatan

Harga PLTS dan PLTB Turun Drastis, ASEAN Harus Ambil Kesempatan

LSM/Figur
“Social Enterprise” yang Ramah Lingkungan Masih Hadapi Stigma Negatif

“Social Enterprise” yang Ramah Lingkungan Masih Hadapi Stigma Negatif

Swasta
Singapura Putuskan Ikut Danai Studi Kelayakan CCS di Negaranya

Singapura Putuskan Ikut Danai Studi Kelayakan CCS di Negaranya

Pemerintah
Perluasan Hutan Tanaman Energi Dinilai Percepat Deforestasi di Kalimantan Barat

Perluasan Hutan Tanaman Energi Dinilai Percepat Deforestasi di Kalimantan Barat

LSM/Figur
Penegakan Hukum dan Rendahnya Kesadaran Masyarakat jadi Tantangan Kelola Sampah

Penegakan Hukum dan Rendahnya Kesadaran Masyarakat jadi Tantangan Kelola Sampah

LSM/Figur
Pengajar dan Praktisi Minta Prabowo Revolusi Ketenagakerjaan ke Arah Berkelanjutan

Pengajar dan Praktisi Minta Prabowo Revolusi Ketenagakerjaan ke Arah Berkelanjutan

LSM/Figur
Seruan Pendanaan Pelestarian Alam Menggema dalam KTT Keanekaragaman Hayati COP16

Seruan Pendanaan Pelestarian Alam Menggema dalam KTT Keanekaragaman Hayati COP16

Pemerintah
79 Persen Eksekutif Agrifood Laporkan Pertumbuhan Pendapatan dari Investasi Keberlanjutan

79 Persen Eksekutif Agrifood Laporkan Pertumbuhan Pendapatan dari Investasi Keberlanjutan

Pemerintah
 Bank Belum Siap Hadapi Perubahan Iklim

Bank Belum Siap Hadapi Perubahan Iklim

Pemerintah
Emisi CO2 Global dari Kebakaran Hutan meningkat 60 Persen Sejak 2001

Emisi CO2 Global dari Kebakaran Hutan meningkat 60 Persen Sejak 2001

LSM/Figur
Tolak PLTU Captive, Koalisi Sulawesi Tanpa Polusi Minta Prabowo Revisi Perpres 112/2022

Tolak PLTU Captive, Koalisi Sulawesi Tanpa Polusi Minta Prabowo Revisi Perpres 112/2022

LSM/Figur
Google Bakal Manfaatkan Nuklir untuk Pasok Listrik Data Center

Google Bakal Manfaatkan Nuklir untuk Pasok Listrik Data Center

Swasta
Ilmuwan Eksplorasi Rumput Laut Jadi Sumber Energi dan Pakan Ternak

Ilmuwan Eksplorasi Rumput Laut Jadi Sumber Energi dan Pakan Ternak

Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau