KOMPAS.com – Sejumlah mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, menciptakan alat penangkap karbon dari udara.
Alat tersebut diklaim mampu menangkap gas karbon yang bisa dipantau secara real time atau waktu aktual berbasis sensor cerdas.
Alat tersebut dinamakan Carbon Abatement, Performance Traking, and Utilization with Real Time Evaluation (CAPTURE), dikembangkan dengan pendaan dari Program Kreativitas Mahasiswa Karsa Cipta (PKM KC) 2023.
Baca juga: Grup ANJ dan SUN Energy Bangun PLTS, Reduksi 422 Ton Emisi Karbon Tahunan
Ketua tim pengembang CAPTURE Javier Ahmad mengatakan, alasan mereka mengembangkan alat tersebut adalah ingin berkontribusi mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) di udara.
Pasalnya, gas karbon sebagai salah satu GRK telah berhamburan di atmosfer dengan area penyebaran yang luas.
Oleh karenanya, mereka menilai perlu alat yang mampu menyerap udara yang mengandung karbon ke dalam filter dan secara spesifik mampu menangkap karbon dari udara.
“Teknologi yang kami kembangkan ini bisa memangkap gas karbon dari udara melalui proses adsorpsi fisika dengan membran yang terbuat dari ekstrak tempurung kelapa,” kata mahasiswa Teknik Fisika tersebut dilansir dari siaran pers UGM, Senin (23/10/2023).
Baca juga: WTO Bentuk Satgas Harga Karbon Global
Dia menyampaikan, penangkap karbon dengan metode adsorpsi cukup menjanjikan karena konsumsi energi yang rendah, biaya investasi yang rendah, dan tidak ada polutan sampingan.
Tempurung atau batok kelapa sebagai membran penyerap dipilih karena potensinya yang melimpah di Indonesia namun belum dimanfaatkan secara optimal.
“Batok kelapa ini memiliki kadar abu yang rendah, mikropori yang banyak, dan memiliki reaktivitas tinggi,” ucap Javier.
Dia menambahkan, menurut beberapa beberapa penelitian, batok kelapa sudah banyak digunakan sebagai filter karbon dan menunjukkan hasil yang bagus.
Baca juga: Mengenal Lamun, Gudang Karbon Masa Depan Indonesia
Alat tersebut memiliki dimensi yang kompak dengan ukuran 40x26x20 sentimeter (cm) sehingga mudah dipindah dari satu tempat ke tempat lain.
Salah satu anggota tim, Wahyu T Wicaksono, menyampaikan, cara kerja CAPTURE adalah mengisap udara ke dalam alat tersebut lalu mengeluarkannya.
Udara yang masuk ke dalam alat tersebut difiltrasi sehingga karbon yang terkandung dapat terperangkap. Setelah itu, udara yang bebas karbon keluar dari alat tersebut.
Wahyu berujar, CAPTURE dapat diaplikasikan di bangunan hijau. Udara bebas karbon dan kondisi filter dapat diamati secara real time.
Baca juga: Begini Strategi Percepat Netralitas Karbon di Sektor Industri
“Alat ini bekerja dengan menarik udara dari luar bangunan kemudian menangkap unsur karbon yang ada di udara tersebut kemudian meneruskan udara yang sudah bersih ke dalam bangunan hijau tersebut,” urai Wahyu.
Anggota lainnya, Daffa I Izaohar, menjelaskan alat yang mereka kembangkan memiliki keunggulan dalam mengamai udara secara otomatis dan pengamatan kualitas filter secara real time.
Sistem tersebut belum ada dalam alat yang beredar di pasaran. Sebagian besar sistem filter saat ini hanya sebagai filter udara dan tidak spesifik menangkap karbon.
Dia menyampaikan, alat tersebut bisa diaplikasikan di berbagai sektor mulai sektor hunian sampai sektor industri.
Baca juga: Kejar Nol Emisi Karbon, Dukungan Sektor Kendaraan Listrik Diperlukan
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya