Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 25 Januari 2024, 19:00 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Lembaga riset Center of Economic and Law Studies (CELIOS) menyebut rencana pensiun dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Cirebon-1 dan Pelabuhan Ratu di Jawa Barat, serta PLTU Suralaya di Banten dapat menurunkan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.

Hal ini disampaikan oleh Direktur Eksekutif CELIOS Bhima Yudhistira. Ia mengatakan, terdapat dua skenario dampak pensiun dini terhadap output perekonomian nasional, berdasarkan model dan asumsi Interregional Input-Output (Irio)).

Melalui model tersebut, dapat dihitung produk domestik bruto, pendapatan tenaga kerja, jumlah tenaga kerja, kemiskinan, hingga ketimpangan.

Asumsi skenario pertama adalah apabila penutupan PLTU batu bara dilakukan tanpa ada pembangunan pembangkit energi baru terbarukan (EBT) di wilayah tersebut.

Baca juga: Warga Bisa Gunakan Limbah PLTU untuk Pupuk hingga Material Bangunan

Sehingga, ada estimasi penurunan konsumsi listrik PLTU Cirebon-1 dan Pelabuhan Ratu sebesar Rp 273,6 miliar dan Rp 435,4 miliar, serta PLTU Suralaya sebesar Rp 1,4 triliun.

“Kalau kita mematikan tiga PLTU tadi efeknya adalah di nasional secara output ekonomi bisa menurunkan PDB sampai Rp 4 triliun atau Rp 3,9 triliun lebih," ujar Bhima saat Diseminasi Temuan Riset CERAH & CELIOS, di Jakarta, Kamis (25/1/2024).

Ia menjelaskan, sektor yang paling terdampak pensiun dini PLTU adalah pengadaan listrik dan gas sebesar Rp 1,5 triliun, serta pertambangan dan penggalian hingga Rp 1,13 triliun.

Tak hanya itu, sektor transportasi dan pergudangan juga ikut terkena dampak, karena biasanya menjadi operasional pengangkut batubara.

Masih di skenario pertama, lanjutnya, dampak pensiun dini PLTU dalam kondisi tersebut maka terdapat potensial loss PDB hingga Rp 1,2 triliun di Jawa Barat, dan Banten Rp 930 miliar.

Bila diganti dengan pembangkit EBT

Lebih lanjut, ia mengatakan, asumsi skenario kedua adalah jika penutupan PLTU batubara dibarengi dengan percepatan pembangkit energi terbarukan (EBT). Dengan solusi tersebut, angka PDB daerah maupun nasional akan menjadi positif.

Misalnya, ada investasi pembangkit energi terbarukan sebesar Rp 53 triliun yang berlokasi di Jawa Barat dan Banten dari pendanaan Just Energy Transition Partnership (JETP).

Baca juga: Co-firing EBTKE di 43 PLTU Sukses Kurangi Emisi Karbon 1,1 Juta Ton

Dengan investasi tersebut, asumsinya adalah ada peningkatan konsumsi listrik sebesar Rp 695 miliar dari hasil pembangkit listrik energi terbarukan.

"Untuk modelling kedua tiba-tiba angkanya positif, karena skenarionya adalah tutup PLTU tapi membangun energi terbarukan di wilayah yang sama, hasilnya secara nasional langsung jadi Rp 82 triliun positif," ujar dia.

Kenaikan PDB tersebut di antaranya melalui sektor pertanian Rp 7,8 triliun dan industri pengolahan naik jadi Rp 19,6 triliun. Menurut dia, industri pengolahan akan menyuplai komponen-komponen energi terbarukan.

“Kalau ada yang bertanya bagaimana menumbuhkan ekonomi terutama di wilayah yang sumber pendapatan dan ekonominya dari PLTU, ya matikan cepat PLTU-nya, lalu instalansi EBT dan transmisinya dibangun, asal jangan energi yang berbasis solusi semu seperti CCUS atau Carbon Capture Storage (CCS), geothermal, nuklir, dan co-firing," terang Bhima.

Dengan catatan, kata Bhima, kenaikan tersebut terjadi bila dilakukan industrialisasi di lokasi-lokasi PLTU tersebut pensiun dini.

"Kalau dilakukan industrialisasi di lokasi tempat PLTU dimatikan, basis industri kita di Jawa Barat dan di Banten tidak khawatir terjadi relokasi industri, tidak khawatir terjadi pengangguran karena tutupnya berbagai sektor,” tuturnya.

Dengan demikian, tidak hanya nasional, ada potensi pertumbuhan ekonomi per daerah menurut skenario kedua. Di Jawa Barat diproyeksi akan terjadi kenaikan PDB hingga Rp 7,4 triliun sedangkan Banten bisa mencapai Rp 1,9 triliun.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Studi: Sejumlah Kecil Plastik Mematikan Bagi Hewan Laut
Studi: Sejumlah Kecil Plastik Mematikan Bagi Hewan Laut
Pemerintah
Seni Tani, Gerakan Anak Muda di Bandung Sulap Lahan Kosong Jadi Cuan
Seni Tani, Gerakan Anak Muda di Bandung Sulap Lahan Kosong Jadi Cuan
Swasta
Google Luncurkan Alat untuk Bantu Manufaktur Lebih Hemat Energi
Google Luncurkan Alat untuk Bantu Manufaktur Lebih Hemat Energi
Pemerintah
Sampah Jadi Energi, Namun Tata Kelola Masih Berantakan
Sampah Jadi Energi, Namun Tata Kelola Masih Berantakan
Pemerintah
Perguruan Tinggi RI Masih Terlalu Akademik, Model Pendidikan Apa yang Cocok di Tengah Ketidakpastian Global?
Perguruan Tinggi RI Masih Terlalu Akademik, Model Pendidikan Apa yang Cocok di Tengah Ketidakpastian Global?
LSM/Figur
Beasiswa Teladan Cetak Lulusan Berpola Pikir Berkelanjutan dan Adaptif Terhadap Ketidakpastian Global
Beasiswa Teladan Cetak Lulusan Berpola Pikir Berkelanjutan dan Adaptif Terhadap Ketidakpastian Global
Swasta
Ketika Indonesia Sibuk Menyelamatkan Bisnis, Bukan Bumi
Ketika Indonesia Sibuk Menyelamatkan Bisnis, Bukan Bumi
Pemerintah
Iran Alami Kekeringan Parah, 14 Juta Warga Teheran Berisiko Direlokasi
Iran Alami Kekeringan Parah, 14 Juta Warga Teheran Berisiko Direlokasi
Pemerintah
Studi Sebut Mobil Murah Jauh Lebih Berpolusi
Studi Sebut Mobil Murah Jauh Lebih Berpolusi
LSM/Figur
Uni Eropa Tunda Setahun Penerapan Regulasi Deforestasi EUDR
Uni Eropa Tunda Setahun Penerapan Regulasi Deforestasi EUDR
Pemerintah
Dekan FEM IPB Beri Masukan untuk Pembangunan Afrika dengan Manfaatkan Kerja Sama Syariah
Dekan FEM IPB Beri Masukan untuk Pembangunan Afrika dengan Manfaatkan Kerja Sama Syariah
LSM/Figur
Studi: Negara-negara Kaya Kompak Pangkas Bantuan untuk Negara Miskin
Studi: Negara-negara Kaya Kompak Pangkas Bantuan untuk Negara Miskin
Pemerintah
Baru 2 Bandara Pakai BTT Listrik, Kemenhub Siapkan Revisi Standar Nasional
Baru 2 Bandara Pakai BTT Listrik, Kemenhub Siapkan Revisi Standar Nasional
Pemerintah
BRIN: Peralihan ke BTT Listrik Pangkas Emisi Bandara hingga 31 Persen
BRIN: Peralihan ke BTT Listrik Pangkas Emisi Bandara hingga 31 Persen
LSM/Figur
Etika Keadilan Masyarakat dan Iklim
Etika Keadilan Masyarakat dan Iklim
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Memuat pilihan harga...
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau