Sementara itu, Direktur Eksekutif CERAH, Agung Budiono mengungkapkan, temuan riset menjadi penting karena menunjukan bahwa dalam agenda transisi energi, pensiun dini PLTU penting dilakukan untuk mencapai ambisi iklim.
Namun, langkah itu tidak cukup, agar memiliki dampak ekonomi yang signifikan maka kebijakan berdasarkan hasil kajian ini harus dibarengi dengan akselerasi pembangunan energi terbarukan.
"Jadi antara pensiun dini PLTU dan pembangunan energi terbarukan harus dilakukan secara paralel, agar dampak ekonomi dan sosialnya bisa dimitigasi, penting untuk melihat ini secara utuh. Pelibatan pemerintah daerah dalam penyusunan peta kebijakan ini juga sangat signifikan karena dampak ekonomi dari kebijakan ini nyata di level itu,” kata Agung.
Baca juga: Dampak Pensiun Dini 3 PLTU, PDB Nasional Bisa Turun Rp 4 Triliun
Untuk memastikan transisi berjalan secara soft-landing, maka beberapa kebijakan perlu dipersiapkan. Peran pemerintah daerah juga menjadi krusial dalam proses ini.
Sementara itu, Koordinator Penyiapan Program Konservasi Energi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), M. Arifuddin mengatakan bahwa Kementerian ESDM sedang menyusun roadmap pemensiunan PLTU batu bara.
“Kami sudah menyusun konsep awal berdasarkan regulasi yang ada (Perpres 112/2022) dan sudah disampaikan kepada Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN. Hasil riset yang dikeluarkan Yayasan Indonesia CERAH dan CELIOS akan dijadikan masukan dalam penyusunan peta jalan ini,” tuntas Arifuddin.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya