Sementara itu, Psikolog Stenny Prawitasari menyampaikan beberapa gim yang memadukan unsur video dengan elemen bertahan hidup, tetapi juga memiliki unsur pertempuran memiliki dampak yang signifikan pada kesehatan mental dan emosional anak-anak.
Misalnya, ia memberi contoh gim seperti Free Fire, yang mengandung adegan kekerasan intens, termasuk pertempuran dan penggunaan senjata.
"Bermain game semacam ini secara berulang dapat membuat anak-anak menjadi desensitisasi (penurunan kepekaan) terhadap kekerasan, di mana mereka mungkin menjadi kurang peka terhadap konsekuensi nyata dari tindakan kekerasan," tutur Stenny.
Ia mengemukakan, beberapa penelitian telah menunjukkan korelasi antara bermain gim kekerasan dan peningkatan agresi pada anak-anak.
Dalam lingkungan yang kompetitif seperti gim berjenis battle royale (pertempuran), ia menilai anak-anak mungkin lebih rentan terhadap perilaku agresif, seperti berkata kasar atau mengekspresikan kemarahan saat kalah dalam permainan.
Baca juga: Hotline 129, Kanal Resmi Aduan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak Selama Mudik
Menurutnya, tak hanya pemerintah, peran orang tua juga sangat vital dalam menjaga kesehatan mental anak-anak dalam bermain gim daring.
Oleh karena itu, orang tua perlu terlibat secara aktif dalam memantau dan mengatur waktu anak-anak saat bermain gim.
"Dengan kerja sama antara pemerintah yang lebih tegas dalam regulasi dan peran aktif orang tua dalam mendidik anak-anak tentang penggunaan gim daring yang bertanggung jawab, diharapkan dapat diciptakan lingkungan yang lebih aman dan sehat bagi perkembangan anak-anak di era digital ini," pungkasnya.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya