Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BRIN-UMUKA Kolaborasi Kembangkan Riset Bidang Fitofarmaka

Kompas.com, 10 Mei 2024, 13:00 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

 KOMPAS.com - Indonesia punya kekayaan hayati darat dan laut terbesar nomor satu di dunia. Namun, belum semuanya teridentifikasi dan dimanfaatkan sebagai bahan obat tradisional atau herbal.

“Periset kita telah mengidentifikasi sekitar 30 ribuan spesies, namun baru sekitar lima puluhan jenis saja yang dimanfaatkan untuk riset di bidang fitofarmaka,” ujar Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasinal (BRIN) Laksana Tri Handoko. 

Menurut Handoko, pengembangan riset bahan baku obat penting dilakukan, karena selama ini Indonesia masih mengimpor bahan obat dari luar negeri.

"Kita ingin mengganti bahan baku obat yang diimpor dengan memanfaatkan kekayaan hayati yang kita miliki, sehingga lebih efektif dan efisien,” ujar Handoko.

Baca juga: Tugu Kalpataru untuk Mamah Oday, Pelestari Obat Nusantara

Selain belum optimalnya pemanfaatan kekayaan hayati, menurutnya, pengembangan riset di bidang fitofarmaka memerlukan proses yang panjang dan mahal.

“Ditinjau dari proses bisnisnya, riset ini memiliki high cost dan high risk. Karena dari beberapa kandidat jenis tanaman yang diekstraksi senyawanya untuk menjadi fitofarmaka, membutuhkan proses sangat panjang, sehingga tingkat keberhasilannya sangat rendah,” terang Handoko.

Sejak BRIN didirikan tahun 2021 lalu, pihaknya fokus pada riset terkait pemanfaatan kekayaan hayati, khususnya untuk kesehatan dan pangan.

“Dari awal dibentuk BRIN mencoba membangun serta melengkapi infrastuktur riset dalam rangka menunjang kegiatan riset,” paparnya.

Dalam riset bidang bahan obat dan obat tradisional, BRIN memiliki laboratorium di Tawangmangu.

Sedangkan riset terkait teknologi proses pangan ada laboratorium di Playen, Gunungkidul. Laboratorium tersebut juga dapat digunakan untuk kebutuhan karakterisasi obat.

Prodi pengobatan herbal UMUKA

Dalam kesempatan tersebut, Handoko menyambut baik dibukanya program studi baru di UMUKA, yaitu prodi akupuntur dan pengobatan herbal serta prodi radiologi.

"Hal ini sesuai dengan bidang riset yang ada di BRIN," ujarnya. 

Menurutnya, BRIN membutuhkan kolaborasi dengan mahasiswa agar riset dapat berjalan secara dinamis.

Baca juga: Kasus TBC Sensitif Obat Capai 808.000 Kasus Tahun Lalu

“Mahasiswa memiliki potensi dan kreativitas yang tidak terbatas, yang mana hal itu sangat dibutuhkan dalam melakukan aktivitas riset, khususnya di BRIN,” papar Handoko.

Adapun hal ini disampaikan pada saat Dies Natalis ke-2 Universitas Muhammadiyah Karanganyar (UMUKA), Rabu (8/5/2024).

Pada kesempatan tersebut, juga dilakukan penandatanganan nota kesepahaman antara UMUKA dengan BRIN yang diwakili oleh Kedeputian Sumber Daya Manusia Iptek. 

Penandatanganan terkait pelaksanaan Tri Dharma perguruan tinggi untuk mendukung riset dan inovasi nasional.

Handoko menjelaskan, BRIN memiliki skema-skema program yang dapat dimanfaatkan oleh mahasiswa serta dosen.

"Kami ada program beasiswa Degree by Research yang dapat dimanfaatkan oleh mahasiswa, bertujuan agar mahasiswa fokus pada satu bidang dan tanpa jeda dari S1 hingga S3,” paparnya.

Baca juga: Indonesia Simpan Potensi Obat Herbal Hewan dari 30.000 Spesies Tanaman

BRIN juga membuka kesempatan kolaborasi bagi mahasiswa yang sudah lulus S3 melalui program postdoctoral. Sedangkan untuk dosen, Handoko menyampaikan peluang kolaborasi melalui program hibah riset yang ada di Kedeputian Fasilitasi Riset dan Inovasi.

Redistribusi periset

Terkait program fasilitasi sumber daya pemerintah khususnya di perguruan tinggi, Handoko menyatakan, BRIN akan melakukan redistribusi periset yang sudah ahli di bidangnya ke universitas.

“Ini bertujuan membantu pihak universitas agar tidak berinvestasi banyak dalam penyediaan sumber daya manusia maupun alat karena sudah memiliki jejaring dengan periset BRIN. Kolaborasi periset BRIN dengan kampus menjadi salah satu indikator kinerja periset,” kata Handoko.

Sementara itu, Menteri Koordinator Pembangunan Masyarakat dan Budaya Muhadjir Effendy menyampaikan, sebagai universitas baru, pertumbuhan UMUKA sudah luar biasa. Salah satunya ditunjukkan dengan penandatanganan nota kesepahaman dengan beberapa lembaga termasuk BRIN.

Baca juga: AI Janjikan Obat yang Lebih Murah, Cepat, dan Baik di Industri Farmasi

Terkait dengan pembukaan prodi baru yaitu akupuntur dan pengobatan herbal serta radiologi, Muhadjir berpesan agar dapat berkolaborasi sebaik-baiknya dengan BRIN. 

Menurutnya, perkembangan industri fitofarmaka saat ini sangat masif dilakukan di negara-negara maju.

"Mereka percaya bahwa masa depan kesehatan akan bergeser ke teknologi yang ramah lingkungan, kembali ke alam yang sifatnya tradisional untuk mengurangi efek samping yang dihasilkan dari penggunaan obat kimiawi,” ujar Muhadjir.

Rektor UMUKA Muh Samsuri menyampaikan, pihaknya selama dua tahun ini telah membuka 14 prodi dan sekarang sedang dalam proses perizinan prodi D4 teknologi radiologi dan keperawatan anesthesia.

“Sebelumnya UMUKA telah membuka prodi S1 akupuntur dan pengobatan herbal, merupakan prodi langka sebagai ciri khas yang dimiliki oleh UMUKA sebagai universitas yang mengembangkan pengobatan tradisional,” pungkas Samsuri.

 

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Swasta
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Swasta
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Pemerintah
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
LSM/Figur
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Swasta
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
Pemerintah
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Pemerintah
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
BUMN
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
LSM/Figur
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Pemerintah
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Pemerintah
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau