KOMPAS.com - Indonesia punya kekayaan hayati darat dan laut terbesar nomor satu di dunia. Namun, belum semuanya teridentifikasi dan dimanfaatkan sebagai bahan obat tradisional atau herbal.
“Periset kita telah mengidentifikasi sekitar 30 ribuan spesies, namun baru sekitar lima puluhan jenis saja yang dimanfaatkan untuk riset di bidang fitofarmaka,” ujar Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasinal (BRIN) Laksana Tri Handoko.
Menurut Handoko, pengembangan riset bahan baku obat penting dilakukan, karena selama ini Indonesia masih mengimpor bahan obat dari luar negeri.
"Kita ingin mengganti bahan baku obat yang diimpor dengan memanfaatkan kekayaan hayati yang kita miliki, sehingga lebih efektif dan efisien,” ujar Handoko.
Baca juga: Tugu Kalpataru untuk Mamah Oday, Pelestari Obat Nusantara
Selain belum optimalnya pemanfaatan kekayaan hayati, menurutnya, pengembangan riset di bidang fitofarmaka memerlukan proses yang panjang dan mahal.
“Ditinjau dari proses bisnisnya, riset ini memiliki high cost dan high risk. Karena dari beberapa kandidat jenis tanaman yang diekstraksi senyawanya untuk menjadi fitofarmaka, membutuhkan proses sangat panjang, sehingga tingkat keberhasilannya sangat rendah,” terang Handoko.
Sejak BRIN didirikan tahun 2021 lalu, pihaknya fokus pada riset terkait pemanfaatan kekayaan hayati, khususnya untuk kesehatan dan pangan.
“Dari awal dibentuk BRIN mencoba membangun serta melengkapi infrastuktur riset dalam rangka menunjang kegiatan riset,” paparnya.
Dalam riset bidang bahan obat dan obat tradisional, BRIN memiliki laboratorium di Tawangmangu.
Sedangkan riset terkait teknologi proses pangan ada laboratorium di Playen, Gunungkidul. Laboratorium tersebut juga dapat digunakan untuk kebutuhan karakterisasi obat.
Dalam kesempatan tersebut, Handoko menyambut baik dibukanya program studi baru di UMUKA, yaitu prodi akupuntur dan pengobatan herbal serta prodi radiologi.
"Hal ini sesuai dengan bidang riset yang ada di BRIN," ujarnya.
Menurutnya, BRIN membutuhkan kolaborasi dengan mahasiswa agar riset dapat berjalan secara dinamis.
Baca juga: Kasus TBC Sensitif Obat Capai 808.000 Kasus Tahun Lalu
“Mahasiswa memiliki potensi dan kreativitas yang tidak terbatas, yang mana hal itu sangat dibutuhkan dalam melakukan aktivitas riset, khususnya di BRIN,” papar Handoko.
Adapun hal ini disampaikan pada saat Dies Natalis ke-2 Universitas Muhammadiyah Karanganyar (UMUKA), Rabu (8/5/2024).
Pada kesempatan tersebut, juga dilakukan penandatanganan nota kesepahaman antara UMUKA dengan BRIN yang diwakili oleh Kedeputian Sumber Daya Manusia Iptek.
Penandatanganan terkait pelaksanaan Tri Dharma perguruan tinggi untuk mendukung riset dan inovasi nasional.
Handoko menjelaskan, BRIN memiliki skema-skema program yang dapat dimanfaatkan oleh mahasiswa serta dosen.
"Kami ada program beasiswa Degree by Research yang dapat dimanfaatkan oleh mahasiswa, bertujuan agar mahasiswa fokus pada satu bidang dan tanpa jeda dari S1 hingga S3,” paparnya.
Baca juga: Indonesia Simpan Potensi Obat Herbal Hewan dari 30.000 Spesies Tanaman
BRIN juga membuka kesempatan kolaborasi bagi mahasiswa yang sudah lulus S3 melalui program postdoctoral. Sedangkan untuk dosen, Handoko menyampaikan peluang kolaborasi melalui program hibah riset yang ada di Kedeputian Fasilitasi Riset dan Inovasi.
Terkait program fasilitasi sumber daya pemerintah khususnya di perguruan tinggi, Handoko menyatakan, BRIN akan melakukan redistribusi periset yang sudah ahli di bidangnya ke universitas.
“Ini bertujuan membantu pihak universitas agar tidak berinvestasi banyak dalam penyediaan sumber daya manusia maupun alat karena sudah memiliki jejaring dengan periset BRIN. Kolaborasi periset BRIN dengan kampus menjadi salah satu indikator kinerja periset,” kata Handoko.
Sementara itu, Menteri Koordinator Pembangunan Masyarakat dan Budaya Muhadjir Effendy menyampaikan, sebagai universitas baru, pertumbuhan UMUKA sudah luar biasa. Salah satunya ditunjukkan dengan penandatanganan nota kesepahaman dengan beberapa lembaga termasuk BRIN.
Baca juga: AI Janjikan Obat yang Lebih Murah, Cepat, dan Baik di Industri Farmasi
Terkait dengan pembukaan prodi baru yaitu akupuntur dan pengobatan herbal serta radiologi, Muhadjir berpesan agar dapat berkolaborasi sebaik-baiknya dengan BRIN.
Menurutnya, perkembangan industri fitofarmaka saat ini sangat masif dilakukan di negara-negara maju.
"Mereka percaya bahwa masa depan kesehatan akan bergeser ke teknologi yang ramah lingkungan, kembali ke alam yang sifatnya tradisional untuk mengurangi efek samping yang dihasilkan dari penggunaan obat kimiawi,” ujar Muhadjir.
Rektor UMUKA Muh Samsuri menyampaikan, pihaknya selama dua tahun ini telah membuka 14 prodi dan sekarang sedang dalam proses perizinan prodi D4 teknologi radiologi dan keperawatan anesthesia.
“Sebelumnya UMUKA telah membuka prodi S1 akupuntur dan pengobatan herbal, merupakan prodi langka sebagai ciri khas yang dimiliki oleh UMUKA sebagai universitas yang mengembangkan pengobatan tradisional,” pungkas Samsuri.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya